Karya : Siti Toyibah
Aku adalah seorang
gadis yang mulai beranjak dewasa sebut saja namaku Septi. Aku lebih dikenal
dilingkungan sekolah sebagai gadis remaja yang selalu update dan supel. Namun
berbanding terbalik ketika aku berada dirumah, aku biasa dikenal sebagai Septi
pendiam dan cenderung anak rumahan di lingkungan rumah, aku terbiasa dijuluki
sebagai gadis yang kuper.
Septi merasa menjadi
dirinya sendiri ketika Septi berada di sekolah. Karena sekolah merupakan tempat
Septi mengekspresikan diri. Septi merasa bebas dan lepas ketika ia berada
ditengah sahabat – sahabatnya yang selalu ada dan mengerti dengan pribadinya.
Ketika Septi sudah berada dirumah ia kembali menjadi gadis yang seolah – olah tidak
mengerti dengan kehidupan remaja sekarang.
Sampai suatu hari ada
temannya sebut saja Rere. Rere menjuluki Septi dengan sebutan si cupu. Rere
sangat membenci Septi tanpa Septi tau apa – apa alasannya, setiap Septi keluar
rumah Rere pasti mengolok – oloknya dengan kata – kata yang tidak pantas untuk
di dengar, namun Septi hanya menanggapinya dengan senyuman. Teman – teman sebayanyapun merasa enggan untuk
mendekati Septi. Mereka hanya memandang sebelah mata tanpa melihat sisi baik
Septi. Septi ingin sekali bisa menjadi dirinya sendiri tanpa ada aturan dan
tekanan dari keluarganya. Namun apadanya ia rela melakukan semua itu demi
keluarganya karena ia harus menjaga nama baik orang tuanya, Orang Tua Septi
merupakan salah satu seorang sesepuh yang Agamis dan sangat dihormati. Oleh karena
itu ia harus bisa menjaga perilakunya ketika dengan remaja sekitar.
Dipagi yang cerah Septi
berangkat sekolah seperti biasanya namun ada yang berbeda ia berani mengenakan
make up di wajahnya, terlihat sanga tmencolok namun tidak menor. Ia mencoba berjalan
di depan orang tuanya dan iapun berpamitan dengan orang tuanya namun orang
tuanya biasa saja tidak terlalu merespon. Sampai waktunya pulang sekolah, Septi
belum sampai dirumah, kedua orang tuanyapun sanga tcemas terutama ibunya. Semua
seisi rumah heboh kebakaran jenggot. Sesekali ibunya mencoba menghubungi
putrinya namun tidak ada jawaban, semua alat komunikasi Septi matikan. Orang
tua Septi dibuat semakin risau saat senja mulai tenggelam di ufuk barat.
Haripun semakin larut namun belum ada kabar apapun tentang putrinya. Tangisan
ibu tercinta mulai terdengar ayah Septi. Semakin bingung karena ia tidak tahu
harus menghubungi siapa. Seharian Septi tidak pulang kerumah hal yang tidak pernah
dilakukan Septi. Kedua orang tuanya sampai tertidur di depan rumah menunggu putri
kesayangannya kembali.
Mentari pagi menyambut
dengan senyum ceria namun hati kedua orang tua Septi masih gundah. Akhirnya
memutuskan untuk mendatangi sekolah Septi. Sesampai disekolah, tidak ada hasil
yang orang tua Septi dapat. Namun keduanya mendapat informasi tentang sikap dan
perilaku Septi yang Nampak berbeda tidak seperti Septi yang kedua orang tuanya
kenal. Sudah tiga hari Septi tidak pulang kerumah namun tiba – tiba Rere
menghampiri kedua orang tua Septi dengan memperlihatkan semua foto – foto Septi
ketika Septi tampil diatas panggung catwalk dengan pakaian yang ketat membalut
di tubuhnya dan tropi yang Septi bawa ditangan dengan pose yang membuat orang
tuanya terkejut. Mereka tidak percaya kalau yang ditunjukkan Rere itu benar –
benar putrinya. Kedua orang tua Septi tidak mengenali putrinya sendiri. Mereka
hanya mementingkan kehormatan keluarganya.
Septi tidak berani
pulang kerumah karena Septi tahu kalau Rere adalah satu – satu peserta yang ia
kalahkan diatas panging Catwalk namun Septi puas karena dia telah berhasil
menunjukkan kepada Rere kalau dirinya tidak seperti apa yang Rere pikirkan.
Setidaknya dia sudah bisa membuktikan kepada Rere. Namun dalam pikiran Septi
selalu dibayang – bayangi kedua orang tuanya yang pasti akan menghukum dan
memakinya habis – habisnya.
Septi melangkahkan
kakinya mencoba mengetuk pintu rumahnya namun tertahan, Septi hanya duduk
terdiam diteras rumah sambil memandang tropi dan amplop yang ia dapatkan, dalam
hati ia bergumam.”Ayah, ibu maafkan anakmu ini aku janji tidak akan melakukan
hal seperti ini lagi”. Suara pintu terbuka terdengar di telinga Septi, ia
langsung terperanjat dan menatap tajam kedua bola mata ibundanya. Air matapun
keluar tak tertahan keduanya saling berpelukan Septi pun mengakui semua
kesalahannya ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Septi hanya ingin tidak
dipandang sebelah matadan tidak dikucilkan teman – teman sebayanya. Ibunya
tersenyum sembari merangkul putrinya dan mengajaknya masuk.
Septi pun menjalani
harinya dengan senyum ceria namun ia tetap memegang amanat dari kedua orang
tuanya. Rere yang biasanya hanya mencemoh Septi akhirnya mengakui kelebihan
Septi kalau apa yang selama ini ia pikirkan tentang Septi ternyata sangat
berbanding 1800. Namun Septi sangat menghargai Rere karena Rere bisa
menutup rapat tentang kejadian itu. Rere dan Septi akhirnya menjadi sahabat
yang tak terpisahkan. Mereka selalu menghabiskan hari-harinya bersama – sama.
*Pengarang adalah siswi
Kelas XII IPA I
SMA
NEGERI 8 KOTA CIREBON
No comments:
Post a Comment