Wednesday 25 November 2015

KEPRIBADIAN SEPTI DIMASA REMAJA




Karya : Siti Toyibah

Aku adalah seorang gadis yang mulai beranjak dewasa sebut saja namaku Septi. Aku lebih dikenal dilingkungan sekolah sebagai gadis remaja yang selalu update dan supel. Namun berbanding terbalik ketika aku berada dirumah, aku biasa dikenal sebagai Septi pendiam dan cenderung anak rumahan di lingkungan rumah, aku terbiasa dijuluki sebagai gadis yang kuper.
Septi merasa menjadi dirinya sendiri ketika Septi berada di sekolah. Karena sekolah merupakan tempat Septi mengekspresikan diri. Septi merasa bebas dan lepas ketika ia berada ditengah sahabat – sahabatnya yang selalu ada dan mengerti dengan pribadinya. Ketika Septi sudah berada dirumah ia kembali menjadi gadis yang seolah – olah tidak mengerti dengan kehidupan remaja sekarang.
Sampai suatu hari ada temannya sebut saja Rere. Rere menjuluki Septi dengan sebutan si cupu. Rere sangat membenci Septi tanpa Septi tau apa – apa alasannya, setiap Septi keluar rumah Rere pasti mengolok – oloknya dengan kata – kata yang tidak pantas untuk di dengar, namun Septi hanya menanggapinya dengan senyuman.  Teman – teman sebayanyapun merasa enggan untuk mendekati Septi. Mereka hanya memandang sebelah mata tanpa melihat sisi baik Septi. Septi ingin sekali bisa menjadi dirinya sendiri tanpa ada aturan dan tekanan dari keluarganya. Namun apadanya ia rela melakukan semua itu demi keluarganya karena ia harus menjaga nama baik orang tuanya, Orang Tua Septi merupakan salah satu seorang sesepuh yang Agamis dan sangat dihormati. Oleh karena itu ia harus bisa menjaga perilakunya ketika dengan remaja sekitar.
Dipagi yang cerah Septi berangkat sekolah seperti biasanya namun ada yang berbeda ia berani mengenakan make up di wajahnya, terlihat sanga tmencolok namun tidak menor. Ia mencoba berjalan di depan orang tuanya dan iapun berpamitan dengan orang tuanya namun orang tuanya biasa saja tidak terlalu merespon. Sampai waktunya pulang sekolah, Septi belum sampai dirumah, kedua orang tuanyapun sanga tcemas terutama ibunya. Semua seisi rumah heboh kebakaran jenggot. Sesekali ibunya mencoba menghubungi putrinya namun tidak ada jawaban, semua alat komunikasi Septi matikan. Orang tua Septi dibuat semakin risau saat senja mulai tenggelam di ufuk barat. Haripun semakin larut namun belum ada kabar apapun tentang putrinya. Tangisan ibu tercinta mulai terdengar ayah Septi. Semakin bingung karena ia tidak tahu harus menghubungi siapa. Seharian Septi tidak pulang kerumah hal yang tidak pernah dilakukan Septi. Kedua orang tuanya sampai tertidur di depan rumah menunggu putri kesayangannya kembali.
Mentari pagi menyambut dengan senyum ceria namun hati kedua orang tua Septi masih gundah. Akhirnya memutuskan untuk mendatangi sekolah Septi. Sesampai disekolah, tidak ada hasil yang orang tua Septi dapat. Namun keduanya mendapat informasi tentang sikap dan perilaku Septi yang Nampak berbeda tidak seperti Septi yang kedua orang tuanya kenal. Sudah tiga hari Septi tidak pulang kerumah namun tiba – tiba Rere menghampiri kedua orang tua Septi dengan memperlihatkan semua foto – foto Septi ketika Septi tampil diatas panggung catwalk dengan pakaian yang ketat membalut di tubuhnya dan tropi yang Septi bawa ditangan dengan pose yang membuat orang tuanya terkejut. Mereka tidak percaya kalau yang ditunjukkan Rere itu benar – benar putrinya. Kedua orang tua Septi tidak mengenali putrinya sendiri. Mereka hanya mementingkan kehormatan keluarganya.
Septi tidak berani pulang kerumah karena Septi tahu kalau Rere adalah satu – satu peserta yang ia kalahkan diatas panging Catwalk namun Septi puas karena dia telah berhasil menunjukkan kepada Rere kalau dirinya tidak seperti apa yang Rere pikirkan. Setidaknya dia sudah bisa membuktikan kepada Rere. Namun dalam pikiran Septi selalu dibayang – bayangi kedua orang tuanya yang pasti akan menghukum dan memakinya habis – habisnya.
Septi melangkahkan kakinya mencoba mengetuk pintu rumahnya namun tertahan, Septi hanya duduk terdiam diteras rumah sambil memandang tropi dan amplop yang ia dapatkan, dalam hati ia bergumam.”Ayah, ibu maafkan anakmu ini aku janji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi”. Suara pintu terbuka terdengar di telinga Septi, ia langsung terperanjat dan menatap tajam kedua bola mata ibundanya. Air matapun keluar tak tertahan keduanya saling berpelukan Septi pun mengakui semua kesalahannya ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Septi hanya ingin tidak dipandang sebelah matadan tidak dikucilkan teman – teman sebayanya. Ibunya tersenyum sembari merangkul putrinya dan mengajaknya masuk.
Septi pun menjalani harinya dengan senyum ceria namun ia tetap memegang amanat dari kedua orang tuanya. Rere yang biasanya hanya mencemoh Septi akhirnya mengakui kelebihan Septi kalau apa yang selama ini ia pikirkan tentang Septi ternyata sangat berbanding 1800. Namun Septi sangat menghargai Rere karena Rere bisa menutup rapat tentang kejadian itu. Rere dan Septi akhirnya menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Mereka selalu menghabiskan hari-harinya bersama – sama.

*Pengarang adalah siswi
Kelas XII IPA I
SMA NEGERI 8 KOTA CIREBON

No comments:

Post a Comment