Friday 18 September 2015

KOMUNIKASI POLITIK SOEKARNO



REVIEW DAN KRITIK SARAN
KOMUNIKASI POLITIK SOEKARNO

Penulis : Roni Tabroni








Di terbitkan oleh :
SIMBIOSA REKATAMA MEDIA
ISBN          : 978-602-7973-19-0
Fakultas    : Ilmu Sosial Dan Politik
Nama         : Utiyah
Dosen        : Dr.H. Nurudin Siraj, drs., ma,Msi
Tahun        : 2015



PRODI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
2015

KATA PENGANTAR


Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Komunikasi Politik Soekarno”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan Publik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
   
Cirebon, 20 Juni 2015





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I        SOEKARNO KOMUNKATOR POLITIK
A.    Komunikator Politik............................................................. 1
B.     Komunikator Politik dan Media Massa................................ 5
C.     Soekarno Belajar Pidato....................................................... 8
BAB II       PESAN KOMUNIKATOR SOEKARNO
A.    Pesan dalam Komunikasi Politik.......................................... 9
BAB III     KOMUNIKASI NONVERBAL SOEKARNO
A.    Komunikasi Nonverbal......................................................... 19
B.     Fungsi Komunikasi Nonverbal............................................. 19
C.     Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Politik.............. 20
D.    Bentuk – bentuk Komunikasi Nonverbal............................. 21
E.     Komunikasi Nonverbal Soekarno......................................... 22
BAB IV     SOEKARNO DAN MEDIA MASSA
A.    Media Massa dalam Komunikasi Politik.............................. 24
B.     Soekarno Pembaca sekaligus penulis hebat.......................... 25
C.     Tulis – tulisan Soekarno di Media Massa............................. 26
D.    Sosio Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi........................... 30
E.     Sekali lagi tentang Sosio-Nalisme dan Sosio-Demokrasi..... 32
F.      Sekali lagi: Bukan “Jangan Banyak Bicara, Bekerjalah”, Tetapi “Banyak Bicara, Banyak Bekerja”.............................................................................................. 38
G.    Masyarakat Unta dan Masyarakat Kapal Udara.................. 40


BAB I
SOEKARNO KOMUNIKATOR POLITIK

A.    Komunikator Politik
Secara umum, di pastikan tidak ada manusia yang lepas dari silkus komunikasi. keberadan setiap individ memberi peran anda lamkhanza komunikasi pada kehidupan sehari-hari. Semua dapat memerankan diri sebagai komunikator, termasuk komunikator sekaligus. Dalam situasi apa mereka menjadi komunikator dan dalam kesempatan apa mereka menjadi komunikator. yang jelas, keterlibatan tersebut tidak di hindarkan sebab manusia adalah mahluk komunikasi, apapun kepentinganya artinya untuk mencapai tujuan, setiap individu dapat mengekpresikan dirinya lewat komunikasi. (halaman 33)
Ketika penjajahan dilakukan dengan senjata, kemerdekan justru jika tidak berlebihan di lakukan lewat komunikasi. Lewat rangkaian kata-kata soekarno menggerakkan seluruh rakyat untuk menuju gerbang kemerdekan . (halaman 33)
Terlebih pada zaman politik tentu menjadi rujukan rakyat untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan sosial politik yang terjadi ,dan seberapa dekat kemerdekan itu akan tercapai.(halaman 34)
Pada prinsipnya, komunikator yang bersentuhan dengan massa dan identic dengan komunikator politik yang menduduki posisi penting dalam jaringan sosial, menanggapi berbagai tekanan denganmenolak dan memilihinformasiyang semuaterjadi di dalam sistem social yang bersangkutan. kemampuan bersentuhan dengan massa menjadi penting sebab dalam kontes politik pun hal tersebut menjadi bagian dari kempuan seorang komunikator politik. (halaman34)
Menurut Dan Nimmo (2005:29) , apa yang berlaku bagi komukator massa, berlaku juga bagi komukator politik. komunikator politik memainkan  memainkan peranan sosial yang penting terutama dalam prosais opini publik .(halaman34)
Nimmo, mengutip Karl popper, menjelasksn bahwa ada satu teori opini publik yang seluruhnya di bangun di sekitar komunikator politik, yaitu “teori pelopor mengenai opini publik” ia menegaskan bahwa para pemimpin menciptakan opini publik karena mereka berhasi membuat beberapa gagasan yang mulamula di tolak, kemudian di pertimbangkan dan akhirnya d trima. (halaman34)
      sebagai pendukung pengertian yang lebih besar terhadap peranan komukator dalam proses opini, Lenard W.Doob, sebagaimana Nimmo (2005:30), menyerahkan berbagai hal yang patut di ketahui mengenai komunikator, komunikator dapat di analisis sebagai diri sendiri. (halaman35)
      Untuk lebih memfokuskan cara pandang kita terhadap komukator politik, Nimoo, mengutip Doob, menyebutkan bahwa sebaikan komunikator politik dapat diidentifikasi melalui pembagian bedasarkan peranan asing-masing. posisi peran tersebut bedasarkan pada struktur politik, kepentingan maupun situasi yang terjadi. (halaman35)
      Politikus sebagai komunikator politik karena sebagai pelaku utama dalam kontes politik, bahkan pemain secara praktis dan berada di garda depan dalam setiap proses politik yang terjadi terkadang bersumber dari politikus tersebut. politikus biasanya tersebar di berbagai partai politik maupun jabtan-jabtan struktural pemerintah, mulai dari tingkat paling atas hingga paling bawah . komunikasi politik yang di lakukan oleh politikus lebih cenderung pada pemberian ganjaran (reward) dan pengendalian kondisi sosial. Dengan kewewenangan yang di milikinya, politikus dapat menerobos sebagai bentuk hambatan kutuk membangun sebuah tatanannya, harus Senantiasa di ikuti oleh publik . sedangkan pengaruh yang di dapatkan, yaitu lewat komunikasi yang di lakukan dengan berbagai bentuk, baik secara langsung maupun melalui media. (halaman35-36)
      Komunikator politik profesional, orang yang menerjemah sikap, pengetahuan, dan minat satu komunitas bahasa ke dalam istilah-istilah komunikasi bahasa lain yang berbeda, menarik dan dap di mengerti . komunikator profesional menghubungkan golombang elit dalam organisasi atau komunitas mana pun dengan kelayakan umum, secara horizontal. ia menghubungkan dua komunikasi  bahasa yang di bedakan pada tingkat struktur sosial yang sama. (halaman36)
Komunikator profesional dapat membantu politikus untuk meyampaikan pesan-pesannya kepada khalayak dengan berbagai metode yang di gudankan, apa yang di lakukan hanya sebagi metode yang di gunakan. (halaman36)
      Dalam tataran komunikasi massa , komunikator  bisa dalam bentuk organisasi penerbitan , yaitu tim redaksi surat kabar atau pres , karena itu . nurani soyomukti (2013:77) menjelaskan bahwa komunikator politik akan membuat perkembangan politik , alasanya , karakter komunikator berkaitan dengan cara ia memiliki  kepentigan . informasi , ide , gagasan . serta kebijakan politik yang akan terpengaruh pada situasi politik karena pesanya di smapaikan pada khalayak. (halaman36-37)
      Setiap komunikator memiliki gaya komunikasi yang berbeda-beda. begitupun komunikator politik, inti dari semua gaya komunikator politik adalah sebagaimana halnya komunikasi, mengubah cara pandang dan prilaku orang menjadi objek komunikasi. ketika menunjuk Soekarno sebagai komunikator politik pada masanya, apa yang di lakukan oleh ia dengan orasinya akan membangkitkan kesadaran pentingnya kemerdekaan, atau misalnya, ketika cokroaminoto melakukan orasi politik, apa yang di lakukan menggugah masyarakat sekaligus mencerahkan pikiran umat. begitupun bung Tomo, dengan pidatonya kemudian membangkitkan arek-arek suroboyo untuk melakukan pelawanan terhadap penjajah tanpa takut. (halaman37-38)
      Keaktifan komunikator politik, menurut soyomukti, biasanya akan menciptakan tumbuhnya demokrasi dalam satu masyarakat. (halaman38)
      Komunikator politik menjadi sosok yang paling dominan sehingga apapun di sampaikanya akan mempengaruhi orang lain untuk bertindak. terkadang komunikator politik juga memiliki karisma yang kuat, ketika berbicara, ia seperti memiliki kekuatan luar biasa yang sanggup merasuki jiwa massa yang menerima pesanya. Soekarno adalah contoh terbaik dari hal itu, ketika ia berbicara dan berpidato, apalagi jika pidato berisi petuah atau mobilitas kepada para pemuda untuk menjadi sukarelawan dalam membangun pasukan melawan Irian barat atau Malaysia pada 1960. (halaman38)
      Soekarno termasuk komunikator yang baik karena ia dapat menarik simpati publik, ketika berbicara, daya biusnya bisa menghentikan seluruh keriuhan dan berbagai aktivitas yang sedang berlangsung. (halaman38)
      Komunikator politik pada dasarnya merupakan tokoh untuk kelompok atau rakyatnya , ketokohan dalam komunikasi politik sangat penting untuk menjamin kredibilitas proses komunikasi yang di lakukan. Jalaluddun Rahmat (2004:256) menjelaskan bahwa ketokohan adalah sebagai etos. dimensi etos yang paling relevan di sini adalah kredibilitas , yaitu kehilangan komunikator (pemimpin) atau kepercayaan kita terhadap komunikator, identifikasi terjadi bila individu meniru prilaku orang atau kelompok lain karena prilaku tersebut berkaitan dengan yang mendefinisikan diri dengan orang atau kelompok itu. (halaman39)
      Proses membangun kredibilitas selanjutnya adalah melakukan proses yang di sebut dengan kedudukan (2010:80) menjelaskan bahwa kedudukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut. (halaman39)
      Ethos di artikan sebagai kredibilitas komunikator, yaitu komunikator yang dapat di percaya. (halaman40)
      Menurut Rakmat(2004:257), kredibilitas merupakan seperangkat persepsi khalayak tentang sifat-sifat komunikator sehingga sesungguhnya kredibilitas tidak melekat dalam diri komunikator, kredibilitas berkenaan dengan dengan sifat-sifat komunikator yang selanjutnya disebut sebagai komponen kredibilitas .
Rahmat, mengutip hovland dan Swiss, menjelaskan bahwa kredibilitas atau etos terdiri atas dua komponen, yaitu keahlian (expertise) dan dapat di percaya (Trust worthiness)
      Ardial (2011:81) menjelaskan bahwa kredibilitas adalah kesan di bentuk olah khalayak tentang kemampuan politikus, profesional, atau aktivis sebagai komunikator publik dengan menguasai topik yang di bicarakan atau di tulis, politikus profesional atau aktivis akan mendapatkan Citra diri yang baik sebagi orang yang cerdas, mampu, berakhlak, tahu banyak, berpengalaman atau terlatih karena jam terbangnya sudah tinggi. sebaliknya komunikator politik Yang memiliki Citra yang renda bagi khalayak , di pandang sebagai orang yang bodoh dan tidak berpengalaman, Artinya keahlian komunikator politik bergantung pada :
1)      Kemampuan dan keahlian dalam menyampaikan pesan
2)      Kemauan serta keterampilan menyajikan pesan-pesan,dalam arti memilih tema ,metode, dan media politik yang sesuai dengan situs serta kondisi khalayaknya
Citra dari komunikator politik dapat juga di bentuk melalui pengalaman orang lain , yaitu melalui pergaulan dan aktivitas yang lama dengan toko politik atau pahlawan politik. Selain itu, Citra diri komunikator politik dapat juga di bentuk melalui pengalaman orang lain, yaitu mendengar dan cerita orang banyak melalui radio; membaca buku, majalah,dan surat kabar, serta melaksanakan sendiri aktivitas dan penampilan toko politik melalui layar televisi .
Kemampuan komunikator politik yang melekat pada diri komunikator politik merupakan kekuatan yang menjadi modal penting dalam komunikasi politik. Kekuatan yang dimilikinya merupakan sumber daya politik yang sangat penting dalam usaha merebut pengaruh politik melalui komunikasi politik yang intensif. Selain kekuasaan politik, di kenal juga kekuasaan lain, seperti kekuasaan keahlian, informasional, rujukan  dan legal.
Dengan demikian, komunikator yang dapat mempengaruhi khalayak adalah komunikator yang memiliki ketokohan dan kepemimpinan (leadership) dengan keseluruhan syarat yang di kemukakan di atas.

B.     Komunikator Politik Dan Media Massa
Dalam melakukan komunikasinya , komunikator politik tidak , menafikan ke hadiran media massa . media massa akan sangat membantu dalam menyebarkan pesan-pesan politik yang di sampaikan Soekarno , misalnya, dalam melakukan komunikasi politiknya tidak lepas dari pemanfaatan media massa saat itu , seperti media massa dan radio , Soekarno menyadari betul bahwa media sangat istal dalam menjangkau massa yang menyebar di berbagai daerah yang tidak bisa di jangkau langsung secara fisik. seluruh media komunikasi lebih identik dengan alat (benda) untuk menyampaikan. jadi seluruh komunikasi lebih umum dari pada media komunikasi.
     Pengguna media massa dalam proses komunikasi politik semakin marak terjadi seiring perkembangan dunia teknologi informasi. Namun setidaknya, dua jenis media, yaitu cetak dan elektronik (radio) yang ada pada zaman Soekarno, telah memberikan andil besar dalam proses revolusi.
     Dengan fungsi menginformasikan, media  massa tidak hanya memberikan apa yang sedang terjadi ,tetapi di penuhi oleh gagasan-gagasan segar dari komunikator politik. media massa tidak bebas nilai, tetapi memiliki kepentingan untuk membonkar jiwa komunisme pada setiap pendengaran dan pembicaraan. Di dalamnya terdapat fisiologi dan doktrin yang sengaja di publikasikan. Media massa pada zaman revolusi seperti harus  memilih , keberpihakan tidak bisa di hindari , lebih condong ke penjajah atau pribumi yang mendambakan kemerdekaan .
     Lewat media massa, opini-opini di cetak dan di siarkan , kemudian di publikasikan kepada masyarakat . mediaamassa pada massa perjuangan turut mengobarkan perlawanaanterhadaap kaum penjajah .
Menurut Ardial (2011:95). Penggunaan medium , (tanggal) atau media (jamak) dalam komunikasi politik perlu dipilah dan dipilih dengan cermat agar sesuai dengan kondisi serta situasi khalayak dengan memperhatikan sistem komunikasi politik di suatu negara bangsa. Hal ini merupakan langkah strategis yang sangat penting , setelah mengenal khalayak, untuk menyusun pesan dan menetapkan metode. Sesuai dengan eksistensi media sebagai perpanjangan indra manusia.
Dalam komunikasi politik, seluruh media dapat digunakan karena tujuannya adalah membentuk dan membina pendapat umum serta memengaruhi pemberib suara dalam pemilihan umum. Selain itu, komunikasi politik juga bertujuan memengaruhi kebijakan atau keputusan dalam pembuatan peraturan dan perundang-undangan. Itulah sebabnya semua bentuk klegiatan komunikasi politik diperlukan , seperti lobi, tindakan, retorika, publicrelation politik, dan komunikasi massa. Artinya, semua jenis media massa sangat diperlukan dalam komunikasi politik.
Media pada dasarnya dibedakan menjadi; media cetak yang lebih menyalurkan informasi politik melalui kekuatan visual, radio melalui kekuatan audio. Televisi melalui audio visual, dan media interaktif internet. Melalui internet, komunikasi politik dapat dilakukan dengan menyatakan jutaan orang dari seluruh dunia tanpa ada hubungan yang bersifat pribadi. Khalayak yang tercipta oleh internet tersebut sangat khas, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh jaringan komputer yang disebut sebagai ruang maya (cyberspace).
Penggunaan media massa dalam komunikasi politik, sangat sesuai dalam upaya membentuk citra diri para politikus dan citra partai politik untuk memperoleh dukungan masyarakat umum. Komunikasi politik dengan menggunakan media massa dinamakan komunikasi massa. Secara singkat, komunikasi massa dirumuskan olehBittner, yaitu pesan yang dikomunikasikan melalui media massa kepada sejumlahorang; sedangkan Maletze mengartikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media  penyebaran teknis secara langsung dan satu arah kepada publik yang tersebar (Ardial, 2011: 162). Dengan demikian, komunikasi massa andalah komunikasi  satu kepada banyak. Ciri-cirinnya: menggunakan media massa; isi pesannya bersifat terbuka atau umum, dalam arti semua orang dapat membaca, menonton, atau mendengarnya; juga bersifat faktual, baru terjadi, baik dari segi waktu maupun substansi. Itulah sebabnya komunikasi massa sangat erat kaitannya dengan politik dan komunikasi politik.
Dengan demikian, tidak bisa disangka lagi bahwa media massa sangat mendukung kegiatan komunikasi politik. Hal ini berkaitan dengan fungsi komunikasi massa sebagai decoder, interpreter, dan encoder, seperti yang dinyatakan oleh Schramm. Komunikasi massa men-decode lingkungan sekitar untuk kita, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan, dan efek dari budaya populer. Komunikasi massa menginterprestasikan hal-hal yang di-decode sehingga dapat mengambil kebijakan masyarakat dalam menikmati kehidupan.
 Fungsi komunikasi massa, yaitu :
1.      Menghibur
2.      Meyakinkan
3.      Menginformasikan
4.      Menganugrahkan status
5.      Membius
6.      Menciptakan rasa kebersatuan
Dengan demikian, fungsi tersebut semakin menegaskan akan pentingnya media massa dalam komunikasi politik. Siapapun yang menjadi komunikator politiknya, media massa tetap penting dan sangat membantu dalam menyampaikan pesan politik. Itulah mengapa para pendiri bangsa ini, terutama Soekarno, begitu peduli terhadap media massa, memanfaatkan bahkan harus berkorban untuk membuat media massa sendiri. Tentu saja tujuannya adalah untuk menjadikan saliran komunikasi politik walaupun kondisi masyarakat dan media saat itu begitu terbatas.

C.    Soekarno Belajar Pidato
Sebagai komunikator politik , Soekarno mendapat pelajaran berharga dari gurunya, Tjokroaminoto pernah berkata kepada murid-murid termasuk Soekarno ,” jika kalian ingin menjadi pemimpin besar , menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti operator.
      Untuk menjadi komunikator politik yang hebat, Soekarno terlebih dahulu berinteraksi demam lautan ilmu yang tersebar di puluhan,ratusan, bahkan ribuan buku yang harus di harapkan sejak kecil.

BAB II
PESAN KOMUNIKASI POLITIK SOEKARNO

A.    Pesan dalam Komunikasi Politik
     Dalam proses komunikasi , apapun bentuknya, pesan menjadi satu yang sangat penting. Berbobot atau tidaknya seorang komunikator politik, akan dilihat dari seberapa berisi pesan yang disampaikan nya. Dengan kata lain, pesan politik mencerminkan kualitas komunikator politik itu sendiri.
     Pesan politik bisa berupa kata-kata yang diekspresikan dalam pidato politik atau orasi, diskusi, rapat terbuka atau tertutup.
     Ketika seorang melakukan komunikasi politik, pada dasarnya dia sedang menyampaikan pesan dari pengirim kepada khayalak orang. Pesan pesan tersebut dapat disampaikan dalam berbagai bentuk, mulai dari poster, spanduk.
     Selain simbol, ilustrasi dalam komunikasi politik juga sangat penting. Menurut Venus (2014 : 71) hal ini dipertegas oleh banyaknya penelitian yang menemukan bahwa materi pendukung, seperti ilustrasi dan kejadian bersejarah dalam sebuah pesan sangat mempengaruhi perubahan sikap orang yang menerima pesan tersebut.
Komunikator politik juga penting mengetahui tentang struktur pesan. Istilah struktur pesan menunjuk pada bagaimana unsur – unsur pesan diorganisasikan. Secara umum, ada tiga aspek yang berkaitan langsung dengan pengorganisasian pesan kampanye, yaitu sisi pesan, susunan penyajian, dan pernyataan kesimpulan. Sisi pesan memperlihatkan bagaimana argumentasi yang mendasari suatu pesan persuasive disajikan kepada khalayak. Bila komunikator politik hanya menyajikan pesan – pesan yang mendukung posisinya, ia menggunakan pola pesan satu sisi. (Halaman 63)
Penggunaan argumentasi dua sisi, kata Venus (2004: 75), dapat memperkuat kredibilitas komunikator politik. Khalayak akan menganggap pesan dua sisi lebih jujur dan dapat dipercaya. Namun, kejujuran bukanlah alasan pokok yang menyebabkan komunikator politik memilih pola pesan dua sisi. Pemilihan pola ini semata – mata untuk meyakinkan masyarakat bahwa gagasan kita, sebagaimana gagasan pihak lain, memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun dibandingkan pihak lain, gagasan kita masih lebih baik. (Halaman 63)
Dalam beberapa situasi, pesan politik yang disampaikan melalui dua sisi jauh lebih efektif dari pada pesan satu sisi. Dengan menyajikan pesan dua sisi, komunikaotr politik dapat membuat masyarakat kebal terhadap pengaruh pesan dari pihak lain, juga memungkinkan masyarakat melakukan Counter Argument Terhadap upaya persuasi pihak lawan. (Halaman 63)
Dari sekian banyak pesan politik yang penting untuk disampaikan, Firmanzah (2008) menyebutkan pentingnya ideology bagi komunikator politik. Menurutnya, ideology merupakan bagian inti dari sebuah perjuangan tertentu yang harus disampaikan kepada masayrakat.Hal ini penting untuk dipahami bersama agar publik dapat memberikan alas an mengapa sikap politik itu penting. (Halaman 64)
Untuk menentukan pesan politik, Tabroni (2012:32) menjelaskan, tidak dapat dilakukan secara asal – asalan. Pesan politik harus dirumuskan secara bersama – sama oleh para elite politik melalui sebuah mekanisme musyawarah yang sangat serius. Pesan politik tidak bisa dilakukan oleh orang biasa, tetapi oleh seorang atau beberapa orang ahli yang sangat paham mengenai persoalan publik sekaligus orang ahli yang sangat paham mengenai persoalan publik sekaligus orang yang dapat merumuskan berbagai inovator berpikir. (Halaman 65)
Penyampaian pesan politik dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :
1.      Menggunakan bahasa yang padat dan dapat dimengerti
2.      Mengangkat isu – isu aktual dan segar
3.      Mencari sebuah isu – isu aktual dan segar
4.      Mencari sebuah slogan yang popular sehingga dapat diingat dengan mudah oleh publik
5.      Menyampaikan program dengan bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat
6.      Menarik perhatian khalayak dan menjadi motivasi bagi masyarakat banyak
7.      Menjelaskan semua yang disampaikan menjadi sesuatu yang sedang diperjuangkan oleh diri dan kelompoknya. (Halaman 66)
Ketika bangsa ini sudah merdeka, Soekarno mengajak seluruh rakyat Indonesia di berbagai daerah untuk senantiasa mempertahankan kemerdekaan. (Halaman 66)
Keberanian Soekarno dalam berbagai forum, baik di dalam negeri maupun internasional, memberikan sinyal kepada bangsa – bangsa lain di dunia untuk tidak menyepelehkan lagi Indonesia.
Pesan – pesan politik Soekarno juga acapkali mengangkat realitas rakyat Indonesia yang senantiasa menjadi korban penjajahan Soekarno menjadikan potret kemiskinan yang tergambar dari seorang Marhaen sebagai ajaran yang sangat penting, yaitu Marhaenisme. Marhaen tidak lagi sebagai sesosok petani miskin, tetapi berubah menjadi pesan politik tentang arti penting kemerdekaan dan kemandirian. (Halaman 67)
Syaratnya adalah pengelolaan potensi alam sendiri tanpa harus bergantung kepada pihak asing. Melalui pesan – pesan politiknya, soekarno memberikan inspirasi penting pada zamannya hingga saat ini. (Halaman 67)
Tulisan Soekarno ini menunjukan dua hal penting : Pertama, betapa luasnya wawasan Soekarno. Dalam tulisan ini, Soekarno mengupas berbagai ideology dunia, baik yang ada di Eropa, Barat, maupun Negara – Negara Asia lainnya. Kedua, Soekarno begitu mendambakan persatuan sehingga tiga kubuh besar di Indonesia yang diwakili oleh paham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme tidak bisa saling menafikan. (Halaman 68)
Zaman “Senang dengan apa adanya”, sudahlah lalu. Zaman baru : zaman muda, sudahlah datang sebagai fajar yang terang cuaca. (Halaman 69)
Zaman teori kaum kuno, yang mengatakan bahwa.”Siapa yang ada dibawah, harus terima-senang. Yang barang kemas – kemasnya berguna untuk memelihara siapa yang lagi berdiri dalam hidup, “kini sudahlah tak mendapat penganggapan lagi oleh rakyat – rakyat Asia itu. (Halaman 69)
Sebab tipisnya kepercayaan itu adalah bersendi pengetahuan bersendi keyakinan, bahwa yang menyebabkan kolonisasi itu bukanlah keinginan pada kemasyhuran, bukan keinginan melihat dunia asing yang menjalankan kolonisasi itu ada terlampau sesak oleh banyaknya penduduk sebagai yang telah diajarkan oleh Gustay Klemm – akan tetapi asalnya kolonisasi jalan teristimewa soal rezeki. (Halaman 70)
“Yang pertama – tama menyebabkan kolonisai ialah hampir selamanya kekurangan kekal hidup dalam tanah airnya sendiri,”begitulah Dietrich Schafer berkata. (Halaman 70)
Ada mempunyai tiga sifat. NASIONALISTIS ISLAMISTIS, dan MARXISTIS lah adanya. (Halaman 71)
Partai Budi Utomo,”marhum” Nasional Indische Partij yang kini masih “Hidup”, Partai Sarekat Islam, Perserikatan Minahasa, partai Komunis Indonesia, dan masih banyak partai – partai lain. (Halaman 72)
Islamisme itu, ialah sesuatu agama, dalam politik jajahan bekerja bersama – sama dengan Nasionalisme yang mementingkan bangsa, dengan metarialismenya Marxis-me yang mengajarkan perbedaan ?
Akan hasilkah usaha kita merapatkan Budi Utomo yang begitu sabar halus (Gematiqd), dengan Partai Komunis Indonesia yang begitu keras sepaknya, begitu radikal militant terjangnya? Budi Utomo yang begitu evolusioner, dan Partai Komunis Indonesia. (Halaman 72)
“Bangsa adalah suatu persatuan rakyat itu,” begitulah katanya.
Nasionalisme ialah suatu iktikad, suatu kenyataan rakyat bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu “bangsa!” (Halaman 73)
Walaupun Nasionalisme itu dalam hakikatnya mengecualikan segala pihak yang tak ikut mempunyai “ Keinginan hidup menjadi satu” dengan rakyat itu : walaupun Nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan segala golongan yang tak merasa “satu persatuan hal ihwal yang telah dijalani oleh rakyat itu “ maka tak boleh kita lupa bahwa manusia – manusia yang menjadikan pergerakan Islamisme dan pergerakan Marxisme di Indonesia kita ini, dengan manusia – manusia yang menjalankan pergerakan Nasionalisme itu semua memunyai “keinginan hidup menjadi satu” – bahwa mereka dengan kaum Nasionalis itu merasa “satu golongan, satu bangsa”- bahwa segala pihak dari pergerakan kita ini, baik Nasionalis. (Halaman 74)
Banyak Nasionalis – nasionalis di antara kita yang sama lupa bahwa pergerakan nasionalisme dan islamisme di Indonesia ini-ya,diseluruh Asia-dan sama asalnya, sebagai yang telah kita uraikan diawal tulisan ini : dua – duanya berasal nafsu melawan “Barat,” atau lebih tegas, melawan kapitalisme dan imperialism Barat sehingga sebenarnya bukan lawan, melainkan kawannyalah adanya. (Halaman 78)
Dan jikalau Islam merdeka, maka nasionalisme kita itu adalah diperkuat oleh segenap kekuatannya iktikad internasional itu. (Halaman 78)
Nasionalisme yang segan berdekatan dan bekerja bersama – sama dengan kaum Marxis – Nasionalis yang semacam itu menujukkan ketiadaan yang sangat atas pengetahuan tentang berputarnya roda politik dunia dan riwayat. (Halaman 78)
Kita percaya bahwa semua nasionalis – nasionalis mudah adalah berdiri disamping kita. (Halaman 80)
Begitulah rakyat Indonesia kita ini, insyaf akan tragis nasibnya, sebagai sama bernaung dibawah bendera hijau, dengan muka kea rah kiblat, mulut mengaji La Haula wala kuwwata illa billah dan billahi fisabilillahi! (Halaman 82)
Seorang professor ini “akan berpengaruh besar atas kejadiannya politik di kemudian hari, bukan saja di Indonesia, tetapi diseluruh dunia Timur!” (Halaman 82)
Yang menyebabkan keseganan kaum Marxis untuk merapatkan diri dengan pergerakan islam itu; dan makin kemukanya sifat internasional itulah oleh kaum Nasionalis “Kolot” dipandang tersesat; sedangkan hampir semua Nasionalis, baik kolot maupun muda, baik evolusioner maupun revolusioner, sama berkeyakinannya bahwa agama itu tidak boleh dibawa – bawa ke dalam politik adanya. (Halaman 83)
Nasionalis – nasionalis dan Marxis – marxis tadi sama menuduh pada agama Islam. Kini begitu rusak keadaanya, begitu rendah derajatnya, hampir semuanya dibawah pemerintahan negeri – negeri Barat. (Halaman 83)
Rusaknya sosialisme Islam bukanlah disebabkan oleh Islam sendiri; rusaknya Islam itu ialah oleh karena rusaknya budi pekerti orang – orang yang menjalankannya. (Halaman 83)
Menurut wet evolusi dan susunan pergaulan hidup bersama, sudah satu historische Natwendingkeit, satu keharusan riwayat, yang negeri – negeri Barat itu menjalankan perampasan tadi. (Halaman 84)
Islam yang sejati mewajibkan pada pemeluknya mencintai dan bekerja untuk negeri yang ia dialami, mencintai, dan bekerja untuk rakyat di antaranya di mana ia hidup, selama negeri dan rakyat itu masuk Daris Islam? Seyid Djamaluddin El Afghani dimana – mana telah mengkhotbahkan nasionalisme dan patriotism, yang oleh musuhnya lantas saja disebutkkan “Fanatisme,”dimana pendekar Pan-islamisme ini mengkhotbahkan hormat akan diri sendiri, mengkhotbahkan rasa luhur diri, mengkhotbahkan rasa kehormatan bangsa, yang oleh musuhnya lantas saja dinamakan Chauvinism adanya. (Halaman 85)
Arabi Pasha, Mustafa Kamal, Mohammad Farid Bey, Ali Pasha, Ahmed Bey Agayeff, Mohammad Ali, dan Shaukat Ali, semuanya adalah panglimanya Islam yang mengajarkan cinta bangsa, semuanya adalah propagandis nasionalisme di masing – masing negerinya! Hendaklah pemimpin – pemimpin ini menjadi teladan bagi Islamis – islamis kita yang fanatic dan sempit budi, dan yang tidak suka mengetahui akan wajibnya merapatkan diri dengan gerakan suka mengetahui akan wajibnya merapatkan diri dengan gerakan bangsanya yang nasionalistis. (Halaman 85)
Kaum Marxis dan Islamis; menjadi saksi bagaimana tentara pergerakan kita telah terbelah jadi dua bagian yang memerangi satu sama lain. (Halaman 86)
Umat Islam tidak boleh lupa bahwa pemandangan Marxisme tentang riwayat menurut asas perbendaan inilah yang acapkali menjadi penunjuk jalan bagi mereka tentang soal – soal ekonomi dan politik dunia yang sukar dan sulit; mereka tak boleh pula lupa bahwa caranya (method) historis materialism. (Halaman 87)
Kaum Islamis tidak boleh lupa bahwakapitalisme, musuh Marxisme itu ialah musuh Islamisme pula! Sebab meerwaarde sepanjang paham Marxisme, dalam hakikatnya tidak lainlah daripada riba sepanjang paham Islam. (Halaman 87)
Sebagai tebaran benih yang ditiup angin kemana – mana tempat, dan tumbuh pula dimana – mana ia jatuh, maka benih Marxisme ini berakar dan bersulur, di pula, maka kaum “Bursuasi” sama menyiapkan diri dan berusaha membasmi tumbuh – tumbuhan “bahaya proletar” yang makin lama makin subur itu. (Halaman 95)
Pergerakan Marxisme di Indonesia ini, ingkarlah sifatnya kepada pergerakan yang berhaluan Nasionalistis, ingkarlah kepada pergerakan yang berasas keislaman. (Halaman 95)
Nasionalis dan Islamis yang menunjuk – nunjuk akan bencana kekalang – kabutan dan bencana kelaparan yang telah terjadi oleh “praktiknya” paham Marxisme, dan tak mengertinya atas sebab terpelesetnya tadi. (Halaman 97)
Bahwa Failliet dan kalangkabutnya Negeri Rusia adalah dipercepat pula oleh penutupan atau blockade oleh semua musuh – musuhnya; dipercepat pula oleh hantaman dan serangan pada empat belas tempat oleh musuh – musuhnya, seperti Inggris, Prancis, dan Jenderal – jenderal Koltchak, Denikin, Yudenitch, dan Wrangel; dipercepat pula anti propaganda yang dilakukan oleh hampir semua surat kabar diseluruh dunia. (Halaman 97)
H.G. Welles penulis Inggris yang masyhur itu, seorang yang bukan komunis, umpamanya kaum Bolshevik itu “ tidak dirintang – rintangi. Barangkali bisa menyelesaikan suatu eksperimen. (Halaman 98)
Demikian pula, tak pantaslah kaum Marxis itu berbenturan dengan pergerakan Islam yang sunguh – sungguh, tak pantas mereka memerangi pergerakan, yang sebagaimana kita sudah uraikan di atas, dengan seterang – terangnya bersikap antikapitalisme. (Halaman 101)
Dan jikalau kita semua insyaf bahwa kekuatan hidup itu letaknya tidak dalam menerima, tetapi dalam memberi; jikalau semua kita insyaf bahwa dalam bercerai berai itu letaknya benih perubahan kita jikalau semua Insyaf bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita punya Viadolorosa; Jikalau kita insyaf bahwa roh rakyat kita masih penuh kekuatan untuk menjunjung diri menuju sinar yang satu yang berada di tengah – tengah kegelapan gulisa yang mengelilingi kita ini maka pastilah persatuan itu terjadi dan pastilah sinar itu tercapai juga. (Halaman 105)
Ditengah kondisi masyarakat saat itu yang masih menjadikan perempuan sebagai pihak yang seolah – olah menjadi nomor dua dalam tatanan sosial dan perjuangan, Soekarno menghentak publik dengan tulisan yang begitu provokatif. (Halaman 106)
Soekarno menggambar pergerakan pembebasan masyarakat sekaligus menunjukkan peran perempuan yang tidak hanya berada di wilayah domestik, tetapi juga dapat berperan diwilayah publik. Bahwa berada dijantung pergerakan pembebasan dan perubahan sosial. (Halaman 106)
Pada tulisan ini Soekarno mengingatkan bahwa kemajuan sebuah bangsa terletak di pundak kaum perempuan. (Halaman 106)
Soekarno juga memberikan informasi tentang keberadaannya yang tidak akan pernah “Mati” dengan hanya perlakuan itu dibalik tahanan, dengan sejumlah perintah dan aturan yang ketat Soekarno tetap mengorbankan semangat perjuangan. (Halaman 122)
Jiwa kepemimpinan Soekarno semakin terlihat ketika dirinya begitu empati terhadap kondisi masyarakat pada saat itu. Baginya namun dirinya tidak mau diperlakukan berlebihan sehingga dapat membebani masyarakat. (Halaman 126)
Pesan Soekarno dalam pleidoi ini, pesannya tidak hanya ditujukan kepada para hakim yang sedang menyidangkannya tetapi juga kepada pihak luar. (Halaman 128)
Soekarno mengingatkan kepada Belanda bahwa dirinya bukan kaum pemberontak, bukan kaum yang ingin membuat onar, melainkan orang yang ingin menuntut haknya untuk merdeka. (Halaman 128)
Soekarno juga menekankan akan pentingnya kemerdekaan sekaligus meyakinkan kepada hakim dan dunia bahwa suatu saat Indonesia pasti akan merdeka. (Halaman 128)
Soekarno juga menekankan akan pentingnya kemerdekaan sekaligu meyakinkan kepada hakim dan dunia bahwa suatu saat Indonesia pasti akan merdeka. (Halaman 129)
Soekarno mengukuhkan dirinya sebagai orang yang memiliki visi Keindonesiaan yang paripurna. (Halaman 134)
Selain menunjukkan keluasan wawasan tentang pergerakan, ideology, dan profil tokoh – tokoh penting dunia dalam melakukan pergerakan serta pembebasan bangsanya masing – masing Soekarno juga menunjukan penguasaan bahasa dari berbagai bangsa besar dunia. (Halaman 134)
Pidato ini juga memberikan pesan tentang betapa dalamnya pemahaman soekarno terhadap budaya dan kekayaan bangsanya sendiri. (Halaman 134)
Soekarno juga menyampaikan pesan penting tentang sikapnya yang menentang keras terhadap kolonialisme dan penjajahan yang sejak lama dilakukan oleh Negara – Negara besar kepada Negara lain. (Halaman 179)
menurut Soekarno, merupakan hak asasi manusia sekaligus hak nasional. (Halaman 179)
Menurut Soekarno, menjadi lemah hanya karena menolak keanggotaan Tiongkok. Sedangkan Soekarno begitu gigihnya memperjuangkan Tiongkok dan Negara – Negara lain agar diterima menjadi anggota PBB. (Halaman 179)
Soekarno mengulang kembali pentingnya kemerdekaan dan perdamaian, hingga muncul beberapa kalimat yang sangat keras. “Hanya serukan kepada tuan – tuan : tempatkanlah kewibawaan dan kekuatan moral dan organisasi Negara – Negara ini di belakang mereka yang berjuang untuk kemerdekaan. (Halaman 179)
Berkaitan dengan kepentingan nasional, Soekarno menjelaskan dihadapan para peserta sidang. Sebuah dasar Negara Indonesia yang disebut Pancasila. (Halaman 180)
Internasionalisme yang sejati harus didasarkan atas persamaan kehormatan, persamaan penghargaan dan atas dasar penggunaans secara praktis dari pada kebenaran bahwa semua orang adalah saudara. (Halaman 224)
Keempat, Demokrasi bagi kami, Bangsa Indonesia, Demokrasi mengandung tida unsur yang pokok, Demokrasi mengandung, pertama prinsip yang kami sebut mufakat, yakni kebulatan pendapat. (Halaman 225)
Organisasi Perserikatan Bangsa – bangsa ini adalah organisasi dari bangsa – bangsa yang sederajat, organisasi dari Negara – negara yang merupakan kedaulatan yang sederajat kemerdekaan yang sederajat dan rasa bangga yang sederajat tentang kedaulatan serta kemerdekaan. (Halaman 225)
Selain berbicara tentang statusnya sebagai pemimpin besar Revolusi dan presiden seumur hidup, yang merupakan pemberian dari MPRS, Sokarno juga mengulas pesan Penting berkaitan dengan Trisakti. (Halaman 240)
Isi Trisakti adalah berdaulatan dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan. Berdikari di bidang ekonomi merupakan senjata paling ampuh di tangan seluruh Bangsa Indonesia. (Halaman 240)
Soekarno kembali meyakinkan para anggota MPRS bahwa dirinya tidak akan bosan untuk selalu menyampaikan semangatnya untuk terus mengabdi dan menjadi bagian proses revolusi sekaligus mengisi masa kemerdekaan. (Halaman 241)


BAB III
KOMUNIKASI NONVERBAL SOEKARNO

A.    Komunikasi Nonverbal
Menurut Hardjana (2003 : 26), Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata – kata dalam kehidupan nyata, komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal. (Halaman 263)
Sedangkan Wood (2009 : 131( Menyatakan, komunikasi Non-verbal adalah semua aspek komunikasi selain kata – kata ini mencakup bagaimana kita mengucapkan kata – kata (infleksi, volume), fitur, lingkungan yang memengaruhi interaksi (suhu, pencahayaan), serta benda – benda yang mempengaruhi citra pribadi dan pola interaksi. (Halaman 263)
Satu perbedaan utama antara komunikasi verbal dan nonverbal ada persepsi mengenai niat (intent) Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner, sebagaimana dikutip WIbowo dalam blognya, bahwa sebuah pesan verbal adalah komunikasi jika pesan tersebut :
1.      Dikirim oleh sumber dengan sengaja, dan
2.      Diterima oleh penerima secara sengaja pula. (Halaman 263)
Komunikasi nonverbal cenderung kurang dilakukan dengan sengaja dan kurang halus apabila dibandingkan dengan komunikasi verbal.

B.     Fungsi komunikasi Nonverbal
Komuniksi verbal dan nonverbal memiliki perbedaan, keduanya dibutuhkan untuk berlangsungnya tindak komunikasi yang efektif.Secara historis, kode nonverbal sebagai suatu multisaluran akan mengubah pesan verbal melalui enam fungsi: pengulangan (rapetion), perlawanan (contradiction). Pengganti (substitution), pengaturan (regulation), penekanan(accentuation), dan pelengkap (complementation). (Halaman264)
Pesan – pesan nonverbal juga berfungsi untuk mengontradiksikan atau menegaskan pesan verbal, seperti dalam sarkasme atau sindiran- sindiran tajam. (Halaman265)
Fungsi lain dari komunikasi nonverbal adalah mengatur pesan verbal.perilaku nonverbal digunakan secara bersama – sama dengan bahasa verbal :
1.      Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal, misalnya menyatakan terimakasih dengan tersenyum
2.      Perilaku nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal, misalnya mengatakan arah tempat
3.      Tindak komunikasi nonverbal melengkapi pernyataan verbal, misalnya menyuruh orang pergi dengan melambaikan tangan menyuru orang pergi dengan melambaikan tangan keluar sebagai tanda menyuruh pergi
4.      Perilaku nonverbal sebagai pengganti dari komunikasi verbal
(Halaman265)

C.    Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Politik
Dalam komunikasi politik, komunikasi nonverbal menjadi bagian tidak terpisahkan. (Halaman266)
Proses komunikasi politik disini menjadi terintegrasi antara verbal dan nonverbal. Dengan memperhatikan bagaimana cara menyampaikan pesan tidak hanya memikirkan apa pesan yang mau disampaikan. (Halaman266)
Menurut Wood (2009: 27) Komunikasi nonverbal dapat berupa bahasa tubuh (gesture), danda (sign), tindakan/perbuatan (action), atau objek (object).
1.      Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh yang berupa raut wajah, gerak kepala, gerak tangan, gerak – gerik anggota tubuh mengungkapkan berbagai perasaan, isi hati dan pikiran, kehendak, serta sikap orang.
2.      Tanda
Dalam komunikasi nonverbal, tanda mengganti kata – kata, misalnya bendera, rambu – rambu lalu lintas darat, laut, udara, dan aba – aba dalam olah raga. Untuk manusia bisa juga pangkat dan pakaian kebesaran, serta symbol – symbol lain yang dikenakan.
3.      Tindakan/Perbuatan
Tindakan bukan dimaksudkan mengganti kata – kata secara khusus, tetapi dapat menghantar makna. Misalnya, menggebrak meja dalam pembicaraan, menutup pintu keras – keras pada waktu meninggalkan rumah, menekankan gas mobil kuat – kuat, semua itu mengandung makna tersendiri, merangkul sebagai tanda simpati atau peduli.
4.      Objek
Objek sebagai bentuk komunikasi nonverbal juga tidak mengganti kata, tetapi dapat menyampaikan arti tertentu, misalnya pakaian, komunikasi nonverbal adalah studi Albert Mahrabian (1971), sebagaimana dikutip , menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dan pembicaraan orang 7% berasal dari bahasa verbal, 38% dari vocal, dan 55% dan ekspresi muka. Mark Knapp (1978), kata Wibowo, menyebut bahwa penggunaan kode nonverbal dalam berkomunikasi memiliki fungsi untuk :
a.       Meyakinkan apa yang diucapkannya (repetition)
b.      Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata – kata (Substitution)
c.       Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (Identity)
d.      Menambaha atau melengkapi ucapan – ucapan yang dirasakan belum sempurna.(Halaman 267)

D.    Bentuk – bentuk Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal menurut Verderber (2005), dalam id.wikipedia,org/wiki/komunikasi_nonverbal, dapat idlakukan melalui berbagai cara :

a.       Sentuhan
Haptik adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal. Yang termasuk sentuhan di antaranya bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif maupun negative.
b.      Kronemik
Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas. Banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality). Termasuk juga waktu yang digunakan seperti pagi, siang, sore, dan malam. Waktu dalam komunikasi sangat memengaruhi efektivitas komunikasi.
c.       Proxemik
Proxemik atau bahasa ruang adalah jarak yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi anda berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban Anda dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau tidak suka, dan perhatian terhadap orang lain, selain itu juga menunjukan symbol sosial. (Halaman 268)

E.     Komunikasi Nonverbal Soekarno
Yang dilakukan Soekarno dalam proses perjalanan politiknya, mulai dari remaja yang sudah belajar berpidato, sehingga akhirnya diberi gelar sebagai Singa Podium, mencerminkan keluasan wawasan dan kemampuan menyampaikannya. Publik tidak pernah bosan untuk mendengarkan pidato Soekarno. Bahkan apda zamannya, tidak sedikit masyarakat yang berada diseberang pulau dating ke tempat dimana Soekarno berpidato.(Halaman 269)
Gerakan tangan Soekarno sangat khas, acapkali telunjuknya menunjuk ke atas dan depan. Hal ini menjadi semakin menarik bagi  masyarakat yang menyaksikannya.menunjukkan dirinya sebagai pemimpin dari Negara yang baru, merdeka, namunt idak layak disepelehkan. (Halaman 269)
Bahasa tubuh atau gesture dalam komunikasi menunjukkan tentang karakteristik seseorang. Cara mengekspresikan pesan komunikasi juga ditampilkan dengan sangat meyakinkan sebab dibarengi bahasa tubuh yang begitu ekspresif. (Halaman 269)
Gerak tubuh bisa berfungsi menjelsakan atau memberikan penekanan pada sebuah pesan yang disampaikan. (Halaman 269)

BAB IV
SOEKARNO DAN MEDIA MASSA

A.    Media Massa dalam Komunikasi Politik
Untuk menyalurkan pesan politiknya, para actor politik selalu memanfaatkan saluran komunikasi sesuai kebutuhan dan kondisinya. Namun, ketika yang menjadi target pesan politik adalah orang banyak, politikus akan menggunakan media massa untuk menyampaikan pesan politiknya.Nimmo (2005:169) mengutip innis, memfokuskan pada dua saluran komunikasi utama, yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tertulis. (Halaman 286)
Menurut Arifin (Ardial, 2009: 160), media massa dipandang sebagai saluran bagi seseorang yang menyatakan gagasan, isi jiwa atau kesadarannya. (Halaman 286)
Dalam dunia politik, media massa semakin efektif mengingat keberadaan public yang sangat menyebar dan banyak.Pergeseran peran media massa dari saluran ke actor politik semakin menegaskan identitas media dalam dunia politik. Bagi para pelaku politik, kondisi ini mengalami perubahan perilakuan, dari sekedar mengisi atau memanfaatkan media yang ada menjadi memiliki dan menguasai media. (Halaman 287)
Perannya tidak hanya dalam konteks pendistribusian pesan yang bersifat umum, tetapi jauh lebih penting dari itu, yaitu nilai berita yang akan diterima oleh khalayak.
Menurut Blumier dalam McQuail (2011 : 181), membuat itga poin kunci : pertama sebagaimana dalam hal pemerintah terdapat pertanyaan mengenai kekuasaan juga kekuatan.”Dalam komunikasi, media diletakan secara serupa. (Halaman 287)
Adalah fungsi media massa dalam kehidupan politik. Karena sifatnya yang sentral dalam politik, media massa memiliki fungsi penting dan strategis. (Halaman 288)
Dua fungsi berikutnya yang dapat dijadikan sandaran mengapa media massa juga penting dalam aktivasi politik, yaitu berkaitan dengan fungsi persuasi dan Agenda Setting. (Halaman 288)
Berger dalam Eriyanto (2005: 15) menjelaskan pentingnya memahami konstruksi dalam media massa. (Halaman 289)
Sastropoetro (1982 : 37), dikenal dengan symbolic interaction, yaitusuatu propaganda yang menggunakan symbol – symbol komunikasi yang penuh arti, seperti bahasa (lisan atau tulisan), gambar dan tanda.
Peran Soekarno dalam konteks komunikasi massa, selama proses perjuangann menyadarkan kaum pribudi dari cengkramankaum penjajah. (Halaman 289)

B.     Soekarno pembaca sekaligus penulis hebat
Soekarno selalu mengingat pesan gurunya, yaitu Cokroaminoto, yang mengatakan, “Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan berbicaralah seperti orator.” (Halaman 290)
Pesan tersebut terpatri dan menjadi bagian dari catatan dalam diri Soekarno sehingga benar – benar terwujudkan pesan gurunya tersebut selama proses perjuangan membebaskan Bangsa Indonesia. (Halaman 290)
Selain bahasa, modal besar yang dimiliki Soekarno adalah kesukaan dan kemampuan membacanya yang luar biasa. (Halaman 291)
Sleain itu, Soekarno membaca karya – karya fenomenal tentang para actor pengubah dunia yang sangat mengguncang, serta karya – karya dari para pemikir dan orang – orang bijak pun tidak luput dibacanya. (Halaman 291)
Menurut Soemohadiwidjojo (2013: 29), Soekarno lebih banyak menulis daripada berpidato. (Halaman 291)
Setelah selesai menempuh pendidikan di THB, tulisan Soekarno banyak dimuat dimajalah Suluh Indonesia Muda. (Halaman 291)
Setelah keluar dari Penjara Sukamiskin, Soekarno meneruskan kegiatan dalam menggores pena untuk menggugah rasa kebangsaan Indonesia. (Halaman 292)
Majalah Fikiran Ra’jat adalah media kaum pergerakan  yang beraliran nonkooperasi. (Halaman 292)
Soekarno menjabat sebagai pemimpin sidang redaksi, kehadiran kutipan tokoh – tokoh dunia dalam media yang dinisbahkan sebagai majalah politik popular ini, menunjukkan keluasan Soekarno dalam bacaan dan wawasannya.
Artikel penting yang berkaitan dengan ideology dan wawasan politik dunia, majalah ini juga membuat berbagai informasi (cuplikan) peristiwa di berbagai belahan dunia lainnya. (Halaman 294)
Majalah ini pun membuat berbagai informasi, seperti jumlah eksemplar, harga satuan majalah, mekanisme pemesanan (bagi yang mau berlangganan), informasi agen atau pengecer majalah, termasuk infomrasi harga kebutuhan pokok.
Jelas majalah ini sangat representative bagi Soekarno untuk menjadikannya sebagai saluran politik. (Halaman 295)
Ketika menjalani masa pengasingan di Ended an Bengkulu, Soekarno masih aktif menulis. (Halaman 295)
Sebagaian tulisan Soekarno pada masa prakemerdekaan ini berhasil dikumpulkan kembali dan dibukukan dalam buku dibawah Bendera Revolusi jilid pertama yang terbit pada 1963. (Halaman 295)
Soemohadiwidjojo (2013 : 30), Soekarno juga mulai belajar berpidato. Karena lihai dalam menulis, hingga kemudian menjadi presiden, teks – teks pidato resmipun yang sekiranya perlu ditulis terlebih dahulu, Soekarno menulisnya sendiri, tidak dibuatkan oleh staf khusus. (Halaman 295)

C.    Tulisan – tulisan Soekarno di Media Massa
Beberapa contoh tulisan Soekarno di beberapa media massa.
·         Demokrasi – Politik dan Demokrasi – Ekonomi
Apakah demokrasi itu ? Demokrasi adalah “Pemerintahan rakyat” cara pemerintahan ini memberi hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah.
Cara pemerintahan ini sekarang menjadi cita – cita semua partai nasionalis di Indonesia. Tetapi, dalam mencita – citakan paham dan cara pemerintahan demokrasi itu kaum Marhaen toh harus berhati – hati. Artinya, jangan meniru saja “demokrasi – demokrasi” yang kini dipraktikkan di dunia luaran.
Bagiamanakah praktiknya demokrasi di dunia luaran itu ? yang membawa “Demokrasi mula – mula didunia barat ialah pemberontakan Prancis kurang lebi 100 atau 125 tahun yang lalu. Sebelum ada pemberontakan Prancis, cara pemerintahan Eropa adalah tokrasi, didalam tangan raja. Rakyat tidak ikut bersuara. Rakyat harus menurut saja. Raja mengaku dirinya sebagai wakil Allah di dunia ini. Salah seorang raja yang demikian itu pernah ditanya oleh salah satu seorang menterinya: “Raja, apakah Staat itu? “apakah yang dinamakan staat itu?” raja menjawab:”Staat adalah aku sendiri L’Etat,c’;est moi!” memang raja ini adalah seorang otokrat yang tulen!
Didalam cara pemerintahan otokrasi itu, raja disokong oleh dua golongan. Pertama: golongan kaum ningrat, kedua : golongan kaum penghulu agama. Kedua golongan ini menjadi bentengnya raja, bentengnya otokrasi, jadi : raja + kaum ningrat – kaum penghulu agama adalah “gambarnya” kaum jempolan didalam masyarakat itu, masyarakat yang demikian itu dinamakan masyarakat FEODAL. Tetapi, lambat laun timbullah satu golongan baru, satu kelas baru yang ingin mendapat kekuasaan pemerintah. Golongan baru atau kelas yang ingin mendapat kekuasaan pemerintah. GOlongan barua tau keals baru ini adalah kealsnya kaum borjuis . Mereka punya perusahaan – perusahaan, mereka punya perniagaan, mereka punya pertukangan, mulai lahir dan timbul. Untuk suburnya dan selamatnya mereka punya perusahaan, perniagaan, dan pertukangan itu, perlulah mereka mendapat kekuasaan pemerintah. Mereka sendirian yang lebih tahu mana undang – undang, mana aturan – aturan, mna cara pemerintahan yang paling baik buat kepentingan mereka dan bukan raja bukan kaum ningrat bukan kaum penghulu agama!
Tetapi, kekuasaan masiha da ditangan raja dibentengi oleh kaum ningrat dan kaum penghulu agama!
“Welnu,”kata kaum borjuis,”kekuasaan itu harus direbut!” tetapi buat merebut, orang harus mempunyai kekuatan ! padahal kaum borjuis belum mempunyai kekuatan itu1
“Nah”, kata kaum borjuis sekali lagi,”kita memakai kekuatan rakyat jelata!”
Dan begitulah maka rakyat jelata itu oleh kaum borjuis lalu diajak bergerak, dibui matanya bahwa pergerakannya itu ia untuk mendatangkan kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraa!”Liberte, Fraternite, Egalite,”adalah semboyan pergerakan borjuis yang memakai tenaga rakyat itu.
Rakyat menurutnya, rakyat berkelahi mati – matian! Apakah sebabnya rakyat dibawah pemerintahan otokrasi itu adalah nasib yang sengsara sekali, dan bahwa rakyat itu masih kurang sadar yang ia hanya menjadi perkakas borjuis saja.
Pergerakan memang! Raja runtuh, kaum ningrat runtuh, kaum penghulu agama runtuh pendek kata : otokrasi runtuh diganti dengan cara pemerintahan baaru yang dinamakan “Demokrasi”. Di negeri diadakan parlemen. Dan “Rakyat boleh mengirim utusan ke parlemen itu”.
Cara pemerintahan inilah yang kini dipakai oleh semua negeri di Eropa barat dan Amerika
Prancis mempunyai parlemen, inggris mempunyai parlemen, Belanda mempunyai parlemen, Amerika Utara mempunyai parlemen  semua negeri modern mempunyai parlemen. Di semua negeri modern itu adalah “Demokrasi”.
Tetapi disemua negeri modern itu kapitalisme subur dan merajalela! Di semua negeri modern itu kaum proletar ditindas hidupnya. Di semua negeri modern itu kini hidup milyunan kaum penganggur, upah dan nasib kaum buruh adalah upah dan nasib kokoro. Disemua  negeri modern itu kaum proletar ditindas hidupnya. Disemua negeri modern itu kini hidup Milyunan kaum penganggur, upah dan nasib kaum buruh adalah upah dan nasib kokoro disemua negeri modern itu rakyat tidak selamat, bahkan sengsara sesengsara – sengsaranya.
Inikah hasilnya “Demokrasi yang dikeramatkan orang?
Amboi – parlemen! Tiap – tiap kaum proletar kini bisaikut memilih wakil ke dalam parlemen itu, tiap – tiap kaum proletar kini bisa ikut memilih wakil ke dalam aprlemen itu, tiap – tiap kaum proletar kini bisa“ikut memerintah!” Ya, tiap – tiap kaum proletar kini, kalau dia mau, bisamengusir minister, menjatuhkan minister itu terpelanting daripada kursinya. Tetapi, pada saat yang ia bisa menjadi “raja” di parlemen itu, pada saat itu juga ia senkdiri bisadiusir dari pabrik dimana ia bekerja dengan upah kokoro dilemparkan di atas jalan, menjadi orang pengangguran!
Inikah “demokrasi” yang dikeramatkan itu?
Dengarkanlah pidatonya Jean Jaures – bukan komunis! – mengkritik “demokrasi” itu.
“Kamu, kamu borjuis, kamu mendirikan republic, dan itu adalah kehormatan yang besar: kamu membikin republik itu teguh dan kuat, tidak dapat diubah sedikit pun juga, tetapi karena itulah kamu telah mengadakan pertentangan antara susunan politik dan susunan ekonomi.
Karena pemilihan umum, kamu telah membikin semua penduduk berkumpul di dalam rapat yang seolah rapatnya raja – raja. Mereka punya kemauan adalah sumbernya tiap undang – undang, tiap pemerintahan tetapi, pada saat itu juga yang diburu tuan didalam urusan politik, maka ia adalah menjadi budak belian didalam urusan ekonomi.
Pada saat yang ia menjatuhkan menteri – menteri, maka ia sendiri bisa diusir dari bingkil zonder ketentuan sedikit juapun apa yang esok harinya akan dimakan. Tenaga pekerjaannya hanyalah suatu barang belian, yang bisadibeli atau ditampik oleh kaum majikan. Ia bisadiusir dari bingkil karena ia tak mempunyai hak ikut menentukan peraturan – peraturan bingkil, yang saban hari, zander dia tetapi buat menindas dia, ditetapkan kaum majikan sendiri!”
Sekali lagi : inilah “Demokrasi” yang orang keramatkan itu?
Bukan, ini bukan demokrasi yang harus kita tiru, bukan demokrasi untuk kita kaum Marhaen Indonesia! Sebab “demokrasi” yang begitu hanyalah demokrasi parlemen saja, yakni hanya demokrasi politik saja. Demokrasi ekonomi tidak ada.
D.    Sosio nasionalisme dan Sosio-Demokrasi
Didalam karangan saya yang la lu, saya terangkan dengan singkat bahwa demokrasi politik saja belum menyelamatkan rakyat. Bahkan dinegeri – negeri, seperti Inggris, Nederland, Prancis, Amerika dll, di mana demokrasi telah dijalankan, kapitalisme merajalela, dan kaum Marhaennya papa sengsara!
Kaum nasionalis Indonesia tidak mengeramatkan “demokrais” yang demikian itu, Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang tidak mencari “gebyarnya” atau kilaunya negeri luar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia.
Banyak diantara kaum Nasioonalis Indonesia yang berangan – angan, “Jempol sekali jikalau negeri kita bisa] seperti Negara Jepang atau Negeri Amerika atau Negeri Inggris! Armadanya ditakuti dunia, kotanya hebat – hebat, bank – banknya meliputi dunia, benderanya kelihatan dimana – mana!”
Kaum nasionalis yang demikian itu lupa bahwa barang yang hebat – hebat itu adalah hasilnya kapitalisme, dan bahwa kaum Marhaen di negeri – negeri itu adalah tertindas. Kaum Nasionalis yang demikian itu adalah kaum nasionalis yang bergerlik, yaitu kaum nasionalis berjuis. Mereka bisa] juga revolusioner, tetapi revolusionernya adalah BURGERLIJK REVOLUSIONER. Mereka hanyalah ingin Indonesia Merdeka saja sebagai maksud yang penghabisan, dan tidak ssesuai masyarakat yang adil zonder adalah kaum yang tertindas. Mereka lupa bahwa Indonesia Merdeka hanyalah suatu syarat saja untuk memperbaiki masyarakat Inonesia yang rusak itu. Merkea adalah burgerlijk revolusioner, dan tidak SOCIAL REVOLUTIONAIR, tidak MARHAENISTIS REVLUTIONAIR.
Nasionalisme kita tidak boleh nasionalisme yang demikian itu. Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang mencari selamat-nya perikemanusiaan. Nasinalisme kita haruslah lahir daripada menselijkheid.”Nasionalismeku adalah perikemanusiaan” begitulah Ganhi berkata.
Nasionalisme kita, oleh karenanya, haruslah nasinonalisme yang dengan perkataan baru kami sebutkan :SOSIO-NASIONALISME., Dan demokrasi yang harus kita cita – citakan haruslah juga dmeokrasi yang kami sebutkan :SOSIO-DEMOKRASI.
Apakah sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi itu?
Dua perkataan ini adalah perkataan bikinan, kami punya bikinan, sebagaimana perkataan Marhaen adalah tempo hari kami”bikinan” buat menyebutkan kaum yang melarat-sengsara, maka perkataan sosio-nasionalisme sosio-demokrasi adalah pula perkataan bikinan untuk menyebutkan kita punya nasinalisme dan kita punya demokrasi.
Sosio adalah terambil dari pada perkatana yang berarti:masyarakat pergaulan hidup, hirup-kumbuh, slahwee.
Sosio-nasionalisme adalah dus: nasionalisme-masyarakat, dan sosio-demokrasi adalah demokrasi-masyarakat.
Tetapi apakah nasionalisme-masyarakat dan demokrasi-masyarakat itu?
Nasionalisme masyarakat adalah nasinalisme yang timbulnya tidak karena “rasa” saja, tidak karena “Gevoel” saja, tidak karena “Iyriek” saja-tetapi karena keadaan keadaan yang nyata di dalam masyarakat. Nasinalisme masyarakat sosio nasionalisme bukanlah nasionalisme ngalamun, bukanlah nasionalis kemenjan, bukanlah nasionalisme melanjang, tetapi ialah nasionalisme yang dengan dua – dua kakinya berdiri didalam masyarakat.
Memang maksudnya sosio-nasionalisme ialah memperbaiki keadaan – keadaan didalam masyarakat itu sehingga keadaan yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang celaka, tidak ada kaum yang papa-sengsara.
Oleh karenanya, maka sosio-nasionalisme adalah nasionalisme Marbaen, dan menolak tiap tindak borjuisme yang menjadi sebabnya kepincangna masyarkat itu. Jadi: sosio-nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi-suatu nasinalisme yang bermaksud nmencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan negeri serta keberesan rezeki.
Dan demokrasi masyarat? Demokrasi-masyarakat, sosio demokrasi adalah timbul karena sosio-nasionalisme. Sosio-demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan dua kakinya didalam masyarakat. Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan sesuatu gundukan kecil saja, tetapi kepentingan masyarakat, sosio-demokrasi bukanlah demokrasi ala Revolusi Prancis, bukan demokrasi ala Amerika, ala Inggris, ala Nederlan, ala Jerman, dll-tetapi ia adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri serta keberessan rezeki. SOsio-demokrasi adalah demokrasi-politik dan demokrasi-ekonomi.

E.     Sekali lagi tentang Sosio-Nalisme dan Sosio-Demokrasi
Seorang pembaca yang dengan sungguh-sungguh membaca tulisan saya tentang sosio-nalisme dan sosio-demokrasi beserta soal kapitalisme bangsa sendiri, dan yang juga membaca pers lah pidato. Saya di Mataram akhir – akhir ini adalah minta penyuluhan lebih lanjut tentang:
Bagaimana sikap sosio-nalisme tentang soal buruh, dan bagaimana sikap sosio-nasional tentang soal non-kooperasi?
Marilah saya lebih dahulu memberi penyuluhan tentang soal yang pertama : soal baika tau tidaknya orang menjadi kaum buruh. Soal nasionalisme adalah “Nasinalisme masyarakat.” Nasionalisme yang mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wet-nya masyarakat itu. Didalam karangan saya yang membicarakan nsosio-nalisme itu, saya sudah katakana bahwa sosio-nalisme adalah bukanlah nasionalisme ngalamun, bukan nasionalisme hati saja, bukanlah nasionalisme lyriek saja tetapi ialah nasionalisme yang diperhitungkan, nasionalisme ber-ekening. Itulah sebabnya, maka sosio-nalisme ialah nasionalisme yang bertindak menurut wet-wet-nya masyarakat, dan tidak bertindak melanggar wet-wet-nya masyarakat itu.
Sekarang, apakah wet-wet-nya masyarakat tentang soal perburuhan? Wet-wet-nya masyarakat tentang soal perburuhan ialah bahwa perburuhan itu adalah cocok dengan sifat hakikatnya masyarakat yang sekarnag ini, yaitu cocok dengan hakikatnya masyarakat yang kapitalistis, peburuhan adalah memang dasarnya dunia yang kapitalistis. Perburuhan kita dapatkan, dimana- mana kapitalisme ada, dan perburuhan timbul dimana kapitalisme timbul. Ia adalah kehendaknya masyarakat. Ia adalah dua memang tertalikan atau inheren kepada masyarakat yang sekarang ini.
Sosio-nalisme adalah karenanya, harus memandang perburuhan ini sebagai suatu keharusan, sosio-nalisme tidak menyenangkan dunia sekarang ini zander perburuhan. Ya, sosionalisme harus menerima adanya perburuhan itus ebagai salah satu alat, sebagai suatu gegeven, didalam perjuangannya.
O, memang baik sekali sosio-nalisme mengajukan “pencarian merdeka” dan kita pun memang harus memajukan “pencarian merdeka” itu. Terutama didalam dunia colonial, idmana imperialism telah merebut hamper tiap – tiap rasa percaya pada diri sendiri, dimana rakyat telah berabad – abad kena injeksi rasa ketidak mampuan, dimana rasa percaya pada diri sendiri adalah bisa] terbasmi sampai kekutu – kutunya-terutama didalam dunia colonial itu,”pencarian merdeka” adalah besar faedahnya. Tetapi, siapa ayng berkenang – kenangan suatu masyarakat Indoensia sekarang ini melulu terdiri dari kaum pencaharian mereka saja-suatu masyarakat Indonesia yang melulu terdiri dari orang – orang warung, orang – orang pertukangan kecil, orang – orang pertanian kecil, orang – orang tahu, orang – orang soto, orang – orang cendol-ia sebenarnya didalam ideologinya yang konservatif, berideologi yang tidak ikut dengan tendenz-nya pergaulan-hidup ia adalah orang yang mau membelokkan jurusannya masyarakat seorang reaksioner, seorang Indonesia berpencarian merdeka dan tidak menjadi budak kapitalis dan imperialis, niscaya kapitalisme dan imperialism  itu akan gugur sebagai gedung yang hilang alasnya kenang – kenangannya yang “semua orang Indonesia berpencarian merdeka” adalah kenang – kenangan “ngelangut”, suatu kenang – kenangan yang mau membalikkan masyarakat kemabli ke dalam kabut halimunnya, keadaan kuno yang sediakala. Ia harus mengerti bahwa  cara perjuangan “menjatuhkan imperialism dengan mustahil bisa] berjalan 100%dan dua mustahil bisa] berbuah 100%. Ia harus mengerti bahwa cara perjuangan yang demikian itu adalah cara perjuangan yang anti-sosial, yakni karena mau menghilangkan perburuhan didalam dunia sekarang ini adalah barang yang tidak bisa] terjadi, dan BERTENTANGAN dengan tendenz-nya masyarakat.
Ia harus megnerti bahwa sebutan “menjadi buruh adalah hal yang hina” adalah sebutan yang bodoh. Tidaklah, jikalau benar perburuhan adalah barang yang hina, seluruh dunia dus penuh dengan “orang yang hina” –dunia yang beratusan juta kaum buruhnya itu ?
Tidak, yang hina bukanlah perburuhan, bukanlah haknya orang menjadi kaum buruh. Yang hina ialah semangat perburuhan, semangat perbudakan yang kerapkali hidup didalam kalbunya kaum buruh, semanga tperbudakan inilah yang harus dilenyapkan oleh kaum sosio-nasionalis, semangat perbudakan inilah yang harus mereka berantas dan ubah menjadi semangat perjuangan yang seinsyaf-insyafnya, terus berdiri dengna gagah perkasa, semangat perbudakan inilah yang oleh karenanya harus kita gugurkan dan kita ganti dengan semangat perlawanan sadar dan menyala.
Jsutru adanya perburuhan itulah harus menjadi salah satu senjatanya sosio-Nalisme melawan imperialism dan kapitalisme bukan hilangnya perburuhan yang mustahil dan antisocial itu. Oleh karena itulah, maka salah satu kewajiban sosio-nasionalis ialah: mengobar – ngobarkan semangat perlawanan kaum buruh itu dan mengorganisasi kaum buruh itu didalam badan – badan sarekat – sarekat pekerja yang kuat dan sentosa. Hanya dengan jalan yang demikian kita punya politik adalah politik yang berdiri atas realiteit alias keadaan yang nyata!
Jadi : perikehidupan “pencarian-merdkea”harus kita pujikan dan anjurkan sebagai salah satu alat mengurangkan rasa ketidakmampuan didalma masyarakat kita yang hamper habis rasa percaya pada diri sendiri itu – tetapi sebagai system perjuangan kita tidak boleh ngalamun akan hilangnya perburuhan, sebaiknya harus menerima perburuhan itu sebagai suatu keadaan nyata yang harus kita bagnkitkan menjadi alat perjuangan yang berharga besar untuk mendatangkan masyarkat yang selamat, tidak kapitalisme dan imperialism. Itulah sikap sosio-nasionalisme terhadap pada soal perburuhan.
Arti Non-kooperasi semua pembaca telah mengetahui. Non kooperasi berarti “tidak mau bekerja sama – sama”, bagaimanakah jelasnya hal ini?
Non-kooperasi kita adalah salah satu asas perjuangan (strij-beginsel) kita untuk mencapai Indonesia Merdeka. Didalam perjuangan mengejar Indonesia Merdeka itu kita harus senantiasa ingat bahwa adalah pertentangan kebutuhan antara sana dan sini, antara kaum penjajah dan kaum yang dijajah. Memang pertentangan kebutuhan inilah yang memberi keyakinan kepada kita bahwa Indonesia Merdeka tidaklah bisa] tercapai, jikalau kita tidak menjalankan politik non-kooperasi. Memang pertentangan kebutuhan inilah yang buat sebagian besar menetapkan kita punya asas – perjuangan yang lain – lain misalnya machtsvorming, massa-aksi, dan lain – lain.
Oleh karena itulah, maka non-kooperasi bukanlah hanya suatu asas perjuangan “tidak duduk dalam raad-raad-pertuanan” saja. Non-kooperasi adalah suatu prinsip yang hidup, tidak mau bekerja bersama – sama diatas segala lapangan politik dengan kaum pertuanan, melainkan mengadakan suatu perjuangan yang tidak kenal damai dengan kaum pertuanan itu. Non-Kooperasi tidak berhenti diluar dinding-dindingnya, raad-raad saja, tetapi non kooperasi adalah meliputi semua bagian – bagian daripada kita punya perjuangan politik itulah sebabnya, maka non-kooperasi adalah berisi radikalisme – radikalime – hati, radikalisme pikiran, radikalisme sepak-terjang, radikalisme didalam semua sikap lahir dan sikap batin, Non-kooperasi meminta kegiatan.
Salah satu bagian daripada kita punya non-Kooperasi adalah tidak mau duduk didalam dewan – dewan kaum pertuanan, sekarang apakah Tweede Kamer juga termasuk dalam dewan – dewan kaum pertuanan itu?Tweede kamer adalah termasuk dalam dewan – dewan kaum pertuanan itu, sebab justru twee kamer itu bagi kita adalah suatu “pembadanan,” suatu “penjelmaan” daripada koloniseerend Holland,” suatu “penjelmaan” dari pada kekuasan yang mengungkung kita menjadi rakyat yang tak merdeka. Justru Tweede kamer itulah bagi kita dalah suatu “simol” daripada kononiseerend Holland, suatu “symbol” daripada keadaan yang menekan kita menjadi rakyat taklukan dan sengsara. Oleh karena itulah, maka non-kooperasi kita sudah didalam asasnya harus tertuju juga kepada Tweede kamer khususnya, dan Staten-General, umumnya-ya, harus ditujuan juga kepada semua “Perbadanan – perbadanan lain dariapda sesuatu system yang buat mengungkung kita dan bangsa Asia, misalnya Volkenbond dan lain – lain.
Anrchism? Toh Tweede Kamer suatu parlemen? Memang Tweede Kamer adalah suatu parlemen, tetapi Tweede Kamer adalah suatu parlemen Belanda. Memang kita adalah orang anarkis, kalau kita menolak segala keparlemenan. Memang kita orang anarkis, kalau misalnya nanti kita menolak duduk didalam parlemen Indonesia yang notabene hanya bisa] berada didalam satu Indonesia, yang merdeka, dan yang akan memberi jalan kepada demokrasi – politik dan demokrasi – ekonomi, memang, jikalau seorang Inggris mengboikot parlemen Inggris. Jikalau seorang Prancis menolak kursi dalam parlemen Prancis, maka ia boleh jadi seorang anarkis. Tetapi jiakalau suatu negeri yang mengungkung negeri mereka – jikalau kita bangsa Indonesia didalam asasnya menolak duduk dalam parlemen Belanda-maka itu bukanlah anarkisme, tetapi suatu asas perjuangan non-kooperasi nasionalis-non-kooperasi yang sesehat – sehatnya!
Lihatlah riwayat perjuangan non-kooperasi di Negeri – ngeeri lain. Lihatlah, misalnya riwayat perjuangan non-kooperasi di Negeri Irlandia-salah satu sumber dari perjuangan non-kooperasi itu lihatlah disitu sepak terjangnya kaum Sinn Fein, Sinn Fein adalah mereka punya semboyan – Sinn Fein, yang berarti “kita sendiri.”
“Kita sendiri” itu adalah gambarnya mereka punya politik-politik tidak mau bekerja bersama – sama dengan Inggris, tidak mau kooperasi dengan Inggris, tidak mau duduk didalam parlemen Inggris, “Janganlah masuk ke Westminster, tinggalkanlah Westminster itu, didirikan Westminter sendiri!adalah propaganda dan aksi yang dijalanan oleh Sinn Fein. Adakah mereka kaum anarchis? Mereka bukan kaum anarchis, tetapi kaum nasionalis non-kooperator yang prinsipil pula.
Orang mengajurkan duduk di Tweede Kamer buat menjalankan politik – oposisi dan politik-obstruksi, dan memperusahakan tweede Kamer itu menjadi mimbar perjuangan. Politik yang demikian itu boleh dijalankan dan memang sering dijalankan pula oleh kaum kiri sebagai kaum O.S.P., kaum komunis, atau kaum C.R. Das cs, di Hindustan yang juga tidak antiparlemen Inggris. Tetapi, politik yang dmeikian itu tidak boleh dijalan oleh oleh seorang nasionalis non-kooperator. Pada saat yang seorang nasionalis-non-kooperator masuk ke dalam suatu dewan kaum pertuanan, ia pada saat yang ia didalam asasnya suka masuk kedalam suatu dewan pertuanan itu, sekalipun dewan itu beruapa Tweede Kamer Belanda atau Volkenbond pada saat itu ia melanggar asas yang disendikan pada keyakinan atas adanya pertentangan kebutuhan antara kaum pertuanan itu dan kaumnya sendiri. Pada saat itu ia menjalankan politik yang tidak prinsipil lagi, menjalankan politik yang pada hakikatnya melanggar asas non-kooperasi adanya!
Kita harus menjalankan politik non-kooperasi yagn prinsipil menolak didalam asasnya kursi di Volksraad, di Staten General , di dalam volkenbond, dan sebagaimana tadi telah saya terangkan, maka perkara dewan – dewan ini hanyalah salah satu bagian saja daripada non-kooperasi kita. Baginya yang terpenting daripada nonkooperasi kita adalah: dengan mendidik rakyat percaya kepada “kita sendiri” menyusun dan menggerakan suatu massa aksi, suatu machtsvorming Marhaen yang hebat dan kuasa!
F.     Sekali lagi : Bukan “Jangan Banyak Bicara, Bekerjalah”, tetapi “Banyak Bicara, Banyak Bekerja”
Dialam fikiran ra’jat Nomor Lebaran, saudara menadi telah menulis suatu artikel yang berkepala sebagai atas. Artikel tadi adalah pembicaraan soal yang penting, yaitu menyelidiki apakah benar semboyan – semboyan yang sering – sering kita dengar:” jangan banyak bicara, bekerjalah!” dan konklusi saudara Manadi adalah tajam sekali: semboyan tadi tidak benar, bahkan semboyan kita harus:”Banyak bicara, bahkan bekerja!”
Disini saya mau menguatkan sedikit kebenarannya”semboyan baru” yang dianjurkan oleh saudara Manadi itu. Memang didalam Suluh Indonesia Muda Tempo hari saja sudah “menjadwal” perkara ini, dan saya pun menjatuhkan “vonis” atas seikapnya kaum yang menyebutkan dirinya kaum “Nasionalis konstruktif” yang mencela kita, katanya kita “terlalu banyak berteriak didalam surat-kabar”, tetapi badan koperasi, badan penolong anak yatim, dll.
Maka saya didalam “S.I.M.” ada menulis:
“Tidak ! dengan satu masyarakat yang 95% terdiri dari  kaum yang segala – gala kecil itu, dengan suatu masyarakat yang 95% persen terdiri dari kaum Marhaen itu, dengan masyarakat yang terutama sekali dicengkeram oleh imperialism bahan mentah dan imperialism penanaman modal itu dengan masyarakat yang demikian itu tenaga yang bisa] mendatangkan Indonesia-Merdeka terutama sekali ialahorganisasi Kang Marhaen yang milyun-milyunan itu didalam suatu massa aksi politik yang nasional-radikal dan Marhaenistis didalam segala – galanya!
Dengan masyarakat dan imperialism yang demikian itu maka titik beratnya, pusatnya kita punya aksi haruslah terletak di dalam politieke beweustmaking dan politieke actie, yakni didalam menggugahkan keinsyafan politikd an rakyat dan didalam perjuangan politik daripada rakyat. Dengan masyarakat dan imperialism yang mengabaikan aksi politik mendorongkan aksi politik itu ke tempat yang nomor dua. Dengan masyarakat imperialism yang demikian itu kita tidak boleh menenggelamkan keinsyafan dan kegiatan politik itu didalam aksi “konstruktif” mendirikan warung ini dan mendirikan warung itu aksi “konstruktir” yang akhirnya hanya mempunyai harga “penambal” belaka.
O, Perkataan jampi – jampi, o, perkataan peluh, o, perkataan mantra “konstruktif” dan “destruktif!” sebagian besar daripada pergerakan Indonesia seolah – olah kena gendamnya mantra itu! Sebagian besar daripada pergerakan Indonesia mengira bahwa orang adalah “Konstruktif! Hanya kalau orang mengadaan barang – barang yang boleh diraba saja, yakin hanya kalau orang mendirikan warung mendirikan koperasi, mendirikan sekolah teman, mendirikan rumah anak yatim, mendirikan bank – bank dan lain – lain pendek kata hanya kalau orang banyak mendirikan badan – badan sosial saja !-sedangkan kaum propagandis politik yang sehari – hari “Cuma biara saja” di atas podium atau didalam surat kabar, yang barangkali sangat sekali menggugahkan keinsyafan politik daripada rakyat jelata, dengan tiada ampun lagi dikasihkan cap “destruktif” alias orang yang “merusak” dan “tidak mendirikan suatu apa!”
Tidak sekejap mata masuk didalam otak kaum itu bahwa semboyan “jangan banyak bicara, bekejralah!” harus diartikan didalam arti yang luas tidak sekejap mata masuk didalam otak kaum itu bahwa bekejra”itu tidak hanya berarti mendirikan barang – barang yang materil. Tidak sekejap mata kaum itu mengerti bahwa perkataan “mendirikan” itu juga boleh diapkai untuk barang barang yang abstrak, yakni juga bisa] berate mendirikan semangat, mendirikan keinsyafan, mendirikan harapan, mendirikan ideology atau gedung kejiwaan atau artileri kejiwaan yang menurut sejarah dunia akhirnya adalah artileri sekejap amta kaum itu mengerti bahwa terutama sekali di Indonesia dengan masyarakat yang merk kecil dan dengan imperialism yang industrial itu, ada baiknya juga kita “banyak bicara”. Didalam arti membanting kita punya tulang, mengucurkan kita punya keringat memeras kita punya tenaga untuk membuka – bukakan matanya rakyat jelata tentang stelsel-stelsel yang menerangkan padanya mengunggah – gugahkan keinsyafan politik daripada rakyat jelata itu, menyusun – nyusun segala tenaganya didalam organisasi yang sempurna tekniknya dan sempurna disiplinnya pendek kata “banyak bicara” menghidup – hidupkan dan membesar – besarkan massa aksi daripada rakyat jelata itu!
Begitulah tempo hari saya menulis dalam Suluh Indonesia Muda Dengan terang dan yakin saya tulis bahwa titik beratnya, pusatnya kita punya pergerakan haruslah terletak didalam pergerakan politik dengan terang dan yakin saya tuliskan bahwa kita harus mengutamakan massa aksi politik yang nasional-radikal dan marhaenistis.
Kita boleh mendirikan warung, kita boleh mendirikan koperasi badan – badan ekonomi dan sosial, ya. Kita baik sekali mendirikan badan ekonomi dan sosial itu sebagai tempat – tempat pendidikan persatuan radikal dan sepak terjang radikal.
Kita baik sekali mendirikan abdan – badan ekonomi dan sosial itu, asal saja kita tidak “menggenuki” pekerjaan ekonomi dan sosial itu menjadi pekerjaan yang pertama, sambil tidak melupakan bahwa Indonesia-Merdeka hanyalah bisa] tercapai dengan massa aksi politik daripada Rakyat Marhaen yang hebat dan radikal. Pendek kata, kita baik sekali mendirikan badan – badan ekonomi dan sosial itu, asal saja kit amengusahakan badan – badan ekonomi dan sosial itu, asal saja kita mengusahakan badan – badan ekonomi dan sosial itu sebagai alat daripada massa aksi politik yang hebat danr adikal itu !
Dan didalam massa aksi itu kita harus “banyak bicara”, tentang perlunya “banyak bicara” ini, akan saja uraikan dalam fikiran Ra’jat yang akan dating.

Fikiran Ra’jat : 1933
G.    Masyarakat Unta dan Masyarakat Kapal Udara
Pada suatu hari, saya punya anjing menjilat air didalam panel di dekat sumur. Saya punya anak, Ratna Juami, berterial :
“Papi,papi, si ketuk menjilat air didalam panic!”
Saya Jawab : “Buanglah air itu, dan cucilah panic itu beberapa kali bersih – bersih dengan sabun dan krulin.”
Ratna termenung sebentar, kemudian ia menanya:
“Tidakkah Nabi bersabda bahwa panel ini mesti dicuci tujuh kali antaranya satu kali dengan tanah?”
Saya menjawab :”Rata






KRITIKAN BUKU

No comments:

Post a Comment