Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan
kehadiran Allah SWT. Berkat limpahan dan karunia-Nya. Kami dapat menyelesaikan
tugas bahasa indonesia dengan judul menganalisis cerpen paing. Dalam penyusunan
cerpen paing kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan
kami. Namun sebagai manusia biasa kami selaku penulis dari kesalahan dan
kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa.
Kami mengetahui tanpa arahan
dari guru pembimbing kami, yakni bapak H. Asmadi Spd. Serta masukan-masukan
dari semua teman-teman kami yang telah membantu, mungkin kami tidak dapat
menyelesaikan tugas kami. Untuk itu kami hanya bisa mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas cerpen
paing.
Demikian semoga
penganalisisan cerpen kami ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi
para pembaca umumnya
NASKAH DIALOG CERPEN PERIHAL ORANG
MISKIN YANG BAHAGIA
Pemain
:
1. Aku (orang miskin 2) 5. Anak –anak
2. Dia (orang miskin 1) 6. Suster
3. Istri 7. Kasir
4. Dukun 8. Polisi
1. Aku (orang miskin 2) 5. Anak –anak
2. Dia (orang miskin 1) 6. Suster
3. Istri 7. Kasir
4. Dukun 8. Polisi
Suatu hari hiduplah sebuah keluarga miskin yang baru
saja memperoleh kartu tanda miskin dari kelurahan.
Orang miskin 1: aku sudah resmi jadi orang miskin.
(sambil memperlihatkan kartu tanda miskin kepada istrinya)
istri: iya pak alhamdulillah lega rasanya setelah bertahun-tahun kita hidup miskin akhirnya mendapat pengakuan juga.
Orang miskin 1: lebih saya simpan kartu ini di dompet, agar bila nanti kita ingin belanja kita tinggal menggesek kartu ini ( sambil menyimpan di dompetnya yang lecek dan kosong )
istri: apa boleh kita belanja menggunakan kartu itu ?
orang miskin 1: kartu inikan dari negara bu, pasti boleh digunakan untuk apa saja
istri: oooh.......... begitu ya pak? (sambil mengangguk – ngangguk dengan muka polosnya)
orang miskin 1: iya bu.
istri: iya pak alhamdulillah lega rasanya setelah bertahun-tahun kita hidup miskin akhirnya mendapat pengakuan juga.
Orang miskin 1: lebih saya simpan kartu ini di dompet, agar bila nanti kita ingin belanja kita tinggal menggesek kartu ini ( sambil menyimpan di dompetnya yang lecek dan kosong )
istri: apa boleh kita belanja menggunakan kartu itu ?
orang miskin 1: kartu inikan dari negara bu, pasti boleh digunakan untuk apa saja
istri: oooh.......... begitu ya pak? (sambil mengangguk – ngangguk dengan muka polosnya)
orang miskin 1: iya bu.
Orang miskin itu sering duduk melamun sementara
anak-anaknya yang dekil bermain riang menahan lapar.
orang miskin 2: anak- anak mereka kelak pasti akan menjadi orang miskin yang baik dan sukses (sambil melihat anak-anak yang sedang bermain)
orang miskin 2: anak- anak mereka kelak pasti akan menjadi orang miskin yang baik dan sukses (sambil melihat anak-anak yang sedang bermain)
Suatu sore, orang miskin itu menikmati teh pahit
bersama istrinya sambil berbincang- bincang.
orang miskin 1: istriku, tolong ceritakan kepadaku kisah yang paling lucu dalam hidup kita selama kita hidup bersama? .
istri: suamiku, cerita yang paling lucu dalam hidup kita ketika aku dan anak-anak begitu kelaparan lalu menyembelihmu! (mereka pun tertawa)
orang miskin 1: istriku, tolong ceritakan kepadaku kisah yang paling lucu dalam hidup kita selama kita hidup bersama? .
istri: suamiku, cerita yang paling lucu dalam hidup kita ketika aku dan anak-anak begitu kelaparan lalu menyembelihmu! (mereka pun tertawa)
Orang miskin itu dikenal ulet, ia mau bekerja
serabutan apa saja namun ia tetap saja miskin, suatu hari ia mendatangi seorang
dukun berharap bisa mengubah garis buruk tangannya.
orang miskin 1: permisi mbah?
dukun: ada apa akamu datang kemari?
orang miskin 1: begini mbah saya ingin mengubah garis tangan saya yang dari keturunan miskin
dukun : baiklah saya ramal dulu (sambil komat-kamit baca mantra).
dukun: oooo........ ternyata kamu memang punya bakat jadi orang miskin.
orang miskin 1: apakah tidak bisa di rubah mbah?
dukun: tidak!! Mestinya kamu bersyukur, karena tidak setiap orang punya bakat miskin seperti kamu (dengan nada yang keras )
akhirnya orang miskin itu pergi meninggalkan rumah dukun itu dengan rasa kecewa dan sejak itu ia berusaha untuk konsisten miskin.
orang miskin 1: permisi mbah?
dukun: ada apa akamu datang kemari?
orang miskin 1: begini mbah saya ingin mengubah garis tangan saya yang dari keturunan miskin
dukun : baiklah saya ramal dulu (sambil komat-kamit baca mantra).
dukun: oooo........ ternyata kamu memang punya bakat jadi orang miskin.
orang miskin 1: apakah tidak bisa di rubah mbah?
dukun: tidak!! Mestinya kamu bersyukur, karena tidak setiap orang punya bakat miskin seperti kamu (dengan nada yang keras )
akhirnya orang miskin itu pergi meninggalkan rumah dukun itu dengan rasa kecewa dan sejak itu ia berusaha untuk konsisten miskin.
Orang miskin itu pernah berniat untuk memelihara tuyul
atau babai ngepet ia juga pernah hendak jadi pelawak agar sukses dan kaya.
Namun ia teringat sebuah cerita tentang orang miskin yang jadi pelawak namun
tidak bisa membuat orang tertawa. Baru ketika ia mati semua orang tertawa oleh
karena itu ia tak ingin jadi pelawak.
Yang menyenangkan orang miskin itu suka melucu. Ia
kerap menceritakan kisah orang miskin yang sukses.
orang miskin 1: aku punya kolega orang miskin yang aku kagumi dia merintis karir jadi pengemis untuk membesarkan 4 orang anaknya. Sekarang 1 anaknya di ITB, 1 di UI, 1 di UGM dan satunya lagi di UNDIP.
orang miskin 2: wahh, hebat banget!!! Mereka semua kuliah?
orang miskin 1: tidak. Mereka semua jadi pengemis di kampus itu.
orang miskin 1: aku punya kolega orang miskin yang aku kagumi dia merintis karir jadi pengemis untuk membesarkan 4 orang anaknya. Sekarang 1 anaknya di ITB, 1 di UI, 1 di UGM dan satunya lagi di UNDIP.
orang miskin 2: wahh, hebat banget!!! Mereka semua kuliah?
orang miskin 1: tidak. Mereka semua jadi pengemis di kampus itu.
Orang miskin itu sendiri punya anak 3 yan masih
kecil-kecil ia menginginkan anak-anaknya menjadi orang miskin yang baik dan
benar sesuai ketentuan UUD. Setidaknya mereka bisa mengamalkan kemiskinanya
secara adil dan beradap berdasarkan pancasila dan UUD 45. Itu sebabnya ia tak
ingin anak-anaknya jadi pengemis.
Suatu malam, ketika anak-anaknya memberinya recehan
dari hasil mengemis, ia sering mengajakku (orang miskin 2) nongkrong di warung
pinggri kali hanya sekedar untuk minum kopi.
orang miskin 1: orang miskin perlu juga sesekali nyantai kan? Lagi pula, begitulah nikmatnya menjadi orang miskin. Punya banyak waktu buat leha-leha. Makanya, sekali-kali cobalah jadi orang miskin (sambil menepuk- nepuk pundakku)
orang miskin 2: kenapa aku harus mencoba jadi orang miskin.
orang miskin 1: karena kalau kamu miskin, kamu akan punya cukup tabungan penderitaan yang bisa di gunakan untuk membiayai sepanjang hidup. Kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang melimpah jadi kamu tidak kaget kalau susah. (sambil menyeruput kopi)
orang miskin 1: orang miskin perlu juga sesekali nyantai kan? Lagi pula, begitulah nikmatnya menjadi orang miskin. Punya banyak waktu buat leha-leha. Makanya, sekali-kali cobalah jadi orang miskin (sambil menepuk- nepuk pundakku)
orang miskin 2: kenapa aku harus mencoba jadi orang miskin.
orang miskin 1: karena kalau kamu miskin, kamu akan punya cukup tabungan penderitaan yang bisa di gunakan untuk membiayai sepanjang hidup. Kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang melimpah jadi kamu tidak kaget kalau susah. (sambil menyeruput kopi)
Ada
saat-saat dimana wajah orang miskin itu di liputi kesedihan, ia sedih bukan kerena
ia miskin tapi karena banyak sekali orang yang malu mengakui miskin, banyak
sekali yang bertambah miskin karena selalu berusaha agar tidak tampak miskin.
Suatu
hari di kampung terjadi pencurian.
polisi: hai berhenti! Atau ku tembak sekarang ! (sambil lari-lari mengejar pencuri )
Polisi kehilangan jejak pencuri kemudian ia bertanya pada warga.
polis: permisi, apakah anda melihat orang pencuri yang lari-lari kemari?
warga 1: iya pak, saya tadi melihatnya seseorang yang lari-lari menuju kerumah itu. (sambil menunjuk rumah orang miskin )
polisi: baiklah, terimakasih.
polisi pun menuju rumah orang miskin.
polisi: permisi (sambil mengetuk pintu )
istri : (istri orang miskin membuka pintu ) ada apa pak ?
polisi: apakah di rumah ini ada seorang laki-laki ?
istri: iya ada pak.
polisi: mana orangnya ?(polisi menerobos masuk tanpa izin
polisi mencari seorang laki-laki yang ada di dalam rumah itu kemudian, polisi melihat seorang laki-laki sedang duduk di belakang rumahnya.
polisi: angkat tanganmu ! (sambil menyodorkan pistol ke wajah orang miskin )
orang miskin 1: ada apa ini pak, saya salah apa?
polisi : mari bapak ikut saya, saya jelaskan di kantor polisi saja.
polisi: hai berhenti! Atau ku tembak sekarang ! (sambil lari-lari mengejar pencuri )
Polisi kehilangan jejak pencuri kemudian ia bertanya pada warga.
polis: permisi, apakah anda melihat orang pencuri yang lari-lari kemari?
warga 1: iya pak, saya tadi melihatnya seseorang yang lari-lari menuju kerumah itu. (sambil menunjuk rumah orang miskin )
polisi: baiklah, terimakasih.
polisi pun menuju rumah orang miskin.
polisi: permisi (sambil mengetuk pintu )
istri : (istri orang miskin membuka pintu ) ada apa pak ?
polisi: apakah di rumah ini ada seorang laki-laki ?
istri: iya ada pak.
polisi: mana orangnya ?(polisi menerobos masuk tanpa izin
polisi mencari seorang laki-laki yang ada di dalam rumah itu kemudian, polisi melihat seorang laki-laki sedang duduk di belakang rumahnya.
polisi: angkat tanganmu ! (sambil menyodorkan pistol ke wajah orang miskin )
orang miskin 1: ada apa ini pak, saya salah apa?
polisi : mari bapak ikut saya, saya jelaskan di kantor polisi saja.
Polisi pun membawa orang miskin kekantor polisi dan
akhirnya orang miskin itu di penjara selama 2 hari. Kemudian ia di bebaskan
karena ternyata bukan orang miskin itu pelakunya.
Suatu ketika orang miskin itu sakit dan dengan
entengnya ia pergi kerumah sakit, ia menyerahkan kartu tanda miskin pada suster
penjaga, kemudian orang miskin itu masuk kedalam ruangan.
suster: silakan duduk pak.
orang miskin 1: iya terima kasih.
suster: apa keluhan Bapak?
orang miskin 1: saya sering mengalami pusing dan badan saya panas sus.
suster: kalau begitu bapak harus di rawat inap, mari saya antar bapak ke ruang inap. Sambil menunggu dokter datang untuk memeriksa bapak, lebih baik bapak istirahat dulu di bangsal sebelah sana( sambil menuntun bangsal kosong)
orang miskin 1: terima kasih suster
suster: silakan duduk pak.
orang miskin 1: iya terima kasih.
suster: apa keluhan Bapak?
orang miskin 1: saya sering mengalami pusing dan badan saya panas sus.
suster: kalau begitu bapak harus di rawat inap, mari saya antar bapak ke ruang inap. Sambil menunggu dokter datang untuk memeriksa bapak, lebih baik bapak istirahat dulu di bangsal sebelah sana( sambil menuntun bangsal kosong)
orang miskin 1: terima kasih suster
Dua hari kemudian suster kembali mendatangi orang
miskin itu.
suster: bapak sudah sembuh jadi, bapak sudah boleh pulang dan ini obat untuk bapak minum di rumah.
orang miskin 1: terima kasih sus.
akhirnya orang miskin itu sembuh tanpa di periksa oleh dokter dan pulang dengan hati riang gembira.
suster: bapak sudah sembuh jadi, bapak sudah boleh pulang dan ini obat untuk bapak minum di rumah.
orang miskin 1: terima kasih sus.
akhirnya orang miskin itu sembuh tanpa di periksa oleh dokter dan pulang dengan hati riang gembira.
Suatu
sore orang miskin itu bersama keluarganya pergi ke mal.
istri: apa benar pak kita belanja di sini?
orang miskin 1: benar bu.
istri:memangnya bapak punya uang?
orang miskin 1: tenang, jangan khawatir. Lebih baik ibu ajak anak-anak berbelanja apa yang mereka inginkan.
istri: baiklah.
keluarga orang miskin itu memborong belanjaanya sebanyak mungkin.
istri: pak kita sudah selesai berbelanja mari kita ke kasir.
orang miskin 1: mari bu.
keluarga orang miskin itu menuju ke kasir.
kasir: wah.... belanjaan keluarga bapak banyak sekali.
orang miskin 1: iya mba.
kasir: baiklah aku hitung dulu.
setelah semua belanjaan di hitung .
kasir: jadi totalnya Rp. 1.270.000 pak
istri: haaaa.... banyak sekali (dengan wajah kaget)
orang miskin 1: tengan saja bu. Ini mba saya bayar pakai ini! ( sambil menyodorkan kartu tanda miskin)
kasir: maaf pak tidak bisa.
orang miskin 1: tapi kartu ini dari negara mba.
kasir: tapi maaf pak kami tidak menerima kartu ini! Satpam usir mereka! (dengan nada keras)
keluarga orang miskin pun di seretnya keluar dari mal.
istri: apa benar pak kita belanja di sini?
orang miskin 1: benar bu.
istri:memangnya bapak punya uang?
orang miskin 1: tenang, jangan khawatir. Lebih baik ibu ajak anak-anak berbelanja apa yang mereka inginkan.
istri: baiklah.
keluarga orang miskin itu memborong belanjaanya sebanyak mungkin.
istri: pak kita sudah selesai berbelanja mari kita ke kasir.
orang miskin 1: mari bu.
keluarga orang miskin itu menuju ke kasir.
kasir: wah.... belanjaan keluarga bapak banyak sekali.
orang miskin 1: iya mba.
kasir: baiklah aku hitung dulu.
setelah semua belanjaan di hitung .
kasir: jadi totalnya Rp. 1.270.000 pak
istri: haaaa.... banyak sekali (dengan wajah kaget)
orang miskin 1: tengan saja bu. Ini mba saya bayar pakai ini! ( sambil menyodorkan kartu tanda miskin)
kasir: maaf pak tidak bisa.
orang miskin 1: tapi kartu ini dari negara mba.
kasir: tapi maaf pak kami tidak menerima kartu ini! Satpam usir mereka! (dengan nada keras)
keluarga orang miskin pun di seretnya keluar dari mal.
Takdir memang selalu punya cara yang tak terduga agar
selalu tampak mengejutkan, tanpa firasat apa-apa orang miskin itu meninggal.
anak-anak: apakah ayah kita mati, kenapa ayah diam saja? ( sambil muka bengong)
istri: ia nak bapakmu meninggal (dengan muka sedih dan menangis)
anak-anak: ibu kenapa sedih dan menangis. Ibu menangis karena ayah meninggal ya bu?
istri: bukan nak ibu sedih bukan kerena ayah mu meninggal tetapi karena ibu bingun uang dari mana untuk membeli kain kafan, nisan, sampai harus bayar lunas kuburan.
anak-anak: apakah ayah kita mati, kenapa ayah diam saja? ( sambil muka bengong)
istri: ia nak bapakmu meninggal (dengan muka sedih dan menangis)
anak-anak: ibu kenapa sedih dan menangis. Ibu menangis karena ayah meninggal ya bu?
istri: bukan nak ibu sedih bukan kerena ayah mu meninggal tetapi karena ibu bingun uang dari mana untuk membeli kain kafan, nisan, sampai harus bayar lunas kuburan.
Seharian perempuan itu pontang-panting cari utang
tetap saja uangnya tak cukup buat biaya pamakaman.
para pelayat : bagaimana mau di kubur tidak?
prang miskin 1: ternyata aku hanya bikin susah dan merepotkan, aku ingin hidup kembali.
para pelayat : bagaimana mau di kubur tidak?
prang miskin 1: ternyata aku hanya bikin susah dan merepotkan, aku ingin hidup kembali.
Sejak peristiwa itu ku perhatikan ia jadi sering
murung mungkin karena banyak orang yang kini selalu mengolok-oloknya
orang-ornag: hahaha kasian sekali orang itu(sambil menunjuk orang miskin.
ornag miski 1: nasib kadang memang kurang ajar.
orang-ornag: hahaha kasian sekali orang itu(sambil menunjuk orang miskin.
ornag miski 1: nasib kadang memang kurang ajar.
Suatu hari orang miskin itu berubah menjadi anjing,
itulah hari paling membahagiakan selama hidupnya. Anak istrinya yang kelaparan
segera menyembelihnya .
Selesai
MENGANALISIS
TEKS CERITA CERPEN
NO
|
ASPEK CERPEN
|
DESKRIPSI CERPEN
|
BUKTI PENDUKUNG
|
1
|
JUDUL
|
·
Tuliskan
Judul
·
Apakah
tema cerpen tersebut?
|
·
Perihal
orang miskin yang bahagia
·
Seseorang
yang miskin namun tetap merasa bahagia
|
2
|
ABSTRAK
|
·
Apakah
ada abstrak?
·
Tuliskan
tentang tahap abstrak!
·
Apakan
abstrak sudah Menggambarkan cerita keseluruhan?
|
·
Ada
·
1.“aku
sudah resmi menjadi orang miskin”....... (hal 41)
2. “lega rasanya karena setelah bertahun-tahun”..........(hal 41) 3. “nanti bila aku ingin berbelanja menggeseknya”......(hal 42)
·
Menggambarkan
keseluruhan cerita
1. Dengan perasaan bahagia ia menyimpan kartu itu di dompetnya yang lecek dan kosong (hal 41) |
3
|
ORIENTASI
|
·
Tuliskan
rentang tahap orientasi!
·
Apakah
ada perkenalan tentang setting /latar (tempat, waktu dan suasana)
·
Siapa
saja tokoh dan bagaimana penokohan?
·
Apa
yang di alami pelaku, dimana peristiwa itu
terjadi ?
|
·
1.Diam-Diam
Aku Suka Mengintip Rumah Miskin Itu .........(Hal 42)
2.Kamu Bakalan Punya Cadangan Kesedihan Yang Melimpah ....(Hal 44)
·
*Latar
Tempat
# rumah orang miskin bukti : diam-diam aku suka mengintip rumah orang miskin itu(hal 42) #warung bukti: pernha suatu malam kami nongkrong di warung pinggir kali *latar waktu #sore hari bukti:suatu sore aku melihat orang miskin itu menikmati teh pahit bersama istrinya (hal 42) #malam hari bukti: pernah suatu malam kami menongkrong di warung pinggir kali
*latar suasana
#bahagia bukti: 1.sementara anak-anaknya yang dekil bermain riang menahan lapar(hal 42) 2. Merekapun tertawa (hal 42) #sedih bukti: ia mendadak terlihat sedih, lalu bercerita .............(hal 42)
·
Tokoh
& penokohan
* Dia (orang miskin 1) a. Ulet bukti : orang miskin itu di kenal ulet(hal 42) b. Pekerja keras bukti: ia mau bekerja serabutan apa saja (hal 42) c.patuh bukti: aku ingin mereka juga menjadi orang miskin yang baik hati dan benar dan sesuai ketentuan UU (hal 43) *aku (orang miskin 2) a.iri bukti: aku selalu iri menyaksikan kebahagian mereka(hal 42) * istri : tabah bukti: beruntung sekali orang miskin itu punya istri yang tabah *anak: jujur bukti: ketika anak-anaknya memberinya recehan hasil dari mengemas (hal 45)
·
1.
Diam-diam aku suka mengintip rumah orang miskin itu ia sering melamun sementara anak-anaknya yang dekil bermain
riang menahan lapar (hal 42)
2. Ia pernah mendatangi dukun berharap bisa mengubah garis buruk tangannya (hal 42) |
4
|
KOMPLIKASI
|
·
Tuliskan
rentang tahap komplikasi
·
Apakah
muncul konflik, para pelaku bereaksi terhadap konflik, kemudian konflik
meningkat?
·
Konflik
internal (batin) atau konflik eksternal (luar)
|
·
1.
Wajar orang miskin itu mengingatku pada wajah..(hal 44)
·
2.
Tidak ada yang tahu, diam- diam perempuan itu.........(hal 46)
·
1. Tak
gampang memang jadi orang miskin ...........(hal 45)
2.hanya orang-orang miskin yang ketinggalan zaman saja yang tak mau berponsel (hal 45) 3.orang yang sudah resmi miskin seperti aku boleh bergaya.....(hal 45)
·
#.
Konflik internal (batin)
bukti : sejak itu, bila aku berkaca aku harap melihatnya tengah berusaha menyembunyikan isak tangisnya (hal 44) #. Konflik eksternal (luar) bukti : 1. pencuri itu memergoki & membentaknya..........(hal 44) 2. Orang miskin itu pernah di tangkap polisi ......(hal 45) 3. Ia di interogasi & di gebugi..... (hal 45) |
5
|
KLIMAKS
|
·
Tuliskan
rentang tahap klimaks!
·
Apakah
konflik mencapai puncaknya?
|
·
1.
Suatu sore yang cerah ....... (hal 46)
2. Seharian permpuan itu pontang- panting cari utangan ...... (hal 47)
·
Tanpa
firasat apa-apa, orang miskin itu mendadak mati .... (hal 47)
|
6
|
RESOLUSI
|
·
Tuliskan
rentang tahap resolusi
·
Apakah
konflik terpecahkan dan bagaimana penyelesaiannya?
|
·
1. Karena merasa hanya bikin susah.......... (hal 47)
2.nasib buruk kadang memang kurang ajar .... (hal 47)
1 Nasib buruk kadang memang susah & merepotkan, maka
orang miskin itu pun memutuskan hidup kembali ..............(hal 47)
2. sejak peristiwa itu, ku perhatikan ia jadi sering murung , mungkin karena
banyak orang yang kini selalu mengolok- oloknya ....... (hal 47)
|
7
|
KODA
|
·
Apakah
ada koda?
·
Apakah ada pesan-pesan pengarang
·
Apakah pesan-pesan itu di sampaikansecara tersurat atau
tersirat
·
Apakah
pesan –pesan itu di sampaikan secara wajar, tidak menggurui?
|
·
Tidak
ada koda
|
8
|
Menggunakan kata-kata yang
menunjukan waktu lampau
|
·
Apakah
tampak menggunakan kata-katayang menunjukan waktu lampau?
|
·
Iya
bukti : 1. Pernah suatu malam kami menongkrong.... (hal 47) 2. Orang miskin itu pernah di tangkap polisi (hal 45) 3. Suatu sore yang cerah (hal 46) 4. Sejak peristiwa itu kuperhatikan .... (hal 47) |
9
|
Penyebutan Tokoh
|
·
Apakah
tampak penggunaan Kata-kata yang menunjukan para pelaku (Utama dan tambahan)
|
·
Pelaku
utama
1. Dia (orang miskin 1) bukti: “aku sudah resmi jadi orang miskin” (hal 41) 2. Aku (orang miskin 2) bukti: “entah kenapa saat itu mendadak aku merasa kikuk dengan penampilan yang perlente (hal 44)
·
Pelaku
tambahan
1. Anak-anak bukti a. Sementara anak-anaknya yang dekil bermain riang menahan lapar (hal 42) 2. Istri bukti: a. Beruntung sekali orang miskin itu punya istri yang tabah (hal 44) b. “ialah ketika aku & anak-anak begitu kelaparan , lalu menyembelihmu” jawab istrinya (hal 42) c. Sementara istrinya terus menangis (hal 47) |
10
|
Memuat kata-kata untuk
mendeskripsikan pelaku (penampilan fisik atau kepribadiannya)
|
·
Apakah
tampak penggunaan kata-kata yang menggambarkan penampilan fisik atau watak
pelaku
|
·
Iya
bukti: 1. Anaknya yang dekil (hal 42) 2.aku selalu iri menyaksikan kebahagiaan mereka (hal 42) 3. Orang miskin itu di kenal ulet (hal 42) 4. Ada saat-saat di mana kuperhatikan wajah orang miskin itu diliputi kesedihan (hal 43) 5. Beruntung sekali orang miskin itu punya istri yang tabah (hal 46) |
11
|
Kata-kata yang menunjukan
latar (waktu, tempat, dan suasana)
|
·
Apakah
tampak penggunaan kata-kata yang menggambarkan latar waktu, tempat dan
suasana?
|
·
Latar
waktu
1. Sore hari bukti : a. Sore hari itu aku melihat....... (hal 42) b. Banyak orang yang berkerumunan sore itu (hal 45) c. Suatu sore yang cerah (hal 46) 2. Malam hari bukti: a. Pernah suatu malam kami .... (hal 43) b. Suatu malam ada seorang pencuri c. Pernah, suatu malam aku melihat bayangan
·
Lata
tempat
1. Diam- diam aku suka mengintip rumah orang miskin itu (hal 42) 2. Kami menongkrong di warung pinggir kali (hal 43) 3. Di bawahnya aku ke warung yang biasa di hutanginya (hal 46) 4. Dengan enteng orang miskin itu melengggang ke ruamh sakit 5. Anak istrinya pergi berbelanja ke (hal 46)
·
Latar
suasana
1. Bahagia bukti: a. Dengan perasaan bahagia ia menyimpan kartu (hal 41) b.anak-ananknya bermain riang menahan lapar (hal 42) c. Anak-anaknya melihat begitu gembira (hal 46) 2. Sedih bukti: a. Ia mendadak terlihat sedih...... (hal 42) b. Kadang-kadang |
12
|
Alur
|
·
Alur
apa yang terdapat dalam cerpen
|
·
Alur
mundur
bukti : a.pernah suatu malam kami nongkrong di warung pinggir kali. Bila lagi punya uang hasil anak-anaknya mengemis, ia memang suka memanjakan di ri menikmati kopi. b. Orang miskin itu pernah di tangkap polisi. Saat itu, di kampung memang terjadi beberapa kali pencurian, dan sudah sepatutnyalah orang miskin itu di curigai. Ia di inteeogasi dan di gebugi. |
13
|
Gaya bahasa
|
·
Gaya
bahasa apa yang di gunakan
|
·
Majas
litotes
bukti 1. Aku malu karena aku tak punya apapun yang bisa kamu curi (hal 44) 2. Cuku bermodal tampang berbeda & mau di hina-hina (hal 46)
·
Majas
asosiasi
bukti siang malam ia membanting tulang (hal 42)
·
Majas
hiperbola
bukti: kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang melimpah (hal 44)
·
Majas simbolik
bukti: suatu hari, orang miskin itu kembali menjadi anjing (hal 47) |
14
|
Memuat kata kerja yang
menunjukan peristiwa yan dialami pelaku
|
·
Apakah
tampak penggunaan kata-kata yang menggambarkan peristiwa-peristiwa yang
dialami pelaku?
|
·
Iya
bukti: a. Aku melihat orang miskin itu menikmati teh pahit bersama istrinya (hal 44) b. Ia pernah mendatangi dukun (hal 42) c. Pernah suatu malam kami nongkrong di warung pinggir kali (hal 43) d. Mendengar itu, mata istrinya berkaca- kaca (hal 46) e. Sambil bersiul ia segera pergi (hal 46) f. Sementara anak-anaknya yang dekil bermain riang menahan lapar (hal 41) |
15
|
Sudut pandang
|
·
Apakah
tampak penggunaan kata-kata yang menunjukkan sudut pandang pengarang?
|
·
Menggunaka
orang pertama menceritaka orang ketiga
bukti: - Diam- diam aku suka mengintip rumah orang miskin itu, ia sering ...... (hal 42) - aku selalu iri melihat kebahagian mereka (hal 42) |
16
|
Keterpakaian cerpen dengan
kehidupan sebenarnya saat ini
|
·
Apakah
cerita dapat mewakili kehidupan sebenarnya saat ini?
|
·
Aku sedih
karena banyak sekali orang yang malu mengakui miskin, banyak sekali orang
bertambah miskin karena selalu berusaha agar tidak tampak miskin (hal 44)
·
Mereka
tetap miskin, malah banyak gunanya yang berdesak-desakan &saling injak
setiap ada pembagian beras &sumbangan. Dan bisa di tipu setiap menjelang
pemilu (hal 47)
|
Perihal Orang Miskin
yang Bahagia
Cerpen Agus Noor
1.
“AKU sudah resmi jadi orang miskin,”
katanya, sambil memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, yang baru diperolehnya dari
kelurahan. “Lega rasanya, karena setelah bertahun-tahun hidup miskin, akhirnya
mendapat pengakuan juga.”
Kartu Tanda
Miskin itu masih bersih, licin, dan mengkilat karena di-laminating. Dengan
perasaan bahagia ia menyimpan kartu itu di dompetnya yang lecek dan kosong.
“Nanti, bila
aku pingin berbelanja, aku tinggal menggeseknya.”
2.
Diam-diam
aku suka mengintip rumah orang miskin itu. Ia sering duduk melamun, sementara
anak-anaknya yang dekil bermain riang menahan lapar. “Kelak, mereka pasti akan
menjadi orang miskin yang baik dan sukses,” gumamnya.
Suatu sore,
aku melihat orang miskin itu menikmati teh pahit bersama istrinya. Kudengar
orang miskin itu berkata mesra, “Ceritakan kisah paling lucu dalam hidup
kita….”
“Ialah
ketika aku dan anak-anak begitu kelaparan, lalu menyembelihmu,” jawab istrinya.
Mereka pun
tertawa.
Aku selalu
iri menyaksikan kebahagiaan mereka.
3.
Orang miskin
itu dikenal ulet. Ia mau bekerja serabutan apa saja. Jadi tukang becak, kuli
angkut, buruh bangunan, pemulung, tukang parkir. Pendeknya, siang malam ia
membanting tulang, tapi alhamdulillah tetap miskin juga. “Barangkali aku memang
run-temurun dikutuk jadi orang miskin,”ujarnya, tiap kali ingat ayahnya yang
miskin, kakeknya yang miskin, juga simbah buyutnya yang miskin.
Ia pernah
mendatangi dukun, berharap bisa mengubah garis buruk tangannya. “Kamu memang
punya bakat jadi orang miskin,” kata dukun itu. “Mestinya kamu bersyukur,
karena tidak setiap orang punya bakat miskin seperti kamu.”
Kudengar,
sejak itulah, orang miskin itu berusaha konsisten miskin.
4.
Pernah,
dengan malu-malu, ia berbisik padaku. “Kadang bosan juga aku jadi orang
miskin. Aku pernah berniat memelihara tuyul atau babi ngepet. Aku pernah juga
hendak jadi pelawak, agar sukses dan kaya,” katanya. “Kamu tahu kan, tak perlu
lucu jadi pelawak. Cukup bermodal tampang bego dan mau dihina-hina.”
“Lalu kenapa
kau tak jadi pelawak saja?”
Ia mendadak
terlihat sedih, lalu bercerita, “Aku kenal orang miskin yang jadi pelawak. Bertahun-tahun
ia jadi pelawak, tapi tak pernah ada yang tersenyum menyaksikannnya di
panggung. Baru ketika ia mati, semua orang tertawa.”
5.
Orang miskin
itu pernah kerja jadi badut. Kostumnya rombeng, dan menyedihkan. Setiap menghibur
di acara ulang tahun, anak-anak yang menyaksikan atraksinya selalu menangis
ketakutan.
“Barangkali
kemiskinan memang bukan hiburan yang menyenangkan buat anak-anak,” ujarnya
membela diri, ketika akhirnya ia dipecat jadi badut.
Kadang-kadang,
ketika merasa sedih dan lapar, orang miskin itu suka mengibur diri di depan
kaca dengan gerakan-gerakan badut paling lucu yang tak pernah bisa membuatnya
tertawa.
6.
Orang miskin
itu akrab sekali dengan lapar. Setiap kali lapar berkunjung, orang miskin itu
selalu mengajaknya berkelakar untuk sekadar melupakan penderitaan. Atau,
seringkali, orang miskin itu mengajak lapar bermain teka-teki, untuk
menghibur diri. Ada satu teka-teki yang selalu diulang-ulang setiap kali lapar
datang bertandang.
“Hiburan apa
yang paling menyenangkan ketika lapar?” Dan orang miskin itu akan menjawabnya
sendiri, “Musik keroncongan.”
Dan lapar
akan terpingkal-pingkal, sambil menggelitiki perutnya.
7.
Yang
menyenangkan, orang miskin itu memang suka melucu. Ia kerap menceritakan kisah
orang miskin yang sukses, kepadaku. “Aku punya kolega orang miskin yang aku
kagumi,” katanya. “Dia merintis karier jadi pengemis untuk membesarkan empat
anaknya. Sekarang satu anaknya di ITB, satu di UI, satu di UGM, dan satunya
lagi di Undip.”
“Wah, hebat
banget!” ujarku. “Semua kuliah, ya?”
“Tidak.
Semua jadi pengemis di kampus itu.”
8.
Orang miskin
itu sendiri punya tiga anak yang masih kecil-kecil. Paling tua berumur 8
tahun, dan bungsunya belum genap 6 tahun. “Aku ingin mereka juga menjadi orang
miskin yang baik dan benar sesuai ketentuan undang-undang. Setidaknya bisa
mengamalkan kemiskinan mereka secara adil dan beradab berdasarkan Pancasila
dan UUD 45,” begitu ia sering berkata, yang kedengaran seperti bercanda.
“Itulah sebabnya aku tak ingin mereka jadi pengemis!”
Tapi,
seringkali kuperhatikan ia begitu bahagia, ketika anak-anaknya memberinya
recehan. Hasil dari mengemis.
9.
Pernah suatu
malam kami nongkrong di warung pinggir kali. Bila lagi punya uang hasil
anak-anaknya mengemis, ia memang suka memanjakan diri menikmati kopi. “Orang
miskin perlu juga sesekali nyantai, kan? Lagi pula, beginilah nikmatnya jadi
orang miskin. Punya banyak waktu buat leha-leha. Makanya, sekali-kali, cobalah
jadi orang miskin,” ujarnya, sambil menepuk-nepuk pundakku. “Kalau kamu
miskin, kamu akan punya cukup tabungan penderitaan, yang bisa digunakan untuk
membiayaimu sepanjang hidup. Kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang
melimpah. Jadi kamu nggak kaget kalau susah.” Kemudian pelan-pelan ia
menyeruput kopinya penuh kenikmatan.
Saat-saat
seperti itulah, diam-diam, aku suka mengamati wajahnya.
10.
Wajah orang
miskin itu mengingatkanku pada wajah yang selalu muncul setiap kali aku
berkaca. Dalam cermin itu kadang ia menggodaku dengan gaya badut paling lucu
yang tak pernah membuatku tertawa. Bahkan, setiap kali ia meniru gerakanku, aku
selalu pura-pura tak melihatnya.
Pernah,
suatu malam, aku melihat bayangan orang miskin itu keluar dari dalam cermin,
berjalan mondar-mandir, batuk-batuk kecil minta diperhatikan. Ketika aku terus
diam saja, kulihat ia kembali masuk dengan wajah kecewa.
Sejak itu,
bila aku berkaca, aku kerap melihatnya tengah berusaha menyembunyikan isak tangisnya.
11.
Ada saat-saat
di mana kuperhatikan wajah orang miskin itu diliputi kesedihan. “Jangan salah
paham,” katanya. “Aku sedih bukan karena aku miskin. Aku sedih karena banyak
sekali orang yang malu mengakui miskin. Banyak sekali orang bertambah miskin
karena selalu berusaha agar tidak tampak miskin.”
Entah
kenapa, saat itu mendadak aku merasa kikuk dengan penampilanku yang perlente.
Sejak itu pula aku jadi tak terlalu suka berkaca.
12.
Bila lagi
sedih orang miskin itu suka datang ke pengajian. Tuhan memang bisa menjadi
hiburan menyenangkan buat orang yang lagi kesusahan, katanya. Ia akan
terkantuk-kantuk sepanjang ceramah, tapi langsung semangat begitu makanan
dibagikan.
13.
Ada lagi
satu cerita, yang suka diulangnya padaku:
Suatu malam
ada seorang pencuri menyatroni rumah orang miskin. Mengetahui hal itu, si
miskin segera sembunyi. Tapi pencuri itu memergoki dan membentaknya, “Kenapa
kamu sembunyi?” Dengan ketakutan si orang miskin menjawab, “Aku malu, karena
aku tak punya apa pun yang bisa kamu curi.”
Ia mendengar
kisah itu dalam sebuah pengajian. “Kisah itu selalu membuatku punya alasan
untuk bahagia jadi orang miskin,” begitu ia selalu mengakhiri cerita.
14.
Orang miskin
itu pernah ditangkap polisi. Saat itu, di kampung memang terjadi beberapa kali
pencurian, dan sudah sepatutnyalah orang miskin itu dicurigai. Ia diinterogasi
dan digebugi. Dua hari kemudian baru dibebaskan. Kabarnya ia diberi uang agar
tak menuntut. Berminggu-minggu wajahnya bonyok dan memar. “Beginilah enaknya
jadi orang miskin,” katanya. “Dituduh mencuri, dipukuli, dan dikasih duit!”
Sejak itu,
setiap kali ada yang kecurian, orang miskin itu selalu mengakui kalau ia
pelakunya. Dengan harapan ia kembali dipukuli.
15.
Banyak orang
berkerumun sore itu. “Ada yang mati,” kata seseorang. Kukira orang miskin itu
tewas dipukuli. Ternyata bukan. “Itu perempuan yang kemarin baru melahirkan.
Anaknya sudah selusin, suaminya minggat, dan ia merasa repot kalau mesti
menghidupi satu jabang bayi lagi. Makanya ia memilih membakar diri.”
Perempuan
itu ditemukan mati gosong, sambil mendekap bayi yang disusuinya. Orang-orang
yang mengangkat mayatnya bersumpah, kalau air susu perempuan itu masih
menetes-netes dari putingnya.
16.
Sepertinya
ini memang lagi musim orang miskin bunuh diri. Dua hari lalu, ada seorang ibu
sengaja menabrakkan diri ke kereta api sambil menggendong dua anaknya. Ada lagi
sekeluarga orang miskin yang kompak menenggak racun. Ada juga suami istri
gantung diri karena bosan dililit hutang.
“Tak gampang
memang jadi orang miskin,” ujar orang miskin itu. “Hanya orang miskin gadungan
yang mau mati bunuh diri. Untunglah, sekarang saya sudah resmi jadi orang
miskin,” ujarnya sembari menepuk-nepuk dompet di pantat teposnya, di mana Kartu
Tanda Miskin itu dirawatnya. “Ini bukti kalau aku orang miskin sejati.”
17.
Orang miskin
punya ponsel itu biasa. Hanya orang-orang miskin yang ketinggalan zaman saja
yang tak mau berponsel. Tapi aku tetap saja kaget ketika orang miskin itu
muncul di rumahku sambil menenteng telepon genggam.
“Orang yang
sudah resmi miskin seperti aku, boleh dong bergaya!” katanya dengan gagah. Lalu
ia sibuk memencet-mencet ponselnya, menelepon ke sana kemari dengan suara yang
sengaja dikeras-keraskan, “Ya, hallo, apa kabar? Bagaimana bisnis kita?
Halooo….”
Padahal
ponsel itu tak ada pulsanya.
18.
Ia juga
punya kartu nama sekarang. Di kartu nama itu bertengger dengan gagah namanya,
tempat tinggal, dan jabatannya: Orang Miskin.
19.
Ia memang
jadi kelihatan keren sebagai orang miskin. Ia suka keliling kampung, menenteng
ponsel, sambil bersiul entah lagu apa. “Sekarang anak-anakku tak perlu lagi
repot-repot mengemis dengan tampang dimelas-melaskan,” katanya. “Buat apa?
Toh sekarang kami sudah nyaman jadi orang miskin. Tak sembarang orang bisa
punya Kartu Tanda Miskin seperti ini.”
Ia
mengajakku merayakan peresmian kemiskinannya. Dibawanya aku ke warung yang
biasa dihutanginya. Semangkuk soto, ayam goreng, sambal terasi dan nasi—yang
tambah sampai tiga kali—disantapnya dengan lahap. Sementara aku hanya
memandanginya.
“Terima
kasih telah mau merayakan kemiskinanku,” katanya. “Karena aku telah benar-benar
resmi jadi orang miskin, sudah sepantasnya kalau kamu yang membayar semuanya.”
Sambil
bersiul ia segera pergi.
20.
Ketika
tubuhnya digerogoti penyakit, dengan enteng orang miskin itu melenggang ke
rumah sakit. Ia menyerahkan Kartu Tanda Miskin pada suster jaga. Karena banyak
bangsal kosong, suster itu menyuruhnya menunggu di lorong. “Beginilah enaknya
jadi orang miskin,” batinnya, “dapat fasilitas gratis tidur di lantai.” Dan
orang miskin itu dibiarkan menunggu berhari-hari.
Setelah
tanpa pernah diperiksa dokter, ia disuruh pulang. “Anda sudah sumbuh,” kata perawat,
lalu memberinya obat murahan.
Orang miskin
itu pulang dengan riang. Kini tak akan pernah lagi takut pada sakit. Saat
anak-anaknya tak pernah sakit, ia jadi kecewa. “Apa gunanya kita punya Kartu
Tanda Miskin kalau kamu tak pernah sakit? Tak baik orang miskin selalu sehat.”
Mendengar
itu, mata istrinya berkaca-kaca.
21.
Beruntung
sekali orang miskin itu punya istri yang tabah, kata orang-orang. Kalau tidak,
perempuan itu pasti sudah lama bunuh diri. Atau memilih jadi pelacur ketimbang
terus hidup dengan orang miskin seperti itu.
Tak ada yang
tahu, diam-diam perempuan itu sering menyelinap masuk ke rumahku. Sekadar untuk
uang lima ribu.
22.
Suatu sore
yang cerah, aku melihat orang miskin itu mengajak anak istrinya pergi
berbelanja ke mal. Benar-benar keluarga miskin yang sakinah, batinku. Ia
memborong apa saja sebanyak-banyaknya. Anak-anaknya terlihat begitu gembira.
“Akhirnya
kita juga bisa seperti mereka,” bisik orang miskin itu pada istrinya, sambil
menunjuk orang-orang yang sedang antre membayar dengan kartu kredit. Di
kasir, orang miskin itu pun segera mengeluarkan Kartu Tanda Miskin miliknya,
“Ini kartu kredit saya.”
Tentu saja,
petugas keamanan langsung mengusirnya.
23.
Ia tenang
anak-anaknya tak bisa sekolah. “Buat apa mereka sekolah? Entar malah jadi
kaya,” katanya. “Kalau mereka tetap miskin, malah banyak gunanya, kan? Biar ada
yang terus berdesak-desakan dan saling injak setiap kali ada pembagian beras
dan sumbangan. Biar ada yang terus bisa ditipu setiap menjelang pemilu. Kau
tahu, itulah sebabnya, kenapa di negeri ini orang miskin terus dikembangbiakkan
dan dibudidayakan.”
Aku diam
mendengar omongan itu. Uang dalam amplop yang tadinya mau aku berikan,
pelan-pelan kuselipkan kembali ke dalam saku.
24.
Takdir
memang selalu punya cara yang tak terduga agar selalu tampak mengejutkan. Tanpa
firasat apa-apa, orang miskin itu mendadak mati. Anak-anaknya hanya bengong
memandangi mayatnya yang terbujur menyedihkan di ranjang. Sementara istrinya
terus menangis, bukan karena sedih, tapi karena bingung mesti beli kain kafan,
nisan, sampai harus bayar lunas kuburan.
Seharian
perempuan itu pontang-panting cari utangan, tetapi tetap saja uangnya tak cukup
buat biaya pemakaman. “Bagaimana, mau dikubur tidak?” Para pelayat yang sudah
lama menunggu mulai menggerutu.
Karena
merasa hanya bikin susah dan merepotkan, maka orang miskin itu pun memutuskan
untuk hidup kembali.
25.
Sejak
peristiwa itu, kuperhatikan, ia jadi sering murung. Mungkin karena banyak orang
yang kini selalu mengolok-oloknya.
“Dasar orang
miskin keparat,” begitu sering orang-orang mencibir bila ia lewat, “mau mati saja
pakai nipu.”
“Apa dikira
kita nggak tahu, itu kan akal bulus biar dapat sumbangan.”
“Dasarnya
dia emang suka menipu, kok! Ingat nggak, dulu ia sering keliling minta
sumbangan, pura-pura buat bikin masjid. Padahal hasilnya ia tilep sendiri.”
“Kalian
tahu, kenapa dia tak jadi mati? Karena neraka pun tak sudi menerima orang
miskin kayak dia!”
Orang-orang
pun tertawa ngakak.
26.
Nasib buruk
kadang memang kurang ajar. Suatu hari, orang miskin itu berubah jadi anjing.
Itulah hari paling membahagiakan dalam hidupnya. Anak istrinya yang kelaparan segera
menyembelihnya. (*)
Jakarta-Singapura, 2009
No comments:
Post a Comment