TUGAS BAHASA INDONESIA
“Menganalisis
Teks Cerpen”
Banuri
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Pelajaran Bahasa Indoensia
Pembimbing
: Bpk.H.Asmadi, S.Pd
Semester
1 Tahun Ajaran 2015 – 2016
Disusun
Oleh : 1. Anti Andriyani
2.
Nur Aini
3.
Riyan Widodo
4.
Tri Nenti
5.
Venti Susanti
Kelas
: XI MIIA 2
SMA NEGERI 1 SURANENGGALA
2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan tugas menganalisis Cerpen yang dibimbing oleh Bpk.H.Asmadi,S.Pd.
Selaku Guru Bahasa Indonesia.yang dibimbing oleh Bpk.HAsmadi,S.Pd.Selaku guru
bahasa Indonesia.
Tak
lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bpk.H.Asmadi S,Pd. Yang telah membantu
kami untuk memahami tugas “Menganalisis Teks Cerpen” yang berjudul “Banun”
Terimakasih
juga kepada kelompok 4 yang telah bekerja sama sehingga dapat menyelesaikan
tugas menganalisis teks cepen. Dan kami mohon maaf apabila ada jawban yang kata
– katanya sulit untuk dipahami.
MENGANALISIS
TEKS CERPEN
NO
|
ASPEK
|
DESKRIPSI
CERPEN
|
BUKTI
PENDUKUNG
|
1.
|
Judul
|
·
Tuliskan judul
·
Apakah temah cerpen tersebut?
|
·
Banun
·
Seorang yang tidak memperdulikan omongan orang
lain tentang dirinya demi masa depan dia dan keluarganya
|
2.
|
Abstrak
|
·
Apakah ada abstrak?
·
Tuliskan rentang tahap abstrak!
·
Apakah abstrak sudah menggambarkan cerita
keseluruhan?
|
·
Iya
·
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir
dikampung ini, tidak aka nada yang menyanggah bahwa perempuan tingkah yang
punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya……………
Konon, hingga riwayat ini disiarkan,
belum ada yang sanggup menumbangkan rekor kekikiran banun
·
Belum, hanya sebagian ayng baru menggambarkan
cerita keseluruhan
|
3.
|
Orientasi
|
·
Tuliskan tentang tahap orientasi!
·
Apakah ada perkenalan tentang
setting/latar(tempat,waktu dan suasana
·
Siapa saja tokoh dan bagaimana penokohan?
·
Apa yang dialami pelaku, dimana pelaku dimana
peristiwa itu terjadi?
|
·
Ada banyak banun di perkampungan lereng bukit yang
sejak dulu tanahnya subur hingga tersohor sebagai daerah penghasil padi
kwalitet nomor satu itu……..
Tapi, hanya ada satu Banun kikir yang
karena riwayat kekikirannya begitu menakjubka, tanpa mengurangi rasa hormat
apda Banun. Banun yang lain sepatutnyalah ia menjadi lakokn cerita ini.
·
Ada
-
Latar Tempat
: dihutan, sawah, perkarangan dan Rumah Banun perkampungan Lereng
Bukit
-
Latar suasana : Menegangkan
-
Latar waktu : Selasa dan Sabtu, Petagn, Jum’at
·
Banun : Tangguh, Keras kepala, hemat dan pekerja
keras “ tak usaha hiraukan gunjingan orang! Kalau benar apa yagn mereka
tuduhkan, kalian tak bakal mengeyam bangku sekolah dan seumur – umur akan
jadi orang tani.” Bentak banun ‘sebagai paham bagaimana tabiat petani sejati.
-
Rimah : Pembantah”hasil sawah yang tak seberapa
itu hendak dibawah mati, mak?”Tanya rimah suatu ketika.
-
Nami : Pembantah
“Mak tak hanya kikir pada orang lain,
tapi juga kikir pada perut sendiri”, Gerutu Nami
-
Pajar : Pemalas, Pendendam dan Pemarah.
“Untuk sekebat sayat kangkungpun,
zubanidah (Istri Polar) Belanja ke pasar
·
Banun Dukun Beranak yang kehendalanya lebih
dipercayai ketimbang bidan desa yang belum apa - apa sudah angkat tangan.
Lalu menyerahkan pasien bunting bersalin dirumah sakit kabupaten.
|
4.
|
Komplikasi
|
·
Tuliskan tentang ntahap komplikasi!
·
Apakah muncul konflik, para pelaku bereaksi
terhadap konflik, kemudian konflik meningkat?
·
Konflik internal (batin) atau konflik eksternal
(luar)
|
·
Disepanjang usianya, banun kikir tidak pernah
membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya. ”Manfaatkan saya, polar”.
·
Banun memiliki pedoman hidup bahwa kata “tani”
merupakan penyempitan dari “tahani” yang berarti menahan diri untuk tidak
membeli segala sesuatu yang diperoleh dari bercocok tanam.
·
Polar yang ntidak mau bekerja keras hingga dia harus
bangkrut
·
Polar mengantarkan anaknya Rustam untukmeminang
rimah anak Banun namun ditolak oleh Banun sendiri.
·
Polar melamar Banun tapi ditolak mentah – mentah
·
Konflik Internal (Batin)
-
Palar yang ntidak mau bekerja keras hingga dia
harus bangkrut
-
Palar melamar Banul tapi ditolak mentah – mentah.
-
Rupanya penolakan Banun telah menyinggung perasaan
palar, palar hendak membuat Banun merasa malu, bila perlu sampai ajal datang
menjemput.
-
Akhirnya palar menggunakan berbagai siasat agar
banun termaklumat sebagai wanita paling kikir dan membuatny amalu seumur
hidup.
-
Rupanya penolakan banun menyinggung perasaan
palar, palar hendak membuat Banun merasa malu, bila perlu sampai ajal datang
menjemput
-
Anak – anak banun mengesali sikap ibunya pada masa
lalu yang membuat palar sakit hati hingga membuatnya dendam dan membuat Banun
dijuluki Banun Kikir
|
5.
|
Klimaks
|
·
Tuliskan rentang tahap klimaks!
·
Apakah konflik pencapaian puncaknya?
|
·
Iya
·
Apalah GUna Insinyur pertanian bila tidak
mengamalkan laku orang tani?
·
Pesan ini disampaikan secara tersurat
-
Palar menggunakan segala siasat dan muslihat agar
banun termaklumatkan sebagai perempuan paling kikir dikampun gitu
-
Iya
|
6.
|
Resolusi
|
·
Tuliskan rentang tahap resolusi!
·
Apakah konflik terpecahkan dan bagaimana penyelesaiannya?
|
·
Anak – anak banun menyesali sikap ibunya pada masa
lalu yang membuat banun dijuluki banun kikir
·
Tiga bulan setelah suami banun meninggal
|
7.
|
Koda
|
·
Apakaha da kodaapakah ada koda?
·
Apakah ada pesan – pesan pengarang
·
Apakah pesan – pesan itu disampaikan secara
tersurat atau tersirat
·
Apakah pesan – pesan itu disampaikan secara wajar,
tidak menggurui
|
·
Sesungguhnya banun tidak lupa pada orang yang
pertama kali menjulukinya banun kikir hingga nama buruk itu melekat sampai
umurnya hamper berkepala tujuh
·
Disepanjang usianya, banunkikir tak pernah memberi
minyak tanah untuk mengasapi dapur kerugiannya
·
Saban perang, selepas bergelimang lumpur sawah,
daun – daun kelapa kering itu dipukulnya dan kebun yang sejak lama telah digarapnya
|
8.
|
Menggunakan
kata yang menunjukkan waktu lampau
|
·
Apakah tampak menggunakan kata – kata yang
menunjukkan waktu lampau?
|
·
Campuran karena menceritakan asal – muasal banun
dijuluki banun kikir.
|
9.
|
Menyebutkan
tokoh
|
·
Apakah tampak penggunaan kata – kata yang
menggambarkan penampilan fisik atau watak pelaku
|
·
Majas hiperbola : : kUping anak gadis banun itu
panas karena gunjingan perihal banun kikir tanda kutiada kunjung reda
·
Majas metafora : palar menyampaikan niatnya hendak
mempersunting janda kembang itu
·
Majas simile : perempuan lingkih yang punggungnya
telah melengkung serupa sabut kelapa
·
Majas retorik : apalah guna insinyur pertanian
bisa tidak mengamalkan laku orang lain
|
10.
|
Memuat
kata – kata untuk mendeskripsikan pelaku (penampilan fisik atau
kepribadiannya)
|
·
Apakah tampak penggunaan kata yang menggambarkan
penampilan fisik atau waktak pelaku
|
·
Sifat kikirnya dari tahun ketahun semakin
mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh kedengkian seseorang
menambahkan kata – kata kikir dibelakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat
sebagai banun kikir
|
11.
|
Alur
|
·
Alur apa yang teradpat dalam cerpen?
|
·
Sudut pandang orang ketiga
-
Semula ia hanya dipanggil banun
-
Hingga ia ternobat sebagai banun kikir
|
12.
|
Gaya
Bahasa
|
·
Gaya bahasa apa saja yang digunakan
|
·
Iya
-
Hingga riwayat ini disiarkan belum ada yang
sanggup menumpangkan.
|
13.
|
Gaya
Bahasa
|
·
Gaya bahasa apa saja yang digunakan
|
|
14.
|
Memuat
kata kerja yang menunjukkan peristiwa yang dialami pelaku
|
·
Apakah tampak penggunaan kata – kata yang
menggambarkan peristiwa – peristiwa yang dialami pelaku?
|
|
15.
|
Sudut
pandang
|
·
Apakah tampak penggunaan kata – kata yang
menunjukkan sudut pandang pengarang
|
-
|
16.
|
Keterpakaian
cerpen dengan kehidupan sebenarnya saat ini
|
·
Apakah cerita dapat mewakili kehidupan sebenarnya
saat ini?
|
-
|
Mengkonversi Teks Cerpen Menjadi Teks
Drama
Perempuan ringkih yang
punggungnya telah melengkung serupa nserabut kelapa dipanggil banun, lantaran
sifat kikirnya dan tahun ketahun mengakar, seorang menambahkan kata “kikir”
hingga ia bertobat sebagai banun kikir.
Rimah : “Hasil sawah yang tak seberapa itu
akan dibawa mati mak?”
Nami
:”Mak tak hanya kikir kepada orang lain, tapi jangan kikir kepada perut
sendiri”.
(gerutu nami)
Banun
:”Tak usah hiraukan kata – kata orang ! kalau benar apa yang mereka
katakana
kalian tak bakal mengenyam bangku
sekolah, dan seumur – umur akan menjadi orang tani!”
Sebenarnya banun tidak
lupa paada orang yang pertama kali menjuluki Banun kikir hingga nama itu melekat
sampai sekarang, orang itu tidak laina dalah palar, laki – laki pewaris tunggal
ibu. Bapaknya yang tak sanggup menjalankan perilaku orang tani.
Palar :”Banun,
bagaimana kalau kita jodohkan saja anak kita anakku Rustam dan
anakmu
Rimah?
Banun :”Rima
telah memiliki calon suami, pinanganmu terlambat
Palar :”anakku
Rustam akan menjadi satu – satunya insinyur pertanian bertani masa
kini,
hingga orang – orang tidak terpuruk lagi dalam kesusahan, anak dan keluargamu
akan beruntung jika menerima Ruslam.
Hari – hari berikutnya
Rimah :”kalau mak menerima pinangan
Rustani, tentu julukan buruk yang melekat
pada
mak lak adalah, kelapa mak waktu itu mengatakan bahwa aku sudah ada calon
suami, padahal belum , bukan?” (sesal Rimah)
Banun :”Tak
usah ungkit – ungkit lagi cerita lama, mungkin rustam bukan jodohmu”.
Rumah :”tapi
seandainya kami brejodoh mak tak akan dinamai banun kikir.
BANUN
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling
kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih
yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula
ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun
semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh dengan kedengkian,
seseorang menambahkan kata ”kikir” di belakang nama ringkas itu, hingga ia
ternobat sebagai Banun Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada
yang sanggup menumbangkan rekor kekikiran Banun.
Ada banyak Banun di perkampungan lereng bukit
yang sejak dulu tanahnya subur hingga tersohor sebagai daerah penghasil padi
kwalitet nomor satu itu. Pertama, Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya
kerap didatangi laki-laki pekerja keras bila pinggang atau pangkal lengannya
terkilir akibat terlampau bergairah mengayun cangkul. Disebut-sebut, kemampuan
turun-temurun Banun ini tak hanya ampuh mengobati patah-tulang orang-orang
tani, tapi juga bisa mempertautkan kembali lutut kuda yang retak, akibat bendi
yang dihelanya terguling lantaran sarat muatan. Kedua, Banun dukun beranak yang
kehandalannya lebih dipercayai ketimbang bidan desa yang belum apa-apa sudah
angkat tangan, lalu menyarankan pasien buntingnya bersalin di rumah sakit
kabupaten. Sedemikian mumpuninya kemampuan Banun kedua ini, bidan desa merasa
lebih banyak menimba pengalaman dari dukun itu ketimbang dari buku-buku semasa
di akademi. Ketiga, Banun tukang lemang yang hanya akan tampak sibuk pada hari
Selasa dan Sabtu, hari berburu yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para
penggila buru babi dari berbagai pelosok. Di hutan mana para pemburu melepas
anjing, di sana pasti tegak lapak lemang-tapai milik Banun. Berburu seolah
tidak afdol tanpa lemang-tapai bikinan Banun, yang hingga kini belum terungkap
rahasianya.
Tapi, hanya ada satu Banun Kikir yang karena
riwayat kekikirannya begitu menakjubkan, tanpa mengurangi rasa hormat pada
Banun-banun yang lain, sepatutnyalah ia menjadi lakon dalam cerita ini.
***
Di sepanjang usianya, Banun Kikir tak pernah
membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya. Perempuan itu menanak
nasi dengan cara menyorongkan seikat daun kelapa kering ke dalam tungku, dan
setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa keping kayu bakar yang
selalu tersedia di bawah lumbungnya. Saban petang, selepas bergelimang lumpur
sawah, daun-daun kelapa kering itu dipikulnya dari kebun yang sejak lama telah
digarapnya. Mungkin sudah tak terhitung berapa jumlah simpanan Banun selama ia
menahan diri untuk tidak membeli minyak tanah guna menyalakan tungku. Sebab,
daun-daun kelapa kering di kebunnya tiada bakal pernah berhenti berjatuhan.
”Hasil sawah yang tak seberapa itu hendak
dibawa mati, Mak?” tanya Rimah suatu ketika. Kuping anak gadis Banun itu panas
karena gunjing perihal Banun Kikir tiada kunjung reda.
”Mak tak hanya kikir pada orang lain, tapi
juga kikir pada perut sendiri,” gerutu Nami, anak kedua Banun.
”Tak usah hiraukan gunjingan orang! Kalau
benar apa yang mereka tuduhkan, kalian tak bakal mengenyam bangku sekolah, dan
seumur-umur akan jadi orang tani,” bentak Banun.
”Sebagai anak yang lahir dari rahim orang
tani, semestinya kalian paham bagaimana tabiat petani sejati.”
Sejak itulah Banun menyingkapkan rahasia
hidupnya pada anak-anaknya, termasuk pada Rimah, anak bungsunya itu. Ia
menjelaskan kata ”tani” sebagai penyempitan dari ”tahani”, yang bila
diterjemahkan ke dalam bahasa orang kini berarti: ”menahan diri”. Menahan diri
untuk tidak membeli segala sesuatu yang dapat diperoleh dengan cara bercocok
tanam. Sebutlah misalnya, sayur-mayur, cabai, bawang, seledri, kunyit,
lengkuas, jahe. Di sepanjang riwayatnya dalam menyelenggarakan hidup, orang
tani hanya akan membeli garam. Minyak goreng sekalipun, sedapat-dapatnya
dibikin sendiri. Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan
perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri. Semakin
banyak yang dapat ”ditahani” Banun, semakin kokoh ia berdiri sebagai orang
tani.
Maka, selepas kesibukannya menanam, menyiangi,
dan menuai padi di sawah milik sendiri, dengan segenap tenaga yang tersisa,
Banun menghijaukan pekarangan dengan bermacam-ragam sayuran, cabai, seledri,
bawang, lengkuas, jahe, kunyit, gardamunggu, jeruk nipis, hingga semua
kebutuhannya untuk memasak tersedia hanya beberapa jengkal dari sudut dapurnya.
Bila semua kebutuhan memasak harus dibeli Banun dengan penghasilannya sebagai
petani padi, tentu akan jauh dari memadai. Bagi Banun, segala sesuatu yang
dapat tumbuh di atas tanahnya, lagi pula apa yang tak bisa tumbuh di tanah
kampung itu akan ditanamnya, agar ia selalu terhindar dari keharusan membeli.
Dengan begitu, penghasilan dari panen padi, kelak bakal terkumpul, guna membeli
lahan sawah yang lebih luas lagi. Dan, setelah bertahun-tahun menjadi orang
tani, tengoklah keluarga Banun kini. Hampir separuh dari lahan sawah yang
terbentang di wilayah kampung tempat ia lahir dan dibesarkan, telah jatuh ke
tangannya. Orang-orang menyebutnya tuan tanah, yang seolah tidak pernah
kehabisan uang guna meladeni mereka yang terdesak keperluan biaya sekolah
anak-anak. Tak jarang pula untuk biaya keberangkatan anak-anak gadis mereka ke
luar negeri, untuk menjadi TKW, lalu menggadai, bahkan menjual lahan sawah.
Empat orang anak Banun telah disarjanakan dengan kucuran peluhnya selama
menjadi orang tani.
***
Sesungguhnya Banun tidak lupa pada orang yang
pertama kali menjulukinya Banun Kikir hingga nama buruk itu melekat sampai
umurnya hampir berkepala tujuh. Orang itu tidak lain adalah Palar, laki-laki
ahli waris tunggal kekayaan ibu-bapaknya. Namun, karena tak terbiasa berkubang
lumpur sawah, Palar tak pernah sanggup menjalankan lelaku orang tani. Untuk
sekebat sayur Kangkung pun, Zubaidah (istri Palar), harus berbelanja ke pasar.
Pekarangan rumahnya gersang. Kolamnya kering. Bahkan sebatang pohon Singkong
pun menjadi tumbuhan langka. Selama masih tersedia di pasar, kenapa harus
ditanam? Begitu kira-kira prinsip hidup Palar. Baginya, bercocok tanam aneka
tumbuhan untuk kebutuhan makan sehari-hari, hanya akan membuat pekerjaan di
sawah jadi terbengkalai. Lagi pula, bukankah ada tauke yang selalu berkenan
memberi pinjaman, selama orang tani masih mau menyemai benih? Namun,
tauke-tauke yang selalu bermurah-hati itu, bahkan sebelum sawah digarap, akan
mematok harga jual padi seenak perutnya, dan para petani tidak berkutik
dibuatnya. Perangai lintah darat itu sudah merajalela, bahkan sejak Banun belum
mahir menyemai benih. Palar salah satu korbannya. Dua pertiga lahan sawah yang
diwarisinya telah berpindah tangan pada seorang tauke, lantaran dari musim ke
musim hasil panennya merosot. Palar juga terpaksa melego beberapa petak sawah
guna membiayai kuliah Rustam, anak laki-laki satu-satunya, yang kelak bakal
menyandang gelar insinyur pertanian. Dalam belitan hutang yang entah kapan
bakal terlunasi, Palar mendatangi rumah Banun, hendak meminang Rimah untuk
Rustam.
”Karena kita sama-sama orang tani, bagaimana
kalau Rimah kita nikahkan dengan Rustam?” bujuk Palar masa itu.
”Pinanganmu terlambat. Rimah sudah punya calon
suami,” balas Banun dengan sorot mata sinis.
”Keluargamu beruntung bila menerima Rustam. Ia
akan menjadi satu-satunya insinyur pertanian di kampung ini, dan hendak
menerapkan cara bertani zaman kini, hingga orang-orang tani tidak lagi terpuruk
dalam kesusahan,” ungkap Palar sebelum meninggalkan rumah Banun.
”Maafkan saya, Palar.”
Rupanya penolakan Banun telah menyinggung
perasaan Palar. Lelaki itu merasa terhina. Mentang-mentang sudah kaya, Banun
mentah-mentah menolak pinangannya. Dan, yang lebih menyakitkan, ini bukan
penolakan yang pertama. Tiga bulan setelah suami Banun meninggal, Palar
menyampaikan niatnya hendak mempersunting janda kembang itu. Tapi, Banun
bertekad akan membesarkan anak-anaknya tanpa suami baru. Itu sebabnya Palar
menggunakan segala siasat dan muslihat agar Banun termaklumatkan sebagai
perempuan paling kikir di kampung itu. Palar hendak membuat Banun menanggung
malu, bila perlu sampai ajal datang menjemputnya.
***
Meski kini sudah zaman gas elpiji, Banun masih
mengasapi dapur dengan daun kelapa kering dan kayu bakar, hingga ia masih
menyandang julukan si Banun Kikir. ”Nasi tak terasa sebagai nasi bila dimasak
dengan elpiji,” kilah Banun saat menolak tawaran Rimah yang hendak
membelikannya kompor gas. Rimah sudah hidup berkecukupan bersama suaminya yang
bekerja sebagai guru di ibu kota kabupaten. Begitu pula dengan Nami dan dua
anak Banun yang lain. Sejak menikah, mereka tinggal di rumah masing-masing.
Setiap Jumat, Banun datang berkunjung, menjenguk cucu, secara bergiliran.
”Kalau Mak menerima pinangan Rustam, tentu
julukan buruk itu tak pernah ada,” sesal Rimah suatu hari.
”Masa itu kenapa Mak mengatakan bahwa aku
sudah punya calon suami, padahal belum, bukan?”
”Bukankah calon menantu Mak calon insinyur?”
”Tak usah kau ungkit-ungkit lagi cerita lama.
Mungkin Rustam bukan jodohmu!” sela Banun.
”Tapi seandainya kami berjodoh, Mak tak akan
dinamai Banun Kikir!”
Sesaat Banun diam. Tanya-tanya nyinyir Rimah
mengingatkan ia pada Palar yang begitu bangga punya anak bertitel insinyur
pertanian, yang katanya dapat melipatgandakan hasil panen dengan mengajarkan
teori-teori pertanian. Tapi, bagaimana mungkin Rustam akan memberi contoh cara
bertani modern, sementara sawahnya sudah ludes terjual? Kalau memang benar
Palar orang tani yang sesungguhnya, ia tidak akan gampang menjual lahan sawah,
meski untuk mencetak insinyur pertanian yang dibanggakannya itu. Apalah guna
insinyur pertanian bila tidak mengamalkan laku orang tani? Banun menolak
pinangan itu bukan karena Palar sedang terbelit hutang, tidak pula karena ia
sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangai buruk Palar yang dianggapnya
sebagai penghinaan pada jalan hidup orang tani.
No comments:
Post a Comment