REVIEW DAN KRITIK SARAN
KOMUNIKASI POLITIK SOEKARNO
Penulis
: Roni Tabroni
Di
terbitkan oleh :
SIMBIOSA
REKATAMA MEDIA
ISBN : 978-602-7973-19-0
Fakultas : Ilmu Sosial Dan Politik
Nama : Utiyah
Dosen : Dr.H.
Nurudin Siraj, drs., ma,Msi
Tahun : 2015
PRODI
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS
SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun
panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat-Nya kami
bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Komunikasi Politik Soekarno”. Makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan Publik.
Kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Cirebon, 20 Juni 2015
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR
ISI................................................................................................ ii
BAB
I SOEKARNO KOMUNKATOR POLITIK
A. Komunikator
Politik............................................................. 1
B. Komunikator
Politik dan Media Massa................................ 5
C. Soekarno
Belajar Pidato....................................................... 8
BAB
II PESAN KOMUNIKATOR SOEKARNO
A. Pesan
dalam Komunikasi Politik.......................................... 9
BAB
III KOMUNIKASI NONVERBAL SOEKARNO
A. Komunikasi
Nonverbal......................................................... 19
B. Fungsi
Komunikasi Nonverbal............................................. 19
C. Komunikasi
Nonverbal dalam Komunikasi Politik.............. 20
D. Bentuk
– bentuk Komunikasi Nonverbal............................. 21
E. Komunikasi
Nonverbal Soekarno......................................... 22
BAB
IV SOEKARNO DAN MEDIA MASSA
A. Media
Massa dalam Komunikasi Politik.............................. 24
B. Soekarno
Pembaca sekaligus penulis hebat.......................... 25
C. Tulis
– tulisan Soekarno di Media Massa............................. 26
D. Sosio
Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi........................... 30
E. Sekali
lagi tentang Sosio-Nalisme dan Sosio-Demokrasi..... 32
F. Sekali
lagi: Bukan “Jangan Banyak Bicara, Bekerjalah”, Tetapi “Banyak Bicara, Banyak
Bekerja”.............................................................................................. 38
G. Masyarakat
Unta dan Masyarakat Kapal Udara.................. 40
BAB
I
SOEKARNO
KOMUNIKATOR POLITIK
A.
Komunikator
Politik
Secara umum, di pastikan tidak ada manusia yang
lepas dari silkus komunikasi. keberadan setiap individ memberi peran anda lamkhanza
komunikasi pada kehidupan sehari-hari. Semua dapat memerankan diri sebagai komunikator,
termasuk komunikator sekaligus. Dalam situasi apa mereka menjadi komunikator dan
dalam kesempatan apa mereka menjadi komunikator. yang jelas, keterlibatan tersebut
tidak di hindarkan sebab manusia adalah mahluk komunikasi, apapun kepentinganya
artinya untuk mencapai tujuan, setiap individu dapat mengekpresikan dirinya lewat
komunikasi. (halaman 33)
Ketika penjajahan dilakukan dengan senjata, kemerdekan
justru jika tidak berlebihan di lakukan lewat komunikasi. Lewat rangkaian
kata-kata soekarno menggerakkan seluruh rakyat untuk menuju gerbang kemerdekan
. (halaman 33)
Terlebih pada zaman politik tentu menjadi rujukan rakyat
untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan sosial politik yang terjadi ,dan seberapa
dekat kemerdekan itu akan tercapai.(halaman
34)
Pada prinsipnya, komunikator yang bersentuhan dengan
massa dan identic dengan komunikator politik yang menduduki posisi penting dalam
jaringan sosial, menanggapi berbagai tekanan denganmenolak dan memilihinformasiyang
semuaterjadi di dalam sistem
social yang bersangkutan. kemampuan
bersentuhan dengan massa menjadi penting sebab dalam kontes politik pun hal
tersebut menjadi bagian dari kempuan seorang komunikator politik.
(halaman34)
Menurut Dan Nimmo
(2005:29) , apa yang berlaku bagi komukator massa, berlaku juga bagi komukator
politik. komunikator politik memainkan
memainkan peranan sosial yang penting terutama dalam prosais opini
publik .(halaman34)
Nimmo, mengutip Karl popper, menjelasksn bahwa ada satu
teori opini publik yang seluruhnya di bangun di sekitar komunikator politik,
yaitu “teori pelopor mengenai opini publik” ia menegaskan bahwa para pemimpin
menciptakan opini publik karena mereka berhasi membuat beberapa gagasan yang
mulamula di tolak, kemudian di pertimbangkan dan akhirnya d trima. (halaman34)
sebagai
pendukung pengertian yang lebih besar terhadap peranan komukator dalam proses
opini, Lenard W.Doob, sebagaimana Nimmo (2005:30), menyerahkan berbagai hal yang patut di ketahui
mengenai komunikator, komunikator dapat di analisis sebagai diri sendiri.
(halaman35)
Untuk lebih
memfokuskan cara pandang kita terhadap komukator politik, Nimoo, mengutip Doob,
menyebutkan bahwa sebaikan komunikator politik dapat diidentifikasi melalui
pembagian bedasarkan peranan asing-masing. posisi peran tersebut bedasarkan
pada struktur politik, kepentingan maupun situasi yang terjadi. (halaman35)
Politikus
sebagai komunikator politik karena sebagai pelaku utama dalam kontes politik,
bahkan pemain secara praktis dan berada di garda depan dalam setiap proses politik
yang terjadi terkadang bersumber dari politikus tersebut. politikus biasanya
tersebar di berbagai partai politik maupun jabtan-jabtan struktural pemerintah,
mulai dari tingkat paling atas hingga paling bawah . komunikasi politik yang di
lakukan oleh politikus lebih cenderung pada pemberian ganjaran (reward) dan
pengendalian kondisi sosial. Dengan kewewenangan yang di milikinya, politikus dapat
menerobos sebagai bentuk hambatan kutuk membangun sebuah tatanannya, harus
Senantiasa di ikuti oleh publik . sedangkan pengaruh yang di dapatkan, yaitu
lewat komunikasi yang di lakukan dengan berbagai bentuk, baik secara langsung
maupun melalui media. (halaman35-36)
Komunikator
politik profesional, orang yang menerjemah sikap, pengetahuan, dan minat satu komunitas
bahasa ke dalam istilah-istilah komunikasi bahasa lain yang berbeda, menarik
dan dap di mengerti . komunikator profesional menghubungkan golombang elit
dalam organisasi atau komunitas mana pun dengan kelayakan umum, secara
horizontal. ia menghubungkan dua komunikasi
bahasa yang di bedakan pada tingkat struktur sosial yang sama.
(halaman36)
Komunikator profesional dapat membantu politikus untuk
meyampaikan pesan-pesannya kepada khalayak dengan berbagai metode yang di
gudankan, apa yang di lakukan hanya sebagi metode yang di gunakan. (halaman36)
Dalam tataran
komunikasi massa , komunikator bisa
dalam bentuk organisasi penerbitan , yaitu tim redaksi surat kabar atau pres ,
karena itu . nurani soyomukti (2013:77) menjelaskan bahwa komunikator politik akan
membuat perkembangan politik , alasanya , karakter komunikator berkaitan dengan
cara ia memiliki kepentigan . informasi
, ide , gagasan . serta kebijakan politik yang akan terpengaruh pada situasi
politik karena pesanya di smapaikan pada khalayak. (halaman36-37)
Setiap
komunikator memiliki gaya komunikasi yang berbeda-beda. begitupun komunikator
politik, inti dari semua gaya komunikator politik adalah sebagaimana halnya
komunikasi, mengubah cara pandang dan prilaku orang menjadi objek komunikasi. ketika
menunjuk Soekarno sebagai komunikator politik pada masanya, apa yang di lakukan
oleh ia dengan orasinya akan membangkitkan kesadaran pentingnya kemerdekaan,
atau misalnya, ketika cokroaminoto melakukan orasi politik, apa yang di lakukan
menggugah masyarakat sekaligus mencerahkan pikiran umat. begitupun bung Tomo,
dengan pidatonya kemudian membangkitkan arek-arek suroboyo untuk melakukan
pelawanan terhadap penjajah tanpa takut. (halaman37-38)
Keaktifan
komunikator politik, menurut soyomukti, biasanya akan menciptakan tumbuhnya demokrasi
dalam satu masyarakat. (halaman38)
Komunikator
politik menjadi sosok yang paling dominan sehingga apapun di sampaikanya akan
mempengaruhi orang lain untuk bertindak. terkadang komunikator politik juga
memiliki karisma yang kuat, ketika berbicara, ia seperti memiliki kekuatan luar
biasa yang sanggup merasuki jiwa massa yang menerima pesanya. Soekarno adalah
contoh terbaik dari hal itu, ketika ia berbicara dan berpidato, apalagi jika
pidato berisi petuah atau mobilitas kepada para pemuda untuk menjadi
sukarelawan dalam membangun pasukan melawan Irian barat atau Malaysia pada 1960.
(halaman38)
Soekarno
termasuk komunikator yang baik karena ia dapat menarik simpati publik, ketika
berbicara, daya biusnya bisa menghentikan seluruh keriuhan dan berbagai aktivitas
yang sedang berlangsung. (halaman38)
Komunikator
politik pada dasarnya merupakan tokoh untuk kelompok atau rakyatnya , ketokohan
dalam komunikasi politik sangat penting untuk menjamin kredibilitas proses
komunikasi yang di lakukan. Jalaluddun Rahmat
(2004:256) menjelaskan bahwa ketokohan adalah sebagai
etos. dimensi etos yang paling relevan di sini adalah kredibilitas , yaitu
kehilangan komunikator (pemimpin) atau kepercayaan kita terhadap komunikator,
identifikasi terjadi bila individu meniru prilaku orang atau kelompok lain
karena prilaku tersebut berkaitan dengan yang mendefinisikan diri dengan orang
atau kelompok itu. (halaman39)
Proses
membangun kredibilitas selanjutnya adalah melakukan proses yang di sebut dengan
kedudukan (2010:80) menjelaskan bahwa kedudukan terjadi bila individu menerima
pengaruh dari orang atau kelompok lain karena berharap memperoleh reaksi yang
menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut. (halaman39)
Ethos di
artikan sebagai kredibilitas komunikator, yaitu komunikator yang dapat di
percaya. (halaman40)
Menurut
Rakmat(2004:257), kredibilitas merupakan seperangkat persepsi khalayak tentang
sifat-sifat komunikator sehingga sesungguhnya kredibilitas tidak melekat dalam
diri komunikator, kredibilitas berkenaan dengan dengan sifat-sifat komunikator
yang selanjutnya disebut sebagai komponen kredibilitas .
Rahmat, mengutip hovland dan Swiss, menjelaskan bahwa
kredibilitas atau etos terdiri atas dua komponen, yaitu keahlian (expertise)
dan dapat di percaya (Trust worthiness)
Ardial
(2011:81) menjelaskan bahwa kredibilitas adalah kesan di
bentuk olah khalayak tentang kemampuan politikus, profesional, atau aktivis
sebagai komunikator publik dengan menguasai topik yang di bicarakan atau di
tulis, politikus profesional atau aktivis akan mendapatkan Citra diri yang baik
sebagi orang yang cerdas, mampu, berakhlak, tahu banyak, berpengalaman atau
terlatih karena jam terbangnya sudah tinggi. sebaliknya komunikator politik
Yang memiliki Citra yang renda bagi khalayak , di pandang sebagai orang yang
bodoh dan tidak berpengalaman, Artinya keahlian komunikator politik bergantung
pada :
1)
Kemampuan
dan keahlian dalam menyampaikan pesan
2) Kemauan serta keterampilan menyajikan pesan-pesan,dalam
arti memilih tema ,metode, dan media politik yang sesuai dengan situs serta
kondisi khalayaknya
Citra dari
komunikator politik dapat juga di bentuk melalui pengalaman orang lain , yaitu
melalui pergaulan dan aktivitas yang lama dengan toko politik atau pahlawan
politik. Selain itu, Citra diri komunikator politik dapat juga di bentuk
melalui pengalaman orang lain, yaitu mendengar dan cerita orang banyak melalui
radio; membaca buku, majalah,dan surat kabar, serta melaksanakan sendiri
aktivitas dan penampilan toko politik melalui layar televisi .
Kemampuan
komunikator politik yang melekat pada diri komunikator politik merupakan
kekuatan yang menjadi modal penting dalam komunikasi politik. Kekuatan yang
dimilikinya merupakan sumber daya politik yang sangat penting dalam usaha merebut
pengaruh politik melalui komunikasi politik yang intensif. Selain kekuasaan
politik, di kenal juga kekuasaan lain, seperti kekuasaan keahlian,
informasional, rujukan dan legal.
Dengan demikian,
komunikator yang dapat mempengaruhi khalayak adalah komunikator yang memiliki
ketokohan dan kepemimpinan (leadership) dengan keseluruhan syarat yang di
kemukakan di atas.
B. Komunikator
Politik Dan Media Massa
Dalam melakukan
komunikasinya , komunikator politik tidak , menafikan ke hadiran media massa .
media massa akan sangat membantu dalam menyebarkan pesan-pesan politik yang di
sampaikan Soekarno , misalnya, dalam melakukan komunikasi politiknya tidak
lepas dari pemanfaatan media massa saat itu , seperti media massa dan radio ,
Soekarno menyadari betul bahwa media sangat istal dalam menjangkau massa yang
menyebar di berbagai daerah yang tidak bisa di jangkau langsung secara fisik.
seluruh media komunikasi lebih identik dengan alat (benda) untuk menyampaikan.
jadi seluruh komunikasi lebih umum dari pada media komunikasi.
Pengguna media
massa dalam proses komunikasi politik semakin marak terjadi seiring
perkembangan dunia teknologi informasi. Namun setidaknya, dua jenis media,
yaitu cetak dan elektronik (radio) yang ada pada zaman Soekarno, telah
memberikan andil besar dalam proses revolusi.
Dengan fungsi
menginformasikan, media massa tidak
hanya memberikan apa yang sedang terjadi ,tetapi di penuhi oleh gagasan-gagasan
segar dari komunikator politik. media massa tidak bebas nilai, tetapi memiliki
kepentingan untuk membonkar jiwa komunisme pada setiap pendengaran dan
pembicaraan. Di dalamnya terdapat fisiologi dan doktrin yang sengaja di
publikasikan. Media massa pada zaman revolusi seperti harus memilih , keberpihakan tidak bisa di hindari
, lebih condong ke penjajah atau pribumi yang mendambakan kemerdekaan .
Lewat media
massa, opini-opini di cetak dan di siarkan , kemudian di publikasikan kepada
masyarakat . mediaamassa pada massa perjuangan turut mengobarkan
perlawanaanterhadaap kaum penjajah .
Menurut
Ardial (2011:95). Penggunaan medium , (tanggal) atau media (jamak) dalam
komunikasi politik perlu dipilah dan dipilih dengan cermat agar sesuai dengan kondisi
serta situasi khalayak dengan memperhatikan sistem komunikasi politik di suatu
negara bangsa. Hal ini merupakan langkah strategis yang sangat penting ,
setelah mengenal khalayak, untuk menyusun pesan dan menetapkan metode. Sesuai
dengan eksistensi media sebagai perpanjangan indra manusia.
Dalam komunikasi
politik, seluruh media dapat digunakan karena tujuannya adalah membentuk dan
membina pendapat umum serta memengaruhi pemberib suara dalam pemilihan umum.
Selain itu, komunikasi politik juga bertujuan memengaruhi kebijakan atau
keputusan dalam pembuatan peraturan dan perundang-undangan. Itulah sebabnya
semua bentuk klegiatan komunikasi politik diperlukan , seperti lobi, tindakan,
retorika, publicrelation politik, dan komunikasi massa. Artinya, semua jenis
media massa sangat diperlukan dalam komunikasi politik.
Media pada dasarnya
dibedakan menjadi; media cetak yang lebih menyalurkan informasi politik melalui
kekuatan visual, radio melalui kekuatan audio. Televisi melalui audio visual,
dan media interaktif internet. Melalui internet, komunikasi politik dapat
dilakukan dengan menyatakan jutaan orang dari seluruh dunia tanpa ada hubungan
yang bersifat pribadi. Khalayak yang tercipta oleh internet tersebut sangat
khas, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh jaringan komputer yang disebut
sebagai ruang maya (cyberspace).
Penggunaan media
massa dalam komunikasi politik, sangat sesuai dalam upaya membentuk citra diri
para politikus dan citra partai politik untuk memperoleh dukungan masyarakat
umum. Komunikasi politik dengan menggunakan media massa dinamakan komunikasi
massa. Secara singkat, komunikasi massa dirumuskan olehBittner, yaitu pesan
yang dikomunikasikan melalui media massa kepada sejumlahorang; sedangkan
Maletze mengartikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang
menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara langsung dan satu
arah kepada publik yang tersebar (Ardial, 2011: 162). Dengan demikian,
komunikasi massa andalah komunikasi satu
kepada banyak. Ciri-cirinnya: menggunakan media massa; isi pesannya bersifat
terbuka atau umum, dalam arti semua orang dapat membaca, menonton, atau
mendengarnya; juga bersifat faktual, baru terjadi, baik dari segi waktu maupun
substansi. Itulah sebabnya komunikasi massa sangat erat kaitannya dengan
politik dan komunikasi politik.
Dengan
demikian, tidak bisa disangka lagi bahwa media massa sangat mendukung kegiatan
komunikasi politik. Hal ini berkaitan dengan fungsi komunikasi massa sebagai
decoder, interpreter, dan encoder, seperti yang dinyatakan oleh Schramm.
Komunikasi massa men-decode lingkungan sekitar untuk kita, mengawasi
kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan, dan efek dari
budaya populer. Komunikasi massa menginterprestasikan hal-hal yang di-decode
sehingga dapat mengambil kebijakan masyarakat dalam menikmati kehidupan.
Fungsi
komunikasi massa, yaitu :
1.
Menghibur
2.
Meyakinkan
3.
Menginformasikan
4.
Menganugrahkan
status
5.
Membius
6.
Menciptakan
rasa kebersatuan
Dengan demikian,
fungsi tersebut semakin menegaskan akan pentingnya media massa dalam komunikasi
politik. Siapapun yang menjadi komunikator politiknya, media massa tetap
penting dan sangat membantu dalam menyampaikan pesan politik. Itulah mengapa
para pendiri bangsa ini, terutama Soekarno, begitu peduli terhadap media massa,
memanfaatkan bahkan harus berkorban untuk membuat media massa sendiri. Tentu
saja tujuannya adalah untuk menjadikan saliran komunikasi politik walaupun
kondisi masyarakat dan media saat itu begitu terbatas.
C. Soekarno
Belajar Pidato
Sebagai komunikator politik , Soekarno mendapat pelajaran
berharga dari gurunya, Tjokroaminoto pernah berkata kepada murid-murid termasuk
Soekarno ,” jika kalian ingin menjadi pemimpin besar , menulislah seperti
wartawan dan bicaralah seperti operator.
Untuk menjadi
komunikator politik yang hebat, Soekarno terlebih dahulu berinteraksi demam
lautan ilmu yang tersebar di puluhan,ratusan, bahkan ribuan buku yang harus di
harapkan sejak kecil.
BAB II
PESAN KOMUNIKASI POLITIK SOEKARNO
A.
Pesan
dalam Komunikasi Politik
Dalam proses
komunikasi , apapun bentuknya, pesan menjadi satu yang sangat penting. Berbobot
atau tidaknya seorang komunikator politik, akan dilihat dari seberapa berisi
pesan yang disampaikan nya. Dengan kata lain, pesan politik mencerminkan
kualitas komunikator politik itu sendiri.
Pesan politik
bisa berupa kata-kata yang diekspresikan dalam pidato politik atau orasi,
diskusi, rapat terbuka atau tertutup.
Ketika seorang
melakukan komunikasi politik, pada dasarnya dia sedang menyampaikan pesan dari
pengirim kepada khayalak orang. Pesan pesan tersebut dapat disampaikan dalam
berbagai bentuk, mulai dari poster, spanduk.
Selain simbol,
ilustrasi dalam komunikasi politik juga sangat penting. Menurut Venus (2014 :
71) hal ini dipertegas oleh banyaknya penelitian yang menemukan bahwa materi
pendukung, seperti ilustrasi dan kejadian bersejarah dalam sebuah pesan sangat
mempengaruhi perubahan sikap orang yang menerima pesan tersebut.
Komunikator politik juga penting mengetahui tentang
struktur pesan. Istilah struktur pesan menunjuk pada bagaimana unsur – unsur
pesan diorganisasikan. Secara umum, ada tiga aspek yang berkaitan langsung
dengan pengorganisasian pesan kampanye, yaitu sisi pesan, susunan penyajian,
dan pernyataan kesimpulan. Sisi pesan memperlihatkan bagaimana argumentasi yang
mendasari suatu pesan persuasive disajikan kepada khalayak. Bila komunikator
politik hanya menyajikan pesan – pesan yang mendukung posisinya, ia menggunakan
pola pesan satu sisi. (Halaman 63)
Penggunaan argumentasi dua sisi, kata Venus (2004:
75), dapat memperkuat kredibilitas komunikator politik. Khalayak akan
menganggap pesan dua sisi lebih jujur dan dapat dipercaya. Namun, kejujuran
bukanlah alasan pokok yang menyebabkan komunikator politik memilih pola pesan
dua sisi. Pemilihan pola ini semata – mata untuk meyakinkan masyarakat bahwa
gagasan kita, sebagaimana gagasan pihak lain, memiliki kelebihan dan
kekurangan. Namun dibandingkan pihak lain, gagasan kita masih lebih baik.
(Halaman 63)
Dalam beberapa situasi, pesan politik yang
disampaikan melalui dua sisi jauh lebih efektif dari pada pesan satu sisi.
Dengan menyajikan pesan dua sisi, komunikaotr politik dapat membuat masyarakat
kebal terhadap pengaruh pesan dari pihak lain, juga memungkinkan masyarakat
melakukan Counter Argument Terhadap
upaya persuasi pihak lawan. (Halaman 63)
Dari sekian banyak pesan politik yang penting untuk
disampaikan, Firmanzah (2008) menyebutkan pentingnya ideology bagi komunikator politik.
Menurutnya, ideology merupakan bagian inti dari sebuah perjuangan tertentu yang
harus disampaikan kepada masayrakat.Hal ini penting untuk dipahami bersama agar
publik dapat memberikan alas an mengapa sikap politik itu penting. (Halaman 64)
Untuk menentukan pesan politik, Tabroni (2012:32)
menjelaskan, tidak dapat dilakukan secara asal – asalan. Pesan politik harus
dirumuskan secara bersama – sama oleh para elite politik melalui sebuah
mekanisme musyawarah yang sangat serius. Pesan politik tidak bisa dilakukan
oleh orang biasa, tetapi oleh seorang atau beberapa orang ahli yang sangat
paham mengenai persoalan publik sekaligus orang ahli yang sangat paham mengenai
persoalan publik sekaligus orang yang dapat merumuskan berbagai inovator
berpikir. (Halaman 65)
Penyampaian pesan politik dapat dilakukan dengan
beberapa cara diantaranya :
1. Menggunakan
bahasa yang padat dan dapat dimengerti
2. Mengangkat
isu – isu aktual dan segar
3. Mencari
sebuah isu – isu aktual dan segar
4. Mencari
sebuah slogan yang popular sehingga dapat diingat dengan mudah oleh publik
5. Menyampaikan
program dengan bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat
6. Menarik
perhatian khalayak dan menjadi motivasi bagi masyarakat banyak
7. Menjelaskan
semua yang disampaikan menjadi sesuatu yang sedang diperjuangkan oleh diri dan
kelompoknya. (Halaman 66)
Ketika bangsa ini sudah merdeka, Soekarno mengajak
seluruh rakyat Indonesia di berbagai daerah untuk senantiasa mempertahankan
kemerdekaan. (Halaman 66)
Keberanian Soekarno dalam berbagai forum, baik di
dalam negeri maupun internasional, memberikan sinyal kepada bangsa – bangsa
lain di dunia untuk tidak menyepelehkan lagi Indonesia.
Pesan – pesan politik Soekarno juga acapkali
mengangkat realitas rakyat Indonesia yang senantiasa menjadi korban penjajahan
Soekarno menjadikan potret kemiskinan yang tergambar dari seorang Marhaen
sebagai ajaran yang sangat penting, yaitu Marhaenisme. Marhaen tidak lagi
sebagai sesosok petani miskin, tetapi berubah menjadi pesan politik tentang arti
penting kemerdekaan dan kemandirian. (Halaman 67)
Syaratnya adalah pengelolaan potensi alam sendiri
tanpa harus bergantung kepada pihak asing. Melalui pesan – pesan politiknya,
soekarno memberikan inspirasi penting pada zamannya hingga saat ini. (Halaman
67)
Tulisan Soekarno ini menunjukan dua hal penting : Pertama, betapa luasnya wawasan
Soekarno. Dalam tulisan ini, Soekarno mengupas berbagai ideology dunia, baik
yang ada di Eropa, Barat, maupun Negara – Negara Asia lainnya. Kedua, Soekarno
begitu mendambakan persatuan sehingga tiga kubuh besar di Indonesia yang
diwakili oleh paham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme tidak bisa saling
menafikan. (Halaman 68)
Zaman “Senang dengan apa adanya”, sudahlah lalu.
Zaman baru : zaman muda, sudahlah datang sebagai fajar yang terang cuaca. (Halaman
69)
Zaman teori kaum kuno, yang mengatakan bahwa.”Siapa
yang ada dibawah, harus terima-senang. Yang barang kemas – kemasnya berguna
untuk memelihara siapa yang lagi berdiri dalam hidup, “kini sudahlah tak mendapat
penganggapan lagi oleh rakyat – rakyat Asia itu. (Halaman 69)
Sebab tipisnya kepercayaan itu adalah bersendi
pengetahuan bersendi keyakinan, bahwa yang menyebabkan kolonisasi itu bukanlah
keinginan pada kemasyhuran, bukan keinginan melihat dunia asing yang
menjalankan kolonisasi itu ada terlampau sesak oleh banyaknya penduduk sebagai
yang telah diajarkan oleh Gustay Klemm – akan tetapi asalnya kolonisasi jalan
teristimewa soal rezeki. (Halaman 70)
“Yang pertama – tama menyebabkan kolonisai ialah hampir
selamanya kekurangan kekal hidup dalam tanah airnya sendiri,”begitulah Dietrich
Schafer berkata. (Halaman 70)
Ada mempunyai tiga sifat. NASIONALISTIS ISLAMISTIS,
dan MARXISTIS lah adanya. (Halaman 71)
Partai Budi Utomo,”marhum” Nasional Indische Partij yang kini masih “Hidup”, Partai Sarekat
Islam, Perserikatan Minahasa, partai Komunis Indonesia, dan masih banyak partai
– partai lain. (Halaman 72)
Islamisme itu, ialah sesuatu agama, dalam politik
jajahan bekerja bersama – sama dengan Nasionalisme yang mementingkan bangsa,
dengan metarialismenya Marxis-me yang mengajarkan perbedaan ?
Akan hasilkah usaha kita merapatkan Budi Utomo yang
begitu sabar halus (Gematiqd), dengan
Partai Komunis Indonesia yang begitu keras sepaknya, begitu radikal militant
terjangnya? Budi Utomo yang begitu evolusioner, dan Partai Komunis Indonesia.
(Halaman 72)
“Bangsa adalah suatu persatuan rakyat itu,”
begitulah katanya.
Nasionalisme ialah suatu iktikad, suatu kenyataan
rakyat bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu “bangsa!” (Halaman 73)
Walaupun Nasionalisme itu dalam hakikatnya
mengecualikan segala pihak yang tak ikut mempunyai “ Keinginan hidup menjadi
satu” dengan rakyat itu : walaupun Nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan
segala golongan yang tak merasa “satu persatuan hal ihwal yang telah dijalani
oleh rakyat itu “ maka tak boleh kita lupa bahwa manusia – manusia yang
menjadikan pergerakan Islamisme dan pergerakan Marxisme di Indonesia kita ini,
dengan manusia – manusia yang menjalankan pergerakan Nasionalisme itu semua
memunyai “keinginan hidup menjadi satu” – bahwa mereka dengan kaum Nasionalis
itu merasa “satu golongan, satu bangsa”- bahwa segala pihak dari pergerakan
kita ini, baik Nasionalis. (Halaman 74)
Banyak Nasionalis – nasionalis di antara kita yang
sama lupa bahwa pergerakan nasionalisme dan islamisme di Indonesia
ini-ya,diseluruh Asia-dan sama asalnya, sebagai yang telah kita uraikan diawal
tulisan ini : dua – duanya berasal nafsu melawan “Barat,” atau lebih tegas,
melawan kapitalisme dan imperialism Barat sehingga sebenarnya bukan lawan,
melainkan kawannyalah adanya. (Halaman 78)
Dan jikalau Islam merdeka, maka nasionalisme kita
itu adalah diperkuat oleh segenap kekuatannya iktikad internasional itu. (Halaman
78)
Nasionalisme yang segan berdekatan dan bekerja
bersama – sama dengan kaum Marxis – Nasionalis yang semacam itu menujukkan
ketiadaan yang sangat atas pengetahuan tentang berputarnya roda politik dunia
dan riwayat. (Halaman 78)
Kita percaya bahwa semua nasionalis – nasionalis
mudah adalah berdiri disamping kita. (Halaman 80)
Begitulah rakyat Indonesia kita ini, insyaf akan
tragis nasibnya, sebagai sama bernaung dibawah bendera hijau, dengan muka kea
rah kiblat, mulut mengaji La Haula wala
kuwwata illa billah dan billahi fisabilillahi! (Halaman 82)
Seorang professor ini “akan berpengaruh besar atas
kejadiannya politik di kemudian hari, bukan saja di Indonesia, tetapi diseluruh
dunia Timur!” (Halaman 82)
Yang menyebabkan keseganan kaum Marxis untuk
merapatkan diri dengan pergerakan islam itu; dan makin kemukanya sifat
internasional itulah oleh kaum Nasionalis “Kolot” dipandang tersesat; sedangkan
hampir semua Nasionalis, baik kolot maupun muda, baik evolusioner maupun
revolusioner, sama berkeyakinannya bahwa agama itu tidak boleh dibawa – bawa ke
dalam politik adanya. (Halaman 83)
Nasionalis – nasionalis dan Marxis – marxis tadi
sama menuduh pada agama Islam. Kini begitu rusak keadaanya, begitu rendah
derajatnya, hampir semuanya dibawah pemerintahan negeri – negeri Barat. (Halaman
83)
Rusaknya sosialisme Islam bukanlah disebabkan oleh
Islam sendiri; rusaknya Islam itu ialah oleh karena rusaknya budi pekerti orang
– orang yang menjalankannya. (Halaman 83)
Menurut wet
evolusi dan susunan pergaulan hidup bersama, sudah satu historische Natwendingkeit, satu
keharusan riwayat, yang negeri – negeri Barat itu menjalankan perampasan tadi. (Halaman
84)
Islam yang sejati mewajibkan pada pemeluknya
mencintai dan bekerja untuk negeri yang ia dialami, mencintai, dan bekerja
untuk rakyat di antaranya di mana ia hidup, selama negeri dan rakyat itu masuk
Daris Islam? Seyid Djamaluddin El Afghani dimana – mana telah mengkhotbahkan
nasionalisme dan patriotism, yang oleh musuhnya lantas saja disebutkkan
“Fanatisme,”dimana pendekar Pan-islamisme ini mengkhotbahkan hormat akan diri
sendiri, mengkhotbahkan rasa luhur diri, mengkhotbahkan rasa kehormatan bangsa,
yang oleh musuhnya lantas saja dinamakan Chauvinism
adanya. (Halaman 85)
Arabi Pasha, Mustafa Kamal, Mohammad Farid Bey, Ali
Pasha, Ahmed Bey Agayeff, Mohammad Ali, dan Shaukat Ali, semuanya adalah
panglimanya Islam yang mengajarkan cinta bangsa, semuanya adalah propagandis
nasionalisme di masing – masing negerinya! Hendaklah pemimpin – pemimpin ini
menjadi teladan bagi Islamis – islamis kita yang fanatic dan sempit budi, dan
yang tidak suka mengetahui akan wajibnya merapatkan diri dengan gerakan suka
mengetahui akan wajibnya merapatkan diri dengan gerakan bangsanya yang
nasionalistis. (Halaman 85)
Kaum Marxis dan Islamis; menjadi saksi bagaimana
tentara pergerakan kita telah terbelah jadi dua bagian yang memerangi satu sama
lain. (Halaman 86)
Umat Islam tidak boleh lupa bahwa pemandangan
Marxisme tentang riwayat menurut asas perbendaan inilah yang acapkali menjadi
penunjuk jalan bagi mereka tentang soal – soal ekonomi dan politik dunia yang
sukar dan sulit; mereka tak boleh pula lupa bahwa caranya (method) historis
materialism. (Halaman 87)
Kaum Islamis tidak boleh lupa bahwakapitalisme,
musuh Marxisme itu ialah musuh Islamisme pula! Sebab meerwaarde sepanjang paham
Marxisme, dalam hakikatnya tidak lainlah daripada riba sepanjang paham Islam.
(Halaman 87)
Sebagai tebaran benih yang ditiup angin kemana –
mana tempat, dan tumbuh pula dimana – mana ia jatuh, maka benih Marxisme ini
berakar dan bersulur, di pula, maka kaum “Bursuasi” sama menyiapkan diri dan
berusaha membasmi tumbuh – tumbuhan “bahaya proletar” yang makin lama makin
subur itu. (Halaman 95)
Pergerakan Marxisme di Indonesia ini, ingkarlah
sifatnya kepada pergerakan yang berhaluan Nasionalistis, ingkarlah kepada
pergerakan yang berasas keislaman. (Halaman 95)
Nasionalis dan Islamis yang menunjuk – nunjuk akan
bencana kekalang – kabutan dan bencana kelaparan yang telah terjadi oleh
“praktiknya” paham Marxisme, dan tak mengertinya atas sebab terpelesetnya tadi.
(Halaman 97)
Bahwa Failliet
dan kalangkabutnya Negeri Rusia adalah dipercepat pula oleh penutupan atau
blockade oleh semua musuh – musuhnya; dipercepat pula oleh hantaman dan
serangan pada empat belas tempat oleh musuh – musuhnya, seperti Inggris,
Prancis, dan Jenderal – jenderal Koltchak, Denikin, Yudenitch, dan Wrangel;
dipercepat pula anti propaganda yang dilakukan oleh hampir semua surat kabar
diseluruh dunia. (Halaman 97)
H.G. Welles penulis Inggris yang masyhur itu,
seorang yang bukan komunis, umpamanya kaum Bolshevik itu “ tidak dirintang –
rintangi. Barangkali bisa menyelesaikan suatu eksperimen. (Halaman 98)
Demikian pula, tak pantaslah kaum Marxis itu
berbenturan dengan pergerakan Islam yang sunguh – sungguh, tak pantas mereka
memerangi pergerakan, yang sebagaimana kita sudah uraikan di atas, dengan
seterang – terangnya bersikap antikapitalisme. (Halaman 101)
Dan jikalau kita semua insyaf bahwa kekuatan hidup
itu letaknya tidak dalam menerima, tetapi dalam memberi; jikalau semua kita
insyaf bahwa dalam bercerai berai itu letaknya benih perubahan kita jikalau
semua Insyaf bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita punya Viadolorosa; Jikalau kita insyaf bahwa roh
rakyat kita masih penuh kekuatan untuk menjunjung diri menuju sinar yang satu
yang berada di tengah – tengah kegelapan gulisa yang mengelilingi kita ini maka
pastilah persatuan itu terjadi dan pastilah sinar itu tercapai juga. (Halaman
105)
Ditengah kondisi masyarakat saat itu yang masih
menjadikan perempuan sebagai pihak yang seolah – olah menjadi nomor dua dalam
tatanan sosial dan perjuangan, Soekarno menghentak publik dengan tulisan yang
begitu provokatif. (Halaman 106)
Soekarno menggambar pergerakan pembebasan masyarakat
sekaligus menunjukkan peran perempuan yang tidak hanya berada di wilayah domestik,
tetapi juga dapat berperan diwilayah publik. Bahwa berada dijantung pergerakan
pembebasan dan perubahan sosial. (Halaman 106)
Pada tulisan ini Soekarno mengingatkan bahwa
kemajuan sebuah bangsa terletak di pundak kaum perempuan. (Halaman 106)
Soekarno juga memberikan informasi tentang
keberadaannya yang tidak akan pernah “Mati” dengan hanya perlakuan itu dibalik
tahanan, dengan sejumlah perintah dan aturan yang ketat Soekarno tetap
mengorbankan semangat perjuangan. (Halaman 122)
Jiwa kepemimpinan Soekarno semakin terlihat ketika
dirinya begitu empati terhadap kondisi masyarakat pada saat itu. Baginya namun
dirinya tidak mau diperlakukan berlebihan sehingga dapat membebani masyarakat. (Halaman
126)
Pesan Soekarno dalam pleidoi ini, pesannya tidak
hanya ditujukan kepada para hakim yang sedang menyidangkannya tetapi juga kepada
pihak luar. (Halaman 128)
Soekarno mengingatkan kepada Belanda bahwa dirinya
bukan kaum pemberontak, bukan kaum yang ingin membuat onar, melainkan orang
yang ingin menuntut haknya untuk merdeka. (Halaman 128)
Soekarno juga menekankan akan pentingnya kemerdekaan
sekaligus meyakinkan kepada hakim dan dunia bahwa suatu saat Indonesia pasti
akan merdeka. (Halaman 128)
Soekarno juga menekankan akan pentingnya kemerdekaan
sekaligu meyakinkan kepada hakim dan dunia bahwa suatu saat Indonesia pasti
akan merdeka. (Halaman 129)
Soekarno mengukuhkan dirinya sebagai orang yang
memiliki visi Keindonesiaan yang paripurna. (Halaman 134)
Selain menunjukkan keluasan wawasan tentang
pergerakan, ideology, dan profil tokoh – tokoh penting dunia dalam melakukan
pergerakan serta pembebasan bangsanya masing – masing Soekarno juga menunjukan
penguasaan bahasa dari berbagai bangsa besar dunia. (Halaman 134)
Pidato ini juga memberikan pesan tentang betapa
dalamnya pemahaman soekarno terhadap budaya dan kekayaan bangsanya sendiri.
(Halaman 134)
Soekarno juga menyampaikan pesan penting tentang
sikapnya yang menentang keras terhadap kolonialisme dan penjajahan yang sejak
lama dilakukan oleh Negara – Negara besar kepada Negara lain. (Halaman 179)
menurut Soekarno, merupakan hak asasi manusia sekaligus
hak nasional. (Halaman 179)
Menurut Soekarno, menjadi lemah hanya karena menolak
keanggotaan Tiongkok. Sedangkan Soekarno begitu gigihnya memperjuangkan
Tiongkok dan Negara – Negara lain agar diterima menjadi anggota PBB. (Halaman
179)
Soekarno mengulang kembali pentingnya kemerdekaan
dan perdamaian, hingga muncul beberapa kalimat yang sangat keras. “Hanya
serukan kepada tuan – tuan : tempatkanlah kewibawaan dan kekuatan moral dan
organisasi Negara – Negara ini di belakang mereka yang berjuang untuk kemerdekaan.
(Halaman 179)
Berkaitan dengan kepentingan nasional, Soekarno
menjelaskan dihadapan para peserta sidang. Sebuah dasar Negara Indonesia yang
disebut Pancasila. (Halaman 180)
Internasionalisme yang sejati harus didasarkan atas
persamaan kehormatan, persamaan penghargaan dan atas dasar penggunaans secara
praktis dari pada kebenaran bahwa semua orang adalah saudara. (Halaman 224)
Keempat, Demokrasi bagi kami, Bangsa Indonesia, Demokrasi
mengandung tida unsur yang pokok, Demokrasi mengandung, pertama prinsip yang
kami sebut mufakat, yakni kebulatan pendapat. (Halaman 225)
Organisasi Perserikatan Bangsa – bangsa ini adalah
organisasi dari bangsa – bangsa yang sederajat, organisasi dari Negara – negara
yang merupakan kedaulatan yang sederajat kemerdekaan yang sederajat dan rasa
bangga yang sederajat tentang kedaulatan serta kemerdekaan. (Halaman 225)
Selain berbicara tentang statusnya sebagai pemimpin
besar Revolusi dan presiden seumur hidup, yang merupakan pemberian dari MPRS,
Sokarno juga mengulas pesan Penting berkaitan dengan Trisakti. (Halaman 240)
Isi Trisakti adalah berdaulatan dan bebas dalam
politik, berkepribadian dalam kebudayaan. Berdikari di bidang ekonomi merupakan
senjata paling ampuh di tangan seluruh Bangsa Indonesia. (Halaman 240)
Soekarno kembali meyakinkan para anggota MPRS bahwa
dirinya tidak akan bosan untuk selalu menyampaikan semangatnya untuk terus
mengabdi dan menjadi bagian proses revolusi sekaligus mengisi masa kemerdekaan.
(Halaman 241)
BAB
III
KOMUNIKASI
NONVERBAL SOEKARNO
A.
Komunikasi
Nonverbal
Menurut Hardjana
(2003 : 26), Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam
bentuk nonverbal, tanpa kata – kata dalam kehidupan nyata, komunikasi nonverbal
jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal. (Halaman 263)
Sedangkan Wood
(2009 : 131( Menyatakan, komunikasi Non-verbal adalah semua aspek komunikasi
selain kata – kata ini mencakup bagaimana kita mengucapkan kata – kata
(infleksi, volume), fitur, lingkungan yang memengaruhi interaksi (suhu,
pencahayaan), serta benda – benda yang mempengaruhi citra pribadi dan pola
interaksi. (Halaman 263)
Satu perbedaan utama antara komunikasi verbal dan
nonverbal ada persepsi mengenai niat (intent) Menurut Michael Burgoon dan
Michael Ruffner, sebagaimana dikutip WIbowo dalam blognya, bahwa sebuah pesan
verbal adalah komunikasi jika pesan tersebut :
1. Dikirim
oleh sumber dengan sengaja, dan
2. Diterima
oleh penerima secara sengaja pula. (Halaman 263)
Komunikasi nonverbal cenderung kurang dilakukan
dengan sengaja dan kurang halus apabila dibandingkan dengan komunikasi verbal.
B.
Fungsi
komunikasi Nonverbal
Komuniksi verbal
dan nonverbal memiliki perbedaan, keduanya dibutuhkan untuk berlangsungnya
tindak komunikasi yang efektif.Secara historis, kode nonverbal sebagai suatu
multisaluran akan mengubah pesan verbal melalui enam fungsi: pengulangan (rapetion), perlawanan (contradiction). Pengganti (substitution), pengaturan (regulation), penekanan(accentuation), dan pelengkap (complementation). (Halaman264)
Pesan – pesan
nonverbal juga berfungsi untuk mengontradiksikan atau menegaskan pesan verbal,
seperti dalam sarkasme atau sindiran- sindiran tajam. (Halaman265)
Fungsi lain dari
komunikasi nonverbal adalah mengatur pesan verbal.perilaku nonverbal digunakan
secara bersama – sama dengan bahasa verbal :
1. Perilaku
nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal, misalnya menyatakan
terimakasih dengan tersenyum
2. Perilaku
nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal, misalnya mengatakan arah
tempat
3. Tindak
komunikasi nonverbal melengkapi pernyataan verbal, misalnya menyuruh orang
pergi dengan melambaikan tangan menyuru orang pergi dengan melambaikan tangan
keluar sebagai tanda menyuruh pergi
4. Perilaku
nonverbal sebagai pengganti dari komunikasi verbal
(Halaman265)
C.
Komunikasi
Nonverbal dalam Komunikasi Politik
Dalam komunikasi
politik, komunikasi nonverbal menjadi bagian tidak terpisahkan. (Halaman266)
Proses
komunikasi politik disini menjadi terintegrasi antara verbal dan nonverbal.
Dengan memperhatikan bagaimana cara menyampaikan pesan tidak hanya memikirkan
apa pesan yang mau disampaikan. (Halaman266)
Menurut Wood
(2009: 27) Komunikasi nonverbal dapat berupa bahasa tubuh (gesture), danda (sign),
tindakan/perbuatan (action), atau
objek (object).
1. Bahasa
Tubuh
Bahasa tubuh yang berupa raut
wajah, gerak kepala, gerak tangan, gerak – gerik anggota tubuh mengungkapkan
berbagai perasaan, isi hati dan pikiran, kehendak, serta sikap orang.
2. Tanda
Dalam komunikasi nonverbal, tanda
mengganti kata – kata, misalnya bendera, rambu – rambu lalu lintas darat, laut,
udara, dan aba – aba dalam olah raga. Untuk manusia bisa juga pangkat dan
pakaian kebesaran, serta symbol – symbol lain yang dikenakan.
3. Tindakan/Perbuatan
Tindakan bukan dimaksudkan
mengganti kata – kata secara khusus, tetapi dapat menghantar makna. Misalnya,
menggebrak meja dalam pembicaraan, menutup pintu keras – keras pada waktu
meninggalkan rumah, menekankan gas mobil kuat – kuat, semua itu mengandung
makna tersendiri, merangkul sebagai tanda simpati atau peduli.
4. Objek
Objek sebagai bentuk komunikasi
nonverbal juga tidak mengganti kata, tetapi dapat menyampaikan arti tertentu, misalnya
pakaian, komunikasi nonverbal adalah studi Albert Mahrabian (1971), sebagaimana
dikutip , menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dan pembicaraan orang 7%
berasal dari bahasa verbal, 38% dari vocal, dan 55% dan ekspresi muka. Mark
Knapp (1978), kata Wibowo, menyebut bahwa penggunaan kode nonverbal dalam
berkomunikasi memiliki fungsi untuk :
a. Meyakinkan
apa yang diucapkannya (repetition)
b. Menunjukkan
perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata – kata (Substitution)
c. Menunjukkan
jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (Identity)
d. Menambaha
atau melengkapi ucapan – ucapan yang dirasakan belum sempurna.(Halaman 267)
D.
Bentuk
– bentuk Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal menurut
Verderber (2005), dalam id.wikipedia,org/wiki/komunikasi_nonverbal, dapat
idlakukan melalui berbagai cara :
a. Sentuhan
Haptik adalah bidang yang mempelajari
sentuhan sebagai komunikasi nonverbal. Yang termasuk sentuhan di antaranya
bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, menyampaikan
pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat
menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif maupun
negative.
b. Kronemik
Kronemik adalah bidang yang
mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam
komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas.
Banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu,
serta ketepatan waktu (punctuality).
Termasuk juga waktu yang digunakan seperti pagi, siang, sore, dan malam. Waktu
dalam komunikasi sangat memengaruhi efektivitas komunikasi.
c. Proxemik
Proxemik atau bahasa ruang adalah
jarak yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga
tempat atau lokasi posisi anda berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa
jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban Anda dengan orang lain, menunjukkan
seberapa besar penghargaan, suka dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar
penghargaan, suka atau tidak suka, dan perhatian terhadap orang lain, selain
itu juga menunjukan symbol sosial. (Halaman 268)
E.
Komunikasi
Nonverbal Soekarno
Yang dilakukan Soekarno
dalam proses perjalanan politiknya, mulai dari remaja yang sudah belajar
berpidato, sehingga akhirnya diberi gelar sebagai Singa Podium, mencerminkan
keluasan wawasan dan kemampuan menyampaikannya. Publik tidak pernah bosan untuk
mendengarkan pidato Soekarno. Bahkan apda zamannya, tidak sedikit masyarakat
yang berada diseberang pulau dating ke tempat dimana Soekarno berpidato.(Halaman
269)
Gerakan tangan Soekarno sangat
khas, acapkali telunjuknya menunjuk ke atas dan depan. Hal ini menjadi semakin
menarik bagi masyarakat yang
menyaksikannya.menunjukkan dirinya sebagai pemimpin dari Negara yang baru,
merdeka, namunt idak layak disepelehkan. (Halaman 269)
Bahasa tubuh
atau gesture dalam komunikasi menunjukkan
tentang karakteristik seseorang. Cara mengekspresikan pesan komunikasi juga
ditampilkan dengan sangat meyakinkan sebab dibarengi bahasa tubuh yang begitu
ekspresif. (Halaman 269)
Gerak tubuh bisa
berfungsi menjelsakan atau memberikan penekanan pada sebuah pesan yang
disampaikan. (Halaman 269)
BAB
IV
SOEKARNO
DAN MEDIA MASSA
A.
Media
Massa dalam Komunikasi Politik
Untuk
menyalurkan pesan politiknya, para actor politik selalu memanfaatkan saluran komunikasi
sesuai kebutuhan dan kondisinya. Namun, ketika yang menjadi target pesan
politik adalah orang banyak, politikus akan menggunakan media massa untuk
menyampaikan pesan politiknya.Nimmo (2005:169) mengutip innis, memfokuskan pada
dua saluran komunikasi utama, yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tertulis.
(Halaman 286)
Menurut Arifin
(Ardial, 2009: 160), media massa dipandang sebagai saluran bagi seseorang yang
menyatakan gagasan, isi jiwa atau kesadarannya. (Halaman 286)
Dalam dunia
politik, media massa semakin efektif mengingat keberadaan public yang sangat
menyebar dan banyak.Pergeseran peran media massa dari saluran ke actor politik
semakin menegaskan identitas media dalam dunia politik. Bagi para pelaku
politik, kondisi ini mengalami perubahan perilakuan, dari sekedar mengisi atau
memanfaatkan media yang ada menjadi memiliki dan menguasai media. (Halaman 287)
Perannya tidak
hanya dalam konteks pendistribusian pesan yang bersifat umum, tetapi jauh lebih
penting dari itu, yaitu nilai berita yang akan diterima oleh khalayak.
Menurut Blumier
dalam McQuail (2011 : 181), membuat itga poin kunci : pertama sebagaimana dalam
hal pemerintah terdapat pertanyaan mengenai kekuasaan juga kekuatan.”Dalam
komunikasi, media diletakan secara serupa. (Halaman 287)
Adalah fungsi
media massa dalam kehidupan politik. Karena sifatnya yang sentral dalam
politik, media massa memiliki fungsi penting dan strategis. (Halaman 288)
Dua fungsi
berikutnya yang dapat dijadikan sandaran mengapa media massa juga penting dalam
aktivasi politik, yaitu berkaitan dengan fungsi persuasi dan Agenda Setting. (Halaman
288)
Berger dalam
Eriyanto (2005: 15) menjelaskan pentingnya memahami konstruksi dalam media
massa. (Halaman 289)
Sastropoetro
(1982 : 37), dikenal dengan symbolic interaction, yaitusuatu propaganda yang
menggunakan symbol – symbol komunikasi yang penuh arti, seperti bahasa (lisan
atau tulisan), gambar dan tanda.
Peran Soekarno
dalam konteks komunikasi massa, selama proses perjuangann menyadarkan kaum
pribudi dari cengkramankaum penjajah. (Halaman 289)
B.
Soekarno
pembaca sekaligus penulis hebat
Soekarno selalu
mengingat pesan gurunya, yaitu Cokroaminoto, yang mengatakan, “Jika kalian
ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan berbicaralah
seperti orator.” (Halaman 290)
Pesan tersebut
terpatri dan menjadi bagian dari catatan dalam diri Soekarno sehingga benar –
benar terwujudkan pesan gurunya tersebut selama proses perjuangan membebaskan
Bangsa Indonesia. (Halaman 290)
Selain bahasa,
modal besar yang dimiliki Soekarno adalah kesukaan dan kemampuan membacanya
yang luar biasa. (Halaman 291)
Sleain itu,
Soekarno membaca karya – karya fenomenal tentang para actor pengubah dunia yang
sangat mengguncang, serta karya – karya dari para pemikir dan orang – orang bijak
pun tidak luput dibacanya. (Halaman 291)
Menurut
Soemohadiwidjojo (2013: 29), Soekarno lebih banyak menulis daripada berpidato. (Halaman
291)
Setelah selesai
menempuh pendidikan di THB, tulisan Soekarno banyak dimuat dimajalah Suluh Indonesia Muda. (Halaman 291)
Setelah keluar
dari Penjara Sukamiskin, Soekarno meneruskan kegiatan dalam menggores pena
untuk menggugah rasa kebangsaan Indonesia. (Halaman 292)
Majalah Fikiran
Ra’jat adalah media kaum pergerakan yang
beraliran nonkooperasi. (Halaman 292)
Soekarno
menjabat sebagai pemimpin sidang redaksi, kehadiran kutipan tokoh – tokoh dunia
dalam media yang dinisbahkan sebagai majalah politik popular ini, menunjukkan
keluasan Soekarno dalam bacaan dan wawasannya.
Artikel penting
yang berkaitan dengan ideology dan wawasan politik dunia, majalah ini juga
membuat berbagai informasi (cuplikan) peristiwa di berbagai belahan dunia
lainnya. (Halaman 294)
Majalah ini pun
membuat berbagai informasi, seperti jumlah eksemplar, harga satuan majalah,
mekanisme pemesanan (bagi yang mau berlangganan), informasi agen atau pengecer
majalah, termasuk infomrasi harga kebutuhan pokok.
Jelas majalah
ini sangat representative bagi Soekarno untuk menjadikannya sebagai saluran
politik. (Halaman 295)
Ketika menjalani
masa pengasingan di Ended an Bengkulu, Soekarno masih aktif menulis. (Halaman
295)
Sebagaian
tulisan Soekarno pada masa prakemerdekaan ini berhasil dikumpulkan kembali dan
dibukukan dalam buku dibawah Bendera Revolusi jilid pertama yang terbit pada
1963. (Halaman 295)
Soemohadiwidjojo
(2013 : 30), Soekarno juga mulai belajar berpidato. Karena lihai dalam menulis,
hingga kemudian menjadi presiden, teks – teks pidato resmipun yang sekiranya
perlu ditulis terlebih dahulu, Soekarno menulisnya sendiri, tidak dibuatkan
oleh staf khusus. (Halaman 295)
C.
Tulisan
– tulisan Soekarno di Media Massa
Beberapa contoh tulisan Soekarno di
beberapa media massa.
·
Demokrasi
– Politik dan Demokrasi – Ekonomi
Apakah
demokrasi itu ? Demokrasi adalah “Pemerintahan rakyat” cara pemerintahan ini
memberi hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah.
Cara
pemerintahan ini sekarang menjadi cita – cita semua partai nasionalis di
Indonesia. Tetapi, dalam mencita – citakan paham dan cara pemerintahan
demokrasi itu kaum Marhaen toh harus berhati – hati. Artinya, jangan meniru
saja “demokrasi – demokrasi” yang kini dipraktikkan di dunia luaran.
Bagiamanakah
praktiknya demokrasi di dunia luaran itu ? yang membawa “Demokrasi mula – mula
didunia barat ialah pemberontakan Prancis kurang lebi 100 atau 125 tahun yang
lalu. Sebelum ada pemberontakan Prancis, cara pemerintahan Eropa adalah
tokrasi, didalam tangan raja. Rakyat tidak ikut bersuara. Rakyat harus menurut
saja. Raja mengaku dirinya sebagai wakil Allah di dunia ini. Salah seorang raja
yang demikian itu pernah ditanya oleh salah satu seorang menterinya: “Raja,
apakah Staat itu? “apakah yang dinamakan staat itu?” raja menjawab:”Staat
adalah aku sendiri L’Etat,c’;est moi!” memang raja ini adalah seorang otokrat
yang tulen!
Didalam
cara pemerintahan otokrasi itu, raja disokong oleh dua golongan. Pertama:
golongan kaum ningrat, kedua : golongan kaum penghulu agama. Kedua golongan ini
menjadi bentengnya raja, bentengnya otokrasi, jadi : raja + kaum ningrat – kaum
penghulu agama adalah “gambarnya” kaum jempolan didalam masyarakat itu,
masyarakat yang demikian itu dinamakan masyarakat FEODAL. Tetapi, lambat laun
timbullah satu golongan baru, satu kelas baru yang ingin mendapat kekuasaan
pemerintah. Golongan baru atau kelas yang ingin mendapat kekuasaan pemerintah.
GOlongan barua tau keals baru ini adalah kealsnya kaum borjuis . Mereka punya
perusahaan – perusahaan, mereka punya perniagaan, mereka punya pertukangan,
mulai lahir dan timbul. Untuk suburnya dan selamatnya mereka punya perusahaan,
perniagaan, dan pertukangan itu, perlulah mereka mendapat kekuasaan pemerintah.
Mereka sendirian yang lebih tahu mana undang – undang, mana aturan – aturan,
mna cara pemerintahan yang paling baik buat kepentingan mereka dan bukan raja
bukan kaum ningrat bukan kaum penghulu agama!
Tetapi,
kekuasaan masiha da ditangan raja dibentengi oleh kaum ningrat dan kaum
penghulu agama!
“Welnu,”kata
kaum borjuis,”kekuasaan itu harus direbut!” tetapi buat merebut, orang harus
mempunyai kekuatan ! padahal kaum borjuis belum mempunyai kekuatan itu1
“Nah”,
kata kaum borjuis sekali lagi,”kita memakai kekuatan rakyat jelata!”
Dan
begitulah maka rakyat jelata itu oleh kaum borjuis lalu diajak bergerak, dibui
matanya bahwa pergerakannya itu ia untuk mendatangkan kemerdekaan, persamaan,
dan persaudaraa!”Liberte, Fraternite, Egalite,”adalah semboyan pergerakan
borjuis yang memakai tenaga rakyat itu.
Rakyat
menurutnya, rakyat berkelahi mati – matian! Apakah sebabnya rakyat dibawah
pemerintahan otokrasi itu adalah nasib yang sengsara sekali, dan bahwa rakyat
itu masih kurang sadar yang ia hanya menjadi perkakas borjuis saja.
Pergerakan
memang! Raja runtuh, kaum ningrat runtuh, kaum penghulu agama runtuh pendek
kata : otokrasi runtuh diganti dengan cara pemerintahan baaru yang dinamakan
“Demokrasi”. Di negeri diadakan parlemen. Dan “Rakyat boleh mengirim utusan ke
parlemen itu”.
Cara
pemerintahan inilah yang kini dipakai oleh semua negeri di Eropa barat dan
Amerika
Prancis
mempunyai parlemen, inggris mempunyai parlemen, Belanda mempunyai parlemen,
Amerika Utara mempunyai parlemen semua
negeri modern mempunyai parlemen. Di semua negeri modern itu adalah
“Demokrasi”.
Tetapi
disemua negeri modern itu kapitalisme subur dan merajalela! Di semua negeri
modern itu kaum proletar ditindas hidupnya. Di semua negeri modern itu kini
hidup milyunan kaum penganggur, upah dan nasib kaum buruh adalah upah dan nasib
kokoro. Disemua negeri modern itu kaum
proletar ditindas hidupnya. Disemua negeri modern itu kini hidup Milyunan kaum
penganggur, upah dan nasib kaum buruh adalah upah dan nasib kokoro disemua negeri
modern itu rakyat tidak selamat, bahkan sengsara sesengsara – sengsaranya.
Inikah
hasilnya “Demokrasi yang dikeramatkan orang?
Amboi
– parlemen! Tiap – tiap kaum proletar kini bisaikut memilih wakil ke dalam
parlemen itu, tiap – tiap kaum proletar kini bisa ikut memilih wakil ke dalam
aprlemen itu, tiap – tiap kaum proletar kini bisa“ikut memerintah!” Ya, tiap –
tiap kaum proletar kini, kalau dia mau, bisamengusir minister, menjatuhkan
minister itu terpelanting daripada kursinya. Tetapi, pada saat yang ia bisa
menjadi “raja” di parlemen itu, pada saat itu juga ia senkdiri bisadiusir dari
pabrik dimana ia bekerja dengan upah kokoro dilemparkan di atas jalan, menjadi
orang pengangguran!
Inikah
“demokrasi” yang dikeramatkan itu?
Dengarkanlah
pidatonya Jean Jaures – bukan komunis! – mengkritik “demokrasi” itu.
“Kamu,
kamu borjuis, kamu mendirikan republic, dan itu adalah kehormatan yang besar:
kamu membikin republik itu teguh dan kuat, tidak dapat diubah sedikit pun juga,
tetapi karena itulah kamu telah mengadakan pertentangan antara susunan politik
dan susunan ekonomi.
Karena
pemilihan umum, kamu telah membikin semua penduduk berkumpul di dalam rapat
yang seolah rapatnya raja – raja. Mereka punya kemauan adalah sumbernya tiap
undang – undang, tiap pemerintahan tetapi, pada saat itu juga yang diburu tuan
didalam urusan politik, maka ia adalah menjadi budak belian didalam urusan
ekonomi.
Pada
saat yang ia menjatuhkan menteri – menteri, maka ia sendiri bisa diusir dari
bingkil zonder ketentuan sedikit juapun apa yang esok harinya akan dimakan.
Tenaga pekerjaannya hanyalah suatu barang belian, yang bisadibeli atau ditampik
oleh kaum majikan. Ia bisadiusir dari bingkil karena ia tak mempunyai hak ikut
menentukan peraturan – peraturan bingkil, yang saban hari, zander dia tetapi
buat menindas dia, ditetapkan kaum majikan sendiri!”
Sekali
lagi : inilah “Demokrasi” yang orang keramatkan itu?
Bukan,
ini bukan demokrasi yang harus kita tiru, bukan demokrasi untuk kita kaum
Marhaen Indonesia! Sebab “demokrasi” yang begitu hanyalah demokrasi parlemen
saja, yakni hanya demokrasi politik saja. Demokrasi ekonomi tidak ada.
D.
Sosio
nasionalisme dan Sosio-Demokrasi
Didalam
karangan saya yang la lu, saya terangkan dengan singkat bahwa demokrasi politik
saja belum menyelamatkan rakyat. Bahkan dinegeri – negeri, seperti Inggris,
Nederland, Prancis, Amerika dll, di mana demokrasi telah dijalankan,
kapitalisme merajalela, dan kaum Marhaennya papa sengsara!
Kaum
nasionalis Indonesia tidak mengeramatkan “demokrais” yang demikian itu, Nasionalisme
kita haruslah nasionalisme yang tidak mencari “gebyarnya” atau kilaunya negeri
luar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia.
Banyak
diantara kaum Nasioonalis Indonesia yang berangan – angan, “Jempol sekali
jikalau negeri kita bisa] seperti Negara Jepang atau Negeri Amerika atau Negeri
Inggris! Armadanya ditakuti dunia, kotanya hebat – hebat, bank – banknya meliputi
dunia, benderanya kelihatan dimana – mana!”
Kaum
nasionalis yang demikian itu lupa bahwa barang yang hebat – hebat itu adalah
hasilnya kapitalisme, dan bahwa kaum Marhaen di negeri – negeri itu adalah
tertindas. Kaum Nasionalis yang demikian itu adalah kaum nasionalis yang
bergerlik, yaitu kaum nasionalis berjuis. Mereka bisa] juga revolusioner,
tetapi revolusionernya adalah BURGERLIJK REVOLUSIONER. Mereka hanyalah ingin
Indonesia Merdeka saja sebagai maksud yang penghabisan, dan tidak ssesuai
masyarakat yang adil zonder adalah kaum yang tertindas. Mereka lupa bahwa
Indonesia Merdeka hanyalah suatu syarat saja untuk memperbaiki masyarakat
Inonesia yang rusak itu. Merkea adalah burgerlijk revolusioner, dan tidak
SOCIAL REVOLUTIONAIR, tidak MARHAENISTIS REVLUTIONAIR.
Nasionalisme
kita tidak boleh nasionalisme yang demikian itu. Nasionalisme kita haruslah
nasionalisme yang mencari selamat-nya perikemanusiaan. Nasinalisme kita
haruslah lahir daripada menselijkheid.”Nasionalismeku adalah perikemanusiaan”
begitulah Ganhi berkata.
Nasionalisme
kita, oleh karenanya, haruslah nasinonalisme yang dengan perkataan baru kami sebutkan
:SOSIO-NASIONALISME., Dan demokrasi yang harus kita cita – citakan haruslah
juga dmeokrasi yang kami sebutkan :SOSIO-DEMOKRASI.
Apakah
sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi itu?
Dua
perkataan ini adalah perkataan bikinan, kami punya bikinan, sebagaimana perkataan
Marhaen adalah tempo hari kami”bikinan” buat menyebutkan kaum yang
melarat-sengsara, maka perkataan sosio-nasionalisme sosio-demokrasi adalah pula
perkataan bikinan untuk menyebutkan kita punya nasinalisme dan kita punya
demokrasi.
Sosio
adalah terambil dari pada perkatana yang berarti:masyarakat pergaulan hidup,
hirup-kumbuh, slahwee.
Sosio-nasionalisme
adalah dus: nasionalisme-masyarakat, dan sosio-demokrasi adalah
demokrasi-masyarakat.
Tetapi apakah nasionalisme-masyarakat dan demokrasi-masyarakat itu?
Tetapi apakah nasionalisme-masyarakat dan demokrasi-masyarakat itu?
Nasionalisme
masyarakat adalah nasinalisme yang timbulnya tidak karena “rasa” saja, tidak
karena “Gevoel” saja, tidak karena “Iyriek” saja-tetapi karena keadaan keadaan
yang nyata di dalam masyarakat. Nasinalisme masyarakat sosio nasionalisme
bukanlah nasionalisme ngalamun, bukanlah nasionalis kemenjan, bukanlah
nasionalisme melanjang, tetapi ialah nasionalisme yang dengan dua – dua kakinya
berdiri didalam masyarakat.
Memang
maksudnya sosio-nasionalisme ialah memperbaiki keadaan – keadaan didalam
masyarakat itu sehingga keadaan yang kini pincang itu menjadi keadaan yang
sempurna, tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang celaka, tidak ada
kaum yang papa-sengsara.
Oleh
karenanya, maka sosio-nasionalisme adalah nasionalisme Marbaen, dan menolak
tiap tindak borjuisme yang menjadi sebabnya kepincangna masyarkat itu. Jadi:
sosio-nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi-suatu nasinalisme
yang bermaksud nmencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan
negeri serta keberesan rezeki.
Dan
demokrasi masyarat? Demokrasi-masyarakat, sosio demokrasi adalah timbul karena
sosio-nasionalisme. Sosio-demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan
dua kakinya didalam masyarakat. Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi
kepentingan sesuatu gundukan kecil saja, tetapi kepentingan masyarakat,
sosio-demokrasi bukanlah demokrasi ala Revolusi Prancis, bukan demokrasi ala
Amerika, ala Inggris, ala Nederlan, ala Jerman, dll-tetapi ia adalah demokrasi
sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri serta
keberessan rezeki. SOsio-demokrasi adalah demokrasi-politik dan
demokrasi-ekonomi.
E.
Sekali
lagi tentang Sosio-Nalisme dan Sosio-Demokrasi
Seorang
pembaca yang dengan sungguh-sungguh membaca tulisan saya tentang sosio-nalisme
dan sosio-demokrasi beserta soal kapitalisme bangsa sendiri, dan yang juga
membaca pers lah pidato. Saya di Mataram akhir – akhir ini adalah minta
penyuluhan lebih lanjut tentang:
Bagaimana
sikap sosio-nalisme tentang soal buruh, dan bagaimana sikap sosio-nasional
tentang soal non-kooperasi?
Marilah
saya lebih dahulu memberi penyuluhan tentang soal yang pertama : soal baika tau
tidaknya orang menjadi kaum buruh. Soal nasionalisme adalah “Nasinalisme
masyarakat.” Nasionalisme yang mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang
bertindak menurut wet-wet-nya masyarakat itu. Didalam karangan saya yang
membicarakan nsosio-nalisme itu, saya sudah katakana bahwa sosio-nalisme adalah
bukanlah nasionalisme ngalamun, bukan nasionalisme hati saja, bukanlah
nasionalisme lyriek saja tetapi ialah nasionalisme yang diperhitungkan,
nasionalisme ber-ekening. Itulah sebabnya, maka sosio-nalisme ialah
nasionalisme yang bertindak menurut wet-wet-nya masyarakat, dan tidak bertindak
melanggar wet-wet-nya masyarakat itu.
Sekarang,
apakah wet-wet-nya masyarakat tentang soal perburuhan? Wet-wet-nya masyarakat
tentang soal perburuhan ialah bahwa perburuhan itu adalah cocok dengan sifat hakikatnya
masyarakat yang sekarnag ini, yaitu cocok dengan hakikatnya masyarakat yang
kapitalistis, peburuhan adalah memang dasarnya dunia yang kapitalistis.
Perburuhan kita dapatkan, dimana- mana kapitalisme ada, dan perburuhan timbul
dimana kapitalisme timbul. Ia adalah kehendaknya masyarakat. Ia adalah dua
memang tertalikan atau inheren kepada masyarakat yang sekarang ini.
Sosio-nalisme
adalah karenanya, harus memandang perburuhan ini sebagai suatu keharusan,
sosio-nalisme tidak menyenangkan dunia sekarang ini zander perburuhan. Ya,
sosionalisme harus menerima adanya perburuhan itus ebagai salah satu alat,
sebagai suatu gegeven, didalam perjuangannya.
O,
memang baik sekali sosio-nalisme mengajukan “pencarian merdeka” dan kita pun
memang harus memajukan “pencarian merdeka” itu. Terutama didalam dunia
colonial, idmana imperialism telah merebut hamper tiap – tiap rasa percaya pada
diri sendiri, dimana rakyat telah berabad – abad kena injeksi rasa ketidak
mampuan, dimana rasa percaya pada diri sendiri adalah bisa] terbasmi sampai
kekutu – kutunya-terutama didalam dunia colonial itu,”pencarian merdeka” adalah
besar faedahnya. Tetapi, siapa ayng berkenang – kenangan suatu masyarakat
Indoensia sekarang ini melulu terdiri dari kaum pencaharian mereka saja-suatu
masyarakat Indonesia yang melulu terdiri dari orang – orang warung, orang –
orang pertukangan kecil, orang – orang pertanian kecil, orang – orang tahu,
orang – orang soto, orang – orang cendol-ia sebenarnya didalam ideologinya yang
konservatif, berideologi yang tidak ikut dengan tendenz-nya pergaulan-hidup ia
adalah orang yang mau membelokkan jurusannya masyarakat seorang reaksioner,
seorang Indonesia berpencarian merdeka dan tidak menjadi budak kapitalis dan
imperialis, niscaya kapitalisme dan imperialism
itu akan gugur sebagai gedung yang hilang alasnya kenang – kenangannya yang
“semua orang Indonesia berpencarian merdeka” adalah kenang – kenangan
“ngelangut”, suatu kenang – kenangan yang mau membalikkan masyarakat kemabli ke
dalam kabut halimunnya, keadaan kuno yang sediakala. Ia harus mengerti
bahwa cara perjuangan “menjatuhkan
imperialism dengan mustahil bisa] berjalan 100%dan dua mustahil bisa] berbuah
100%. Ia harus mengerti bahwa cara perjuangan yang demikian itu adalah cara
perjuangan yang anti-sosial, yakni karena mau menghilangkan perburuhan didalam
dunia sekarang ini adalah barang yang tidak bisa] terjadi, dan BERTENTANGAN
dengan tendenz-nya masyarakat.
Ia
harus megnerti bahwa sebutan “menjadi buruh adalah hal yang hina” adalah
sebutan yang bodoh. Tidaklah, jikalau benar perburuhan adalah barang yang hina,
seluruh dunia dus penuh dengan “orang yang hina” –dunia yang beratusan juta
kaum buruhnya itu ?
Tidak,
yang hina bukanlah perburuhan, bukanlah haknya orang menjadi kaum buruh. Yang
hina ialah semangat perburuhan, semangat perbudakan yang kerapkali hidup
didalam kalbunya kaum buruh, semanga tperbudakan inilah yang harus dilenyapkan oleh
kaum sosio-nasionalis, semangat perbudakan inilah yang harus mereka berantas dan
ubah menjadi semangat perjuangan yang seinsyaf-insyafnya, terus berdiri dengna
gagah perkasa, semangat perbudakan inilah yang oleh karenanya harus kita
gugurkan dan kita ganti dengan semangat perlawanan sadar dan menyala.
Jsutru
adanya perburuhan itulah harus menjadi salah satu senjatanya sosio-Nalisme
melawan imperialism dan kapitalisme bukan hilangnya perburuhan yang mustahil
dan antisocial itu. Oleh karena itulah, maka salah satu kewajiban
sosio-nasionalis ialah: mengobar – ngobarkan semangat perlawanan kaum buruh itu
dan mengorganisasi kaum buruh itu didalam badan – badan sarekat – sarekat pekerja
yang kuat dan sentosa. Hanya dengan jalan yang demikian kita punya politik
adalah politik yang berdiri atas realiteit alias keadaan yang nyata!
Jadi
: perikehidupan “pencarian-merdkea”harus kita pujikan dan anjurkan sebagai
salah satu alat mengurangkan rasa ketidakmampuan didalma masyarakat kita yang
hamper habis rasa percaya pada diri sendiri itu – tetapi sebagai system
perjuangan kita tidak boleh ngalamun akan hilangnya perburuhan, sebaiknya harus
menerima perburuhan itu sebagai suatu keadaan nyata yang harus kita bagnkitkan
menjadi alat perjuangan yang berharga besar untuk mendatangkan masyarkat yang
selamat, tidak kapitalisme dan imperialism. Itulah sikap sosio-nasionalisme
terhadap pada soal perburuhan.
Arti
Non-kooperasi semua pembaca telah mengetahui. Non kooperasi berarti “tidak mau
bekerja sama – sama”, bagaimanakah jelasnya hal ini?
Non-kooperasi
kita adalah salah satu asas perjuangan (strij-beginsel) kita untuk mencapai
Indonesia Merdeka. Didalam perjuangan mengejar Indonesia Merdeka itu kita harus
senantiasa ingat bahwa adalah pertentangan kebutuhan antara sana dan sini,
antara kaum penjajah dan kaum yang dijajah. Memang pertentangan kebutuhan inilah
yang memberi keyakinan kepada kita bahwa Indonesia Merdeka tidaklah bisa] tercapai,
jikalau kita tidak menjalankan politik non-kooperasi. Memang pertentangan
kebutuhan inilah yang buat sebagian besar menetapkan kita punya asas –
perjuangan yang lain – lain misalnya machtsvorming, massa-aksi, dan lain –
lain.
Oleh
karena itulah, maka non-kooperasi bukanlah hanya suatu asas perjuangan “tidak
duduk dalam raad-raad-pertuanan” saja. Non-kooperasi adalah suatu prinsip yang
hidup, tidak mau bekerja bersama – sama diatas segala lapangan politik dengan
kaum pertuanan, melainkan mengadakan suatu perjuangan yang tidak kenal damai
dengan kaum pertuanan itu. Non-Kooperasi tidak berhenti diluar
dinding-dindingnya, raad-raad saja, tetapi non kooperasi adalah meliputi semua
bagian – bagian daripada kita punya perjuangan politik itulah sebabnya, maka
non-kooperasi adalah berisi radikalisme – radikalime – hati, radikalisme pikiran,
radikalisme sepak-terjang, radikalisme didalam semua sikap lahir dan sikap
batin, Non-kooperasi meminta kegiatan.
Salah
satu bagian daripada kita punya non-Kooperasi adalah tidak mau duduk didalam
dewan – dewan kaum pertuanan, sekarang apakah Tweede Kamer juga termasuk dalam
dewan – dewan kaum pertuanan itu?Tweede kamer adalah termasuk dalam dewan –
dewan kaum pertuanan itu, sebab justru twee kamer itu bagi kita adalah suatu
“pembadanan,” suatu “penjelmaan” daripada koloniseerend Holland,” suatu
“penjelmaan” dari pada kekuasan yang mengungkung kita menjadi rakyat yang tak
merdeka. Justru Tweede kamer itulah bagi kita dalah suatu “simol” daripada
kononiseerend Holland, suatu “symbol” daripada keadaan yang menekan kita
menjadi rakyat taklukan dan sengsara. Oleh karena itulah, maka non-kooperasi
kita sudah didalam asasnya harus tertuju juga kepada Tweede kamer khususnya,
dan Staten-General, umumnya-ya, harus ditujuan juga kepada semua “Perbadanan –
perbadanan lain dariapda sesuatu system yang buat mengungkung kita dan bangsa
Asia, misalnya Volkenbond dan lain – lain.
Anrchism?
Toh Tweede Kamer suatu parlemen? Memang Tweede Kamer adalah suatu parlemen,
tetapi Tweede Kamer adalah suatu parlemen Belanda. Memang kita adalah orang
anarkis, kalau kita menolak segala keparlemenan. Memang kita orang anarkis,
kalau misalnya nanti kita menolak duduk didalam parlemen Indonesia yang
notabene hanya bisa] berada didalam satu Indonesia, yang merdeka, dan yang akan
memberi jalan kepada demokrasi – politik dan demokrasi – ekonomi, memang,
jikalau seorang Inggris mengboikot parlemen Inggris. Jikalau seorang Prancis
menolak kursi dalam parlemen Prancis, maka ia boleh jadi seorang anarkis.
Tetapi jiakalau suatu negeri yang mengungkung negeri mereka – jikalau kita
bangsa Indonesia didalam asasnya menolak duduk dalam parlemen Belanda-maka itu
bukanlah anarkisme, tetapi suatu asas perjuangan non-kooperasi
nasionalis-non-kooperasi yang sesehat – sehatnya!
Lihatlah
riwayat perjuangan non-kooperasi di Negeri – ngeeri lain. Lihatlah, misalnya riwayat
perjuangan non-kooperasi di Negeri Irlandia-salah satu sumber dari perjuangan
non-kooperasi itu lihatlah disitu sepak terjangnya kaum Sinn Fein, Sinn Fein
adalah mereka punya semboyan – Sinn Fein, yang berarti “kita sendiri.”
“Kita
sendiri” itu adalah gambarnya mereka punya politik-politik tidak mau bekerja
bersama – sama dengan Inggris, tidak mau kooperasi dengan Inggris, tidak mau
duduk didalam parlemen Inggris, “Janganlah masuk ke Westminster, tinggalkanlah
Westminster itu, didirikan Westminter sendiri!adalah propaganda dan aksi yang
dijalanan oleh Sinn Fein. Adakah mereka kaum anarchis? Mereka bukan kaum
anarchis, tetapi kaum nasionalis non-kooperator yang prinsipil pula.
Orang
mengajurkan duduk di Tweede Kamer buat menjalankan politik – oposisi dan
politik-obstruksi, dan memperusahakan tweede Kamer itu menjadi mimbar
perjuangan. Politik yang demikian itu boleh dijalankan dan memang sering
dijalankan pula oleh kaum kiri sebagai kaum O.S.P., kaum komunis, atau kaum
C.R. Das cs, di Hindustan yang juga tidak antiparlemen Inggris. Tetapi, politik
yang dmeikian itu tidak boleh dijalan oleh oleh seorang nasionalis
non-kooperator. Pada saat yang seorang nasionalis-non-kooperator masuk ke dalam
suatu dewan kaum pertuanan, ia pada saat yang ia didalam asasnya suka masuk
kedalam suatu dewan pertuanan itu, sekalipun dewan itu beruapa Tweede Kamer
Belanda atau Volkenbond pada saat itu ia melanggar asas yang disendikan pada
keyakinan atas adanya pertentangan kebutuhan antara kaum pertuanan itu dan
kaumnya sendiri. Pada saat itu ia menjalankan politik yang tidak prinsipil
lagi, menjalankan politik yang pada hakikatnya melanggar asas non-kooperasi
adanya!
Kita
harus menjalankan politik non-kooperasi yagn prinsipil menolak didalam asasnya
kursi di Volksraad, di Staten General , di dalam volkenbond, dan sebagaimana
tadi telah saya terangkan, maka perkara dewan – dewan ini hanyalah salah satu
bagian saja daripada non-kooperasi kita. Baginya yang terpenting daripada
nonkooperasi kita adalah: dengan mendidik rakyat percaya kepada “kita sendiri”
menyusun dan menggerakan suatu massa aksi, suatu machtsvorming Marhaen yang
hebat dan kuasa!
F.
Sekali
lagi : Bukan “Jangan Banyak Bicara, Bekerjalah”, tetapi “Banyak Bicara, Banyak
Bekerja”
Dialam
fikiran ra’jat Nomor Lebaran, saudara menadi telah menulis suatu artikel yang
berkepala sebagai atas. Artikel tadi adalah pembicaraan soal yang penting,
yaitu menyelidiki apakah benar semboyan – semboyan yang sering – sering kita
dengar:” jangan banyak bicara, bekerjalah!” dan konklusi saudara Manadi adalah
tajam sekali: semboyan tadi tidak benar, bahkan semboyan kita harus:”Banyak
bicara, bahkan bekerja!”
Disini
saya mau menguatkan sedikit kebenarannya”semboyan baru” yang dianjurkan oleh
saudara Manadi itu. Memang didalam Suluh Indonesia Muda Tempo hari saja sudah
“menjadwal” perkara ini, dan saya pun menjatuhkan “vonis” atas seikapnya kaum
yang menyebutkan dirinya kaum “Nasionalis konstruktif” yang mencela kita, katanya
kita “terlalu banyak berteriak didalam surat-kabar”, tetapi badan koperasi,
badan penolong anak yatim, dll.
Maka
saya didalam “S.I.M.” ada menulis:
“Tidak
! dengan satu masyarakat yang 95% terdiri dari
kaum yang segala – gala kecil itu, dengan suatu masyarakat yang 95%
persen terdiri dari kaum Marhaen itu, dengan masyarakat yang terutama sekali
dicengkeram oleh imperialism bahan mentah dan imperialism penanaman modal itu
dengan masyarakat yang demikian itu tenaga yang bisa] mendatangkan
Indonesia-Merdeka terutama sekali ialahorganisasi Kang Marhaen yang
milyun-milyunan itu didalam suatu massa aksi politik yang nasional-radikal dan
Marhaenistis didalam segala – galanya!
Dengan
masyarakat dan imperialism yang demikian itu maka titik beratnya, pusatnya kita
punya aksi haruslah terletak di dalam politieke beweustmaking dan politieke
actie, yakni didalam menggugahkan keinsyafan politikd an rakyat dan didalam
perjuangan politik daripada rakyat. Dengan masyarakat dan imperialism yang
mengabaikan aksi politik mendorongkan aksi politik itu ke tempat yang nomor
dua. Dengan masyarakat imperialism yang demikian itu kita tidak boleh
menenggelamkan keinsyafan dan kegiatan politik itu didalam aksi “konstruktif”
mendirikan warung ini dan mendirikan warung itu aksi “konstruktir” yang
akhirnya hanya mempunyai harga “penambal” belaka.
O,
Perkataan jampi – jampi, o, perkataan peluh, o, perkataan mantra “konstruktif”
dan “destruktif!” sebagian besar daripada pergerakan Indonesia seolah – olah kena
gendamnya mantra itu! Sebagian besar daripada pergerakan Indonesia mengira
bahwa orang adalah “Konstruktif! Hanya kalau orang mengadaan barang – barang
yang boleh diraba saja, yakin hanya kalau orang mendirikan warung mendirikan
koperasi, mendirikan sekolah teman, mendirikan rumah anak yatim, mendirikan
bank – bank dan lain – lain pendek kata hanya kalau orang banyak mendirikan
badan – badan sosial saja !-sedangkan kaum propagandis politik yang sehari –
hari “Cuma biara saja” di atas podium atau didalam surat kabar, yang barangkali
sangat sekali menggugahkan keinsyafan politik daripada rakyat jelata, dengan
tiada ampun lagi dikasihkan cap “destruktif” alias orang yang “merusak” dan
“tidak mendirikan suatu apa!”
Tidak
sekejap mata masuk didalam otak kaum itu bahwa semboyan “jangan banyak bicara,
bekejralah!” harus diartikan didalam arti yang luas tidak sekejap mata masuk
didalam otak kaum itu bahwa bekejra”itu tidak hanya berarti mendirikan barang –
barang yang materil. Tidak sekejap mata kaum itu mengerti bahwa perkataan
“mendirikan” itu juga boleh diapkai untuk barang barang yang abstrak, yakni
juga bisa] berate mendirikan semangat, mendirikan keinsyafan, mendirikan
harapan, mendirikan ideology atau gedung kejiwaan atau artileri kejiwaan yang
menurut sejarah dunia akhirnya adalah artileri sekejap amta kaum itu mengerti
bahwa terutama sekali di Indonesia dengan masyarakat yang merk kecil dan dengan
imperialism yang industrial itu, ada baiknya juga kita “banyak bicara”. Didalam
arti membanting kita punya tulang, mengucurkan kita punya keringat memeras kita
punya tenaga untuk membuka – bukakan matanya rakyat jelata tentang
stelsel-stelsel yang menerangkan padanya mengunggah – gugahkan keinsyafan
politik daripada rakyat jelata itu, menyusun – nyusun segala tenaganya didalam
organisasi yang sempurna tekniknya dan sempurna disiplinnya pendek kata “banyak
bicara” menghidup – hidupkan dan membesar – besarkan massa aksi daripada rakyat
jelata itu!
Begitulah
tempo hari saya menulis dalam Suluh Indonesia Muda Dengan terang dan yakin saya
tulis bahwa titik beratnya, pusatnya kita punya pergerakan haruslah terletak
didalam pergerakan politik dengan terang dan yakin saya tuliskan bahwa kita
harus mengutamakan massa aksi politik yang nasional-radikal dan marhaenistis.
Kita
boleh mendirikan warung, kita boleh mendirikan koperasi badan – badan ekonomi
dan sosial, ya. Kita baik sekali mendirikan badan ekonomi dan sosial itu
sebagai tempat – tempat pendidikan persatuan radikal dan sepak terjang radikal.
Kita
baik sekali mendirikan abdan – badan ekonomi dan sosial itu, asal saja kita
tidak “menggenuki” pekerjaan ekonomi dan sosial itu menjadi pekerjaan yang
pertama, sambil tidak melupakan bahwa Indonesia-Merdeka hanyalah bisa] tercapai
dengan massa aksi politik daripada Rakyat Marhaen yang hebat dan radikal.
Pendek kata, kita baik sekali mendirikan badan – badan ekonomi dan sosial itu,
asal saja kit amengusahakan badan – badan ekonomi dan sosial itu, asal saja
kita mengusahakan badan – badan ekonomi dan sosial itu sebagai alat daripada
massa aksi politik yang hebat danr adikal itu !
Dan
didalam massa aksi itu kita harus “banyak bicara”, tentang perlunya “banyak
bicara” ini, akan saja uraikan dalam fikiran Ra’jat yang akan dating.
Fikiran
Ra’jat : 1933
G.
Masyarakat
Unta dan Masyarakat Kapal Udara
Pada suatu hari, saya punya anjing menjilat air
didalam panel di dekat sumur. Saya punya anak, Ratna Juami, berterial :
“Papi,papi, si ketuk menjilat air didalam panic!”
Saya Jawab : “Buanglah air itu, dan cucilah panic
itu beberapa kali bersih – bersih dengan sabun dan krulin.”
Ratna termenung sebentar, kemudian ia menanya:
“Tidakkah Nabi bersabda bahwa panel ini mesti dicuci
tujuh kali antaranya satu kali dengan tanah?”
Saya menjawab :”Rata
KRITIKAN BUKU
No comments:
Post a Comment