MAKALAH
Pemberontakan PKI Madiun Tahun 1948
Disusun Oleh :
1.
Lisa Septiana
2.
Krisyana
3.
Kaniri
4.
Handi
5.
Maskari
Kelas : XII MIIA 2
SMA NEGERI 1 SURANENGGALA
Jl.Syeck Magelung Sakti
Kec.Suranenggala Kab.Cirebon
Jl.Syeck KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya telah
menyelesaikan tugas ini dengan lancar dan sesuai dengan ketentuan yang
diberikan oleh bapak Sukarta,S.Pd selaku guru Sejarah.
Tugas makalah ini
merupakan salah satu tugas di bidang mata pelajaran Sejarah kami yang bertujuan
untuk memperoleh informasi tentang “G30S/PKI”. Makalah ini berisikan tentang
informasi Pemberontakan G 30S/PKI yang terjadi pada masa PKI merajalela di
Indonesia dan usaha penumpasannya. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang pemberontakan PKI ini.
Dengan terselesaikannya
tugas makalah saya ini, maka saya berharap telah memenuhi tugas Sejarah dan
mendapatkan nilai yang baik. Serta bermanfaat bagi teman-teman sekalian. Saya
menyadari bahwa Makalah ini masih jauh darisempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Cirebon, 27
Agustus 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian G 30 S PKI..................................................... 2
2.2 Pemberontakan G 30 S PKI Madiun................................ 2
2.2.1 Tawaran Bantuan dari Belanda.............................. 3
2.2.2 Peristiwa................................................................. 5
2.2.3 Korban.................................................................... 5
2.2.4 Pasca Kejadian....................................................... 6
2.3 Penangkapan dan Pembantaian........................................ 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemerdekaan Indonesia
bukan berarti Negara Indonesia terbebas dari segala masalah yang ada.Terdapat
beberapa oknum ataupun organisasi masyarakat yang menginginkan ideologi mereka
yang menjadi landasan negara yang telah disepakati sebelumnya, salah satunya
adalah organisasi dari partai politik Partai Komunis Indonesia (PKI). Hingga
saat ini masih banyak organisasi masyarakat yang menginginkan separatis dengan
kedaulatan NKRI.
Pemberontakan PKI
tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya,pada tahun
1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan tersebut
dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan Muso. Tujuan dari pemberontakan itu adalah
untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi negara
komunis.Beruntunglah pada saat itu Muso dan Amir Syarifuddin berhasil ditangkap
dan kemudian ditembak mati sehingga pergerakan PKI dapat dikendalikan.
Namun, melalui
demokrasi terpimpin kiprah PKI kembali bersinar. Terlebih lagi dengan adanya
ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) yang
sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam
konstelasi politik Indonesia. Bahkan, Presiden Soekarno mengangap aliansinya
dengan PKI menguntungkan sehingga PKI ditempatkan pada barisan terdepan
dalamdemokrasi terpimpin.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut,
maka penulis merumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian G 30 S PKI
Gerakan 30 September
(dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga
Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi
selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam
perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam
suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai
Komunis Indonesia.
Partai Komunis
Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di
luar Tiongkok danUni Soviet.Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar
3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya.PKI juga mengontrol
pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani
Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan
wanita (Gerwani) , organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI
mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959
parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden
– sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI.Ia memperkuat tangan angkatan
bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang
penting.Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”.PKI menyambut
“Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis
yang dinamakan NASAKOM.
Pada era “Demokrasi
Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam
menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat
dan militer menjadi wabah.
G 30 S PKI adalah
sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965
di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya
dibunuh dalam suatu usaha kudeta (pengambilan kekuasaan) yang kemudian
dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.
Di akhir 1964 dan
permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak
mereka.Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara polisi dan para pemilik
tanah.Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet
dan minyak milik Amerika Serikat.
2.2 Pemberontakan G 30 S PKI di Madiun
PERISTIWA Madiun
(Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi chaos yang
terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali
dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18
September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia
dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.
Pada saat itu hingga
era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan
tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).Baru
di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI. Bersamaan
dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun, baik
itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat
dan agama. Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini.Sejumlah pihak merasa
tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa
pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).
2.2.1
Tawaran bantuan dari Belanda
Pada awal konflik
Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk menumpas
pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah
Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda
akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total
terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk
Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah
RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.
Setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yang
membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan sosialis.
Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis
Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok
Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta.
Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti
D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan
militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono,
Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan
Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan
menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan
Kapten Untung Samsuri.
Pada bulan Mei 1948
bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow,
Rusia.Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali
posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan
komandan pasukan bergabung dengan Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin
Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.
Aksi saling menculik
dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan, bahwa pihak
lainlah yang memulai.Banyak perwira TNI, perwira polisi, pemimpin agama, pondok
pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh.
Tanggal 10 September
1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2 perwira
polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan
mayatnya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri,
diculik dan dibunuh.Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang
melakukannya.Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang
namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun
Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh
sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk Wakil Presiden/Perdana
Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk
menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman,
Presiden AS yang mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa
apabila ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara
tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya dalam
permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam memerangi
komunis di seluruh dunia.
Kemudian pada 21 Juli
1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel “Huisje Hansje” Sarangan, dekat
Madiun yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri,
Mohamad Roem (anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak
Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran
(pengganti Graham yang mewakili Amerika dalam Komisi Jasa Baik PBB). Dalam
pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai “Perundingan Sarangan”,
diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive Proposal
(proposal pembasmian kelompok merah).Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto
berangkat ke Amerika guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang
menyandang gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di
Jakarta, sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency – CIA
Diisukan, bahwa
Sumarsoso tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 melalui radio di Madiun telah
mengumumkan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi Karesidenan Madiun.
Namun Soemarsono kemudian membantah tuduhan yang mengatakan bahwa pada dia
mengumumkan terbentuknya Front Nasional Daerah (FND) dan telah terjadi
pemberontakan PKI. Dia bahwa FND dibentuk sebagai perlawanan terhadap ancaman
dari Pemerintah Pusat
Pada 19 September
1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan
kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau
Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut
sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru terutama di
buku-buku pelajaran sejarah kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI
Madiun.
2.2.2
Peristiwa
a.
Isu Dewan Jenderal
Pada saat-saat genting sekitar bulan
September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal, yang mengungkapkan bahwa para
petinggi Angkatan Darat tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk
menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno memerintahkan pasukan
Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili.Namun secara tak
terduga, dalam operasi penangkapan tersebut para jenderal tersebut terbunuh.
b.
Isu Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist diambil dari nama duta
besar Inggris untuk Indonesia, Andrew Gilchrist. Beredar hampir bersamaan
waktunya dengan isu Dewan Jenderal.Dokumen ini oleh beberapa pihak dianggap
pemalsuan. Di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, dokumen ini
menyebutkan adanya “Teman Tentara Lokal Kita” yang mengesankan bahwa
perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Kedutaan Amerika
Serikat juga dituduh memberi daftar nama anggota PKI kepada tentara untuk
“ditindaklanjuti”.
c.
Isu Keterlibatan Soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto saat
itu menjabat sebagai Pangkostrad (Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan
Darat) tidak membawahi pasukan.
2.2.3
Korban
a.
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
1)
Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf
Komando Operasi Tertinggi)
2)
Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang
Administrasi)
3)
Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang
Perencanaan dan Pembinaan)
4)
Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang
Intelijen)
5)
Brigjen TNI Donald Issac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang
Logistik)
6)
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal
Angkatan Darat)
7)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat
dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution
dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha
pembunuhan tersebut.
b.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
1)
Bripka Karel Satsuin Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri
II dr.J.Leimena)
2)
Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
3)
Letkol Sugiyanto Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
4)
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede,
Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya.Mayat mereka ditemukan pada 3
Oktober.
2.2.4
Pasca Kejadian
Pasca pembunuhan
beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi
vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang
terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman
tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota
“Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan
pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan
DI.Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan
Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem
072/Yogyakarta).Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965.Kedua perwira
ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada
tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi
pembentukan Dewan Revolusioner oleh para “pemberontak” dengan berpindah ke Pangkalan
Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan. Pada tanggal 6
Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan “persatuan nasional”, yaitu
persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya untuk penghentian
kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua
anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung “pemimpin revolusi
Indonesia” dan tidak melawan angkatan bersenjata.
2.3 Penangkapan dan Pembantaian
Dalam bulan-bulan
setelah peristiwa ini, semua partai kelas buruh yang diketahui, ratusan ribu
pekerja, dan petani Indonesia dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan
untuk disiksa dan diinterogasi.Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah
(bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember).Berapa
jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis (perkiraan yang
konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua
sampai tiga juga orang).Namun diduga setidaknya satu juta orang menjadi korban
dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh
tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan
seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan
pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ada laporan-laporan
bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di
tempat-tempat tertentu sungai itu “terbendung mayat”. Pada akhir 1965, antara
500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi
korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp
konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Lima bulan setelah
itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas
melalui Surat Perintah Sebelas Maret.Ia memerintah Suharto untuk mengambil
“langkah-langkah yang sesuai” untuk mengembalikan ketenangan dan untuk
melindungi keamanan pribadi dan wibawanya.Kekuatan tak terbatas ini pertama
kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI.
Kepemimpinan PKI terus
mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang
telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24 November,
tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI, Nyoto.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peristiwa G 30 S PKI
adalah peristiwa berdarah bunuh membunuh yang tidak jelas kepastiannya, dalam
peristiwa ini 6 jendral tewas dan PKI dituduh sebagai pembunuhnya. Kronologinya
akan dibahas pada poin-poin di bawah.
Menurut isu beredar,
ada kabar bahwa para jenderal tidak puas dengan pemerintahan Soekarno, kabar
ini disebut Isu Dewan Jenderal, menurut isu beredar, kemudian digerakan pasukan
Cakrabirawa untuk menangkap dan mengadili mereka, namun dalam proses
penangkapan, secara tak terduga mereka terbunuh pada tanggal 30 September 1965.
Masih berdasarkan isu,
setelah ke enam jenderal terbunuh, tersebarlah tuduhan bahwa PKI yang membunuh
para jenderal tersebut.Menurut isu, untuk menyikapi tuduhan atas PKI tersebut,
diberantaslah PKI yang dianggap ingin mengudeta pemerintahan.Banyak
anggota-anggota PKI yang terbunuh, juga banyak orang-orang kita yang terbunuh
oleh PKI, semua itu terjadi pasca terbunuhnya jenderal pada 30 September 1965.
Sampai akhirnya, lima
bulan setelah itu, keluarlah Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Sukarno
memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah sebelas
Maret.Semua pihak, terutama Soekarno berharap semoga aksi bunuh membunuh pasca
kejadian 30 September 1965, itu segera selesai.
Sesudah kejadian
tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30
September.Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian
Pancasila.Isu mengenai peristiwa G 30 S PKI, dari mulai tuduhan-tuduhan kudeta
sampai kematian para jenderal tidak begitu jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. C.T.R.Kansil,SH. 1992. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta:Erlangga
http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September
http://www.indonesiaindonesia.com/f/2390-indonesia-era-orde-baru/
http://soeharto.co/mengungkap-fakta-g-30-spki
http://www.kumpulansejarah.com/2012/11/sejarah-peristiwa-g30s-pki.html
http://integralkuadrat.blogspot.com/2011/04/sejarah-dan-kronologis-peristiwa-g-30.html
No comments:
Post a Comment