DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR
ISI.............................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah..................................................... 1
B. Pengertian
Wakaf............................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Ayat
– ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Wakaf...... 4
B. Perwakafan
dalam Undang – undang di Indonesia........... 7
C. Regulasi
Perwakafan di Indonesia..................................... 7
D. Benda
bergerak yang dapat diwakafkan........................... 7
E. Unsur
– unsure Wakaf....................................................... 8
F. Wakif................................................................................. 8
G. Nadzir................................................................................ 8
H. Tugas
Nadzir...................................................................... 8
I. Tata
Cara Perwakafan Tanah Milik.................................... 8
J. Wakaf
Benda bergerak selain uang.................................... 9
BAB
III KESIMPULAN....................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................ 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Wakaf merupakan salah
satu ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit tidak memiliki rujukan
dalam kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, ulama telah melakukan identifikasi
untuk mencari “induk kata” sebagai sandaran hukum. Hasil identifikasi mereka
juga akhirnya melahirkan ragam nomenklatur wakaf yang dijelaskan pada bagian
berikut.
Wakaf adalah institusi
sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam al-Quran dan
sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian dari perintah
untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti kebaikan). Dasarnya
adalah firman Allah berikut :
وافعلوا
الخير لعلكم تفلحون
...dan berbuatlah kebajikan agar kamu
memperoleh kemenangan”[1]
Imam Al-Baghawi menafsirkan bahwa peerintah untuk melakukan al-khayr
berarti perintah untuk melakukan silaturahmi, dan berakhlak yangbaik[2]. SementaraTaqiy al-Din
Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa perintah untuk
melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan wakaf.[3] Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut
relevan (munasabah) dengan firman Allah tentang wasiyat.
كتب
عليكم ادا حضر احدكم الموت ان ترك خير الوصية للوالدين والاقربين بالمعروف
حقا على المتقون[4]
“Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda) kematian dan
jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibu bapak dan karib kerabat
dengan acara yang ma’ruf; (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang takwa.”
Dalam ayat
tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan harta benda. Oleh karena
itu, perintah melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan ibadah
bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan berakar pada al-khayr.
Allah memerintahkan manusia untuk mengerjakannya.
B.
Pengertian
Wakaf
Menurut bahasa Wakaf berasal
dari waqf yang berarti
radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), altasbil (tertawan)
dan al-man’u (mencegah).[5] disebut pula dengan al-habs (al-ahbas,
jamak). Secara bahasa, al-habs berarti al-sijn (penjara), diam,
cegah, rintangan, halangan, “tahanan,” dan pengamanan. Gabungan kata ahbasa (al-habs)
dengan al-mal (harta) berarti wakaf (ahbasa al-mal).[6]
Penggunaa kata al-habs
dengan arti wakaf terdapat dalam beberapa riwayat. Yaitu :
Pertama, dalam hadits riwayat Imam
Bukhari dari Ibn ‘Umar yang menjelaskan bahwa Umar Ibn al-Khatab datang kepada
Nabi saw. Meminta petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. Nabi saw.
Bersabda:
ان
شئت حبست اصلها وتصدقت بها
“Bila engkau menghendaki, tahanlah
pokoknya dan sedekahkanlah hasinya (manfaatnya)!”[7]
Kedua, dalam hadits
riwayat Ibn Abbas (yang dijadikan alasan hukum oleh Imam Abu Hanifah)
dijelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda :
لاحبس
عن فوائض الله[8]
“Harta yang sudah berkedudukan sebagai
tirkah (harta pusaka) tidak lagi termasuk benda wakaf.”
Dalam hadits dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariah (shadaqat
jariyah) dan al-habs (harta yang pokoknya dikelola dan
hasilnya didermakan).[9] Oleh
karena itu, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab haditas dan fiqih tidak
seragam.. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsuth, memberikan nomenklatur wakaf
dengan Kitab al-waqf,[10] Imam Malik menuliskannya dengan
nomenklatur Kitab Habs wa al-Shadaqat,[11] Imam al-Syafi’I dalam al-Umm memberikan
nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas,[12] dan bahkan Imam Bukhari menyertakan
hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya.[13] Oleh karena itu secara nomenklatur wakaf
ddisebut dengan al-ahbas, shadaqat jariyat, dan al-waqf.
Secara normative
idiologis dan sosiologis perbedaan nomenklatur wakaf tersebut dapat dibenarkan,
karena landasan normative perwakafan secara eksplisit tidak terdapat dalam
al-Quran atau al-Sunna dan kondisi masyarakat pada waktu itu menuntut akan
adanya hal tersebut. Oleh karena itu, wilayah Ijtihad dalam bidang wakaf lebih
besar dari pada wilayah Tauqifi-Nya.
Ketiga, sebab nuzul
(salah satu ayat) dalam surat an-nisaa’ dalam penjelasan Imam Syuraih adalah
bahwa:
جاء
محمد يبيع الحبس[14]
“Nabi Muhammad saw. menjual benda
wakaf.”
Menurut Istilah, wakaf berarti :
حبس
مال يمكن الانتفاع به مع بقاء عينه يقطع التصرف فى رقبته على مصرف مباح موجد[15]
“Penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan
desertai dengan kekal zat/benda dengan memutuskan (memotong) tasharruf
(penggolongan) dalam penjagaannya atas Mushrif (pengelola) yang dibolehkan
adanya.[16]
Atas dasar sejumlah riwayat tersebut,
nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab hadits dan fikih tidaklah seragam.
Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsut memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Wakaf,
Imam al- Syafi’i dalam al-Um memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas,[17] dn bahkan Imam Bukhari menyertakan
hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya.[18] Oleh karena itu, secara teknis, wakaf
disebut dengan al-ahbas, shadaqah jariyah, dan al-wakaf
Keragaman nomenklatur wakaf terjadi
karena tidak ada kata wakaf yang eksplisit dalam Al-Quran dan hadits. Hal ini
menunjukan bahwa wilayah ijtihad dalam bidang wakaf lebih besar dari pada
wilayah tawqifi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ayat-ayat
al-Quran yang berkaitan dengan Wakaf
Seperti telah
diuangkapkan di muka, bahwa secara eksplisit tidak ditemukan ayat
al-Quran yang mengatur tentang wakaf, namun secara implisit cukup banyak
ayat-ayat yang bisa jadi dasar hukum tentang wakaf, yaitu beberapa
ayat tetang infak diantaranya :
1.
Qur’an : al
Hajj : 77
(يايها الدين امنوا اركعوا
واسجدوا) (اى ارجعوا من تكبر قيام الانسانية الى توضع الحيوانية ودلة
النباتية ( واعبدوا ربكم) بسائر ما كلفكم به خالصا
لوجهه (وافعلو الخير) واجبا ومندوبا واتوجهوا الى الله تعالى فى جميع
احوالكم (لعلكم تفلحون) اى لتضفروا بنعيم الجنة اىافعلوا
هده كلها وانتم راجعون بها الفلاح غير متيقنين[19]
Wahai
orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu dan
berbuatlah kebaikan agar kamu beruntung.
2.
Qur’an : al
Baqarah : 261
(مثل الدين ينفقون امولهم فى سبيل الله
كمثل حبت انبتت سبع سنا بل ) اى سفة صدقاة الدين ينفقون اموا
لهم فى دين الله كصفة حبة اخرجت سبع سنا بل او المعنى مثل الدين
ينفقون اموالهم فى وجوه الخيرات من الوجب والنفل كمثل زراع اخرجث ساقا
تشعب منه سبع شعب فى كلى واحدة منها سنبلة (فى كلى سنبلة مائة حبة ) كما
يشاهد دلك فى الدرة والدخن بل فيهما اكثر من دلك (والله يضعف ) فوق
دلك (لمن يشاء ) على لايضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف
(والله وا سع ) ائ لا يضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف (عليم ) بنية
المنفق وبمن يستحق ىالمضاعفة[20]
Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap
butir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
3.
Qur’an Ali Imran : 92
لن
تنالوا الير حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شيء فان الله به عليم
Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
قال ابو حعفر يعنى بدلك جل ثناه : لن تدركو ايها
المومنون
البر : وهو البر من الله الدى يطلبونه منه بطاعتهم اياه
وعباد تهم له ويرجونه منه, ودلك تفضله عليهم بادخالهم جنة, وصرف عدابه عنهم.
حدثن ابو كريب قال: حدثن وكيع عن شريك عن ابى
اسحاق عن عمرو بن ميمون في قوله : لن تنالوا البر, فل ألجنة.
قال ابو جعفر : فتاويل الكلام لن تنالوا ايها المومنون :
جنة ربكم
حتى تنفقوا مما تحبون يقول : حتى تتصدقوا مما تحبون
وهوون ان نكون لكم من نفيس اموالكم
Kutipan Al-Quran surat Ali Imran ayat 92 tersebut benar-benar menyentuh.
Ternyata menafkahkan harta yang kita cintai merupakan salah satu jalan
sekaligus syarat untuk menyempurnakan semua kebajikan lain yang sudah, sedang,
dan akan kita lakukan. Bisa jadi seseorang telah banyak berbuat baik.
Tampaknya dengan menafkahkan sebagian hak milik yang sangat dicintai
untuk perjuangan di jalan Allah, barulah akan sampai kepada
kebajikan/keshalehan yang sempurna.
Sabab Nuzul ayat tersebutadalah, Seperti diterangkan dalam hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh Imam Buchori, Muslim, Tarmidzi, dan An-Nasa’i, yang diterima
dari Anas bin Malik, Beliau menrangkan :
Abu Tholhah diantara salah seorang Sahabat Nabi yang paling banyak memiliki
kebun kurmanya di Madinah, salah satunya kebun kurma Bairuha, kebun
tersebut berhadapan dengan Masjid tempat Nabi sembahyang dan Nabi sering keluar
masuk memakan kurma tersebut dan meminum airnya yang harum.
Ketika turun ayat tersebut (Ali Imran : 92) Tholhah langsung mendatangi
Rasull lalu ia berkata, :Ya Rasulullah, sesungguhnya kekayaan yang sangat
kucintai yaitu kebun kurma Bairuha, karena ada perintah dari Allah
melalui ayat tadi, kusedekahkan bairuha ini kepadamu Ya Rasulullah.
Mendengar ucapan Abu Tholhah, Rasulullah berkata, wahai Tholhah sungguh engkau
beruntung, kebun kurma itu membawa keberuntungan, kalau begitu alangkah baiknya
disedekahkan kebun kurma itu kepada karib kerabatmu. Timpal Abu Tholhah, ya
Rasulullah akan kusedekahkan harta itu sesuai dengan petunjukmu Ya Rasulullah.
Kemudian dalam Riwayat Abi Hatim dari Muhammad bin Al-Munkodir, beliau berkata,
bahwa ketika turun ayat Ali Imran ke 92, datang sahabat Zaid bin Haritsyah
membawa seekor kuda yang bernama Sibul, Zaid tidak memiliki lagi
kekayaan lain selain kuda itu.
Beliau berkata, Ya Rasulullah saya datang akan menyerahkan kuda ini untuk
kepentingan agama, Rasull menjawab “Aku menerima sedekahmu” wahai Zaid.
Selanjutnya oleh Rasulullah ditunggangkan diatas
punggung kuda itu Usamah bin Zaid anaknya Zaid, lantas Rasull melihat muka Zaid
agak muram masih merasa berat hati melepaskan kuda kesayangannya.
Namun
Rasulullah melanjutkan perkataannya. Sesungguhnya Allah telah menerima sedekah
engakau Zaid.
Pemahaman
konteks atas ajaran wakaf juga diambilkan dari beberapa hadits Nabi yang
menyinggung masalah shadaqah jariyah, yaitu :
عن
ابى هريرة ان رسول الله صلى عليه و سلم قال : ادا مات ابن ادم انقطع عمله
الا من ثلث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعوله (رواه مسلم
)
Dari Abu
Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Apabila anak Adam (manusia
meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara:
Shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”.
(HR. Muslim)
Penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikataakan
asuk dalam pemebahasan wakaf, seperti yang diuangkapkan seorang Imam
دكره باب الوقف لانه فسر العلماء الصدقة الجارية بالوقف
Hadit tersebut dikemukakan di dalam bab
wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf[21].
Hadits Nabi
yang secara tegas menyinggung dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi
kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar :
عن
ابن عمر رضى الله عنهما ان عمر بن الخطاب اصاب ارضا بخيبر فئاتى النبي صلى
الله عليه وسلم يستئامره فيها فقال : يا رسول الله انى اصبت ارضا بخيبر لم
اصب مالا قط انفس عندى منه فما تئامرنى به قال : ان شئت حبست
اصلها فتصدقت بها عمر انه لا يباع ولا يوهب ولا يرث وتصدق بها فى
الفقراء وفى القربى وفى الرقاب وفى سبيل الله وابن السبيل والضيف لاجناح على
من وليها ان ياكل منها با المعرف ويطعم غير متمول (رواه مسلم )
Dari Ibnu Umar
ra. Berkata, bahwa sahabat Umar Ra. Memperoleh sebidang tanah d Khaibar
kemudian menghadap kepada Rasulullah untukm memohon petunjuk Umar berkata : Ya
Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah engkau perintahkan kepadaku ?
Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) ntanah itu, dan kamu
sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir,
kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa
atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya)
makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak
bermaksud menumpuk harta (HR. Muslim).
Pada sabda Nabi
yang lainnya disebutkan :
عن
ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه وسلم ان مائة سهم لى بخيبر لم
اصب مالا قط اعجب الي منها قد اردت ان اتصدق بها فقال النبي صلعم : احبس
اصلها وسبل ثمرتها (رواه ألبخارى و مسلم
Dari Ibnu Umar,
ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Saw, saya mempunyai seratus
dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya
kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw mengatakan
kepada Umar : Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (modal
pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Bertitik tolak dari beberapa ayat al-Quran dan hadits Nabi yang menyinggung
tentang akaf tersebut nampak tidak terlalu tegas. Karena itu sedikit sekali
hukum-hukum wakaf yang diterapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Sehingga
ajaran wakaf ini diletakan pada wilayah yang bersifat ijtihadi, bukan ta’abudi,
khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat,
peruntukan dan lain-lain.
Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah yang sedikit itu mampu menjadi
pedoman para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafaur Rasyidun sampai sekarang,
dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf dengan menggunakan metode
penggalian hukum (ijtihad) mereka. Sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf
dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad
seperti qiyas, maslahah mursalah dan lain-lain.
Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam yang masuk dalam wilayah
ijtihadi, maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel, terbuka terhadap
penafsiran-penafsiran baru, dinamis, fururistik dan berorientasi pada masa
depan. Sehingga dengan demikian, ditinjau dari aspek ajaran saja, wakaf
merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf ini termasuk bagian dari muamalah yang
memiliki jangkauan yang sangat luas, khususnya dalam pengembangan ekonomi
lemah.
Memang, bila ditijau dari kekuatan sandaan hukum yang dimiliki, ajaran wakaf
merupakan ajaran yang bersifrat anjuran (sunnah), namun kekuatan yang dimiliki
sesungguhnya begitu besar sebagai tonggak menjalankan roda kesejahteraan
masyarakat banyak. Sehingga dengan demikian, ajaran wakaf yang masuk dalam
wilayah ijtihadi, dengan sendirinya menjadi pendukung non manajerial yang bisa
dikembangkan pengelolaannya secara optimal.
B.
Perwakafan Dalam Undang-Undang Di Indonesia
1.
Wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan
manfaat ekonomi yang perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
2.
Wakaf merupakan perbuatan
hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat.
C.
Regulasi Perwakafan di Indonesia
1.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tantang Wakaf
3.
Peraturan pemerintah No. 42 Tahun
2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004
4.
Peraturan pemerintah No. 28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik[22]
Benda Tidak Bergerak yang Dapat Diwakafkan
1.
Hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang sudah terdaftar
maupun yang belum terdaftar.
2.
Bangunan atau bagian bangunan
yang berdiri di atas tanah dan atau bangunan.
3.
Tanaman dan beda lain yang berkaitan
dengan tanah
4.
Hal milik atas satuan rumah sesuai
dengan peraturan perundag-undangan yang berlaku.
5.
Benda tidak bergerak lain yang
sesuai dengan sejarah dan peraturan perundang-unagan.
D.
Benda Bergerak yang dapat Diwakafkan
1.
Uang Rupiah
2.
Logam Mulia
3.
Surat Berharga
4.
Benda bergerak lain yang berlaku
5.
Kendaraan
6.
Hak atas kekayaan intelektual
7.
Hak sewa sesuai ketentuan syariah
dan peraturan perunda-undanga yang berlaku.
E.
Unsur-Unsur Wakaf
1.
Wakif
2.
Nadzir
3.
Harta Benda Wakaf
4.
Peruntukan Wakaf
5.
Jangka Waktu Wakaf
6.
Sighat Wakaf/Akad
F.
W a k I f
1.
Wakif perseorangan (dewasa, sehat,
dan cakap) Organisasi (Pengurus
memenuhi syarat sebagai wakif perseorangan, bergerak dalam bidang
sosial/pendidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.
2.
Badan Hukum (Pengurus memenuhi
syarat sebagai wakif perseorangan, Badan Hukum sah, bergerak dalam bidang
sosial/pendidikan/keagamaan Islam dan kemasyarakatan
3.
Pemilik sah harta benda yang akan
diwakafkan.
G.
N a d z I r
1.
Nadzir Perorangan (dewasa, sehata,
cakap).
2.
Organisasi (Pengurus memenuhi syarat
sebagai Nadzir perseorangan, bergerrak dalam bidang
sosial/pemdidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.
3.
Badan Hukum (Pengurus memenuhi
syarat sebagai Nadzir perseorangan, Badan Hukum sah, bergerak dalam bidang
sosial/ pendidikan/kemasyarakatan /keagamaan Islam.
4.
Terdaftar di BWI dan Kemenag
(Pendaftaran dapat dilaksanakan setelah proses wakaf bagi nadzir baru.
H.
Tugas Nadzir
1.
Pengadministrasian
2.
Mengelola dan mengembangkan harta
wakaf sesuai tujuan
3.
Mengawasi proses pengelolaan
4.
Melaporkan hasil pengelolaan kepada
BW) dan Kemenag. Nadzir dapat memperoleh imbalan maksimal 10 % dari hasil
pengelolaan.
I.
Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1.
Calon Wakif menyerahkan bukti
kepemilikan tanah yang akan diwakafkan berupa sertifikat, Keterangan tidak
sengketa Pendaftaran tanah, Keterangan Bupati tentang kesesuaian Master Plan
untuk diteliti PPAIW.
2.
PPAIW melakukan pemeriksaan terhadap
Nazir.
3.
Wakif menyatakan Ikrar Wakaf
dihadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan 2 orang saksi bermaterai cukup
4.
PPAIW menuangan Ikrar Wakaf alam
bentuk tertulis
5.
PPAIW menuangkan membuat AIW
ditandatangani Wakif, Nazir, Saksi dan PPAIW.
6.
AIW diserahkan kepada Nazir beserta
dokumen tanah.
7.
PPAIW menerbitkan pendaftaran wakaf
dan mendaftarkan kepada BWI dan Menteria Agama dengan tembusan Kemenag dan
Kanwil Kemenag Provinsi.
8.
PPAIW memberikan bukti pendaftaran
harta wakaf kepada Nazir.
9.
Nazir mengurus sertifikat tanah
wakaf ke BPN.
10.
Terbit Sertifikat Tanah Wakaf.
J.
Wakaf Benda Bergerak Selain Uang
1.
Calon Wakif menyerahkan dokumen
bukti kepemilikan hata benda wakaf (jika ada)
2.
PPAIW melakukan pemeriksaan Nazhir.
3.
Wakif menyatakan Ikrar Wakaf di
hadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan dua oang saksi.
4.
PPAIW menuangkan Ikrara Wakaf dalam
bentuk tertulis
5.
PPAIW membuat AIW ditandatangani
Wakif, Nazhir, saksi, PPAIW bermaterai cukup.
6.
AIW disrahkan kepada Nazhir beserta
Harta Wakaf.
7.
PPAIW mendaftarkan Benda Wakaf
kepada BWI dan Menag dengan tembusan Kemenag dan Kanwil Kemenag Provinsi.
8.
Nazhir mengurus pengalihan bukti
kepemilikan kepada Instansi terkait.
9.
Terbit bukti kepemilikan Harta Benda
Wakaf.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Wakaf menahan dzat/benda dan membiarkan nilai manfaatnya demi mendapatkan
pahala dari Allah Ta’ala.
2.
Merupakan ibadah kebendaan yang
secara tekstualitas tidak ditemukan ayat nya di dalam al-Quran,
kecuali ada beberapa hadist Nabi yang secara eksplisit memberikan
kepastian tentang hukum wakaf.
3.
Wakaf adalah amalan yang
disunnahkan, teermasuk jenis sedekah yang paling utama yang dianjurkan Allah
dan termasuk bentuk taqarrub yang ermulia, serta merupakan bentuk kebaikan dan
ihsan yang terluas serta banyak manfaatnya.
4.
Wakaf merupakan amal yang tidak
pernah terputus, meski orang yang memberikan wakaf sudah meninggal dunia.
5.
Wakaf ditentukan peruntukannya,
seperti untuk sarana peribatan seperti; masjid, langgar, mushala, yayasan
pendidikan, yayasan panti jompo dan untuk sarana peribadatan sosial lainnya.
6.
Disyariatkan harta yang diwakafkan
bermanfaat secara langgeng seperti gedung, hewan, kebun, senjata, perabot dan
yang berkembang sekarang adalah wakaf uang tunai, dan wakaf hak kekayaan
intelektual.
7.
Pensyariatan wakaf adalah hadits
Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, “Umar memperoleh tanah Khaibar, Kemudian
mendatangi Nabi SAW Seraya berkata, Saya memperoleh tanah yang tidak pernah
saya dapatkan harta yang lebih berharga darinya, Lalu apa yang engkau
perintahakan kepada saya? Nabi SAW bersabda, Jika berkenan, kamu dapat menahan
(menafkahkan) pokoknya dan bersedekah dengannya. Kemudian Umar bersedekah agar
tanah tersebut tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan, tapi hanya
untuk fakir miskin, kerabat, budak-budak, orang yang dijalan Allah, para tamu
dan ibnu sabil. Sehingga orang yang mengurusnya tidak berdosa mengambil makan
darinya dengan cara yang baik atau memberikan makan kepada semua yang tidak
mempunyai harta.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Agama, Al-Quran Dan Terjemahnya
Tafsir Imam
Baghawi
Imam Taqqy al
Din Abi Bkr Ibnu Muhammad al Hasaeni al Dimasqi, Kifayat al Ahyar fi Hall
Gayat al Ikhtishar, (Semarang: Thoha Putra, tth.), hlm. 319
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1077). h. 490
Muhammad Bin Ismail al Bukhari, Shahih
al Bukhari, (Semarang: Thoha Putra, 1981). Juz II. Hlm. 196.
Ali Fikri, Al-Muamalat al-Madaniyah
wa al Addabiyah, (Mesir: Musthafa al-Babi al Halabi wa Auladuh, 1983). Juz II.
Hlm. 300.
Imam Muslim, Shahih Muslim,
(Bandung. Tth). Juz II. hlm. 14
Abi Bakr Muhammad Ibn al
Syarkhasi, Kitab Al-Mabsuth, (Beirut: Dar al Kutub al-Ilmyah,
tth). Jld. IV Juz XII. hlm. 33-34.
Imam Malik Ibn Annas, Al-Mudawamat
al-Kubra, (Beeirut: dar al-Kutub al Ilmiyah, tth). Juz IV. hlm. 417.
Muhammad Ibn Idris al-syafi’I, al
Umm, (Mesir: Maktabat Kuliyat al Azhariyah, tth) Juz III. hlm. 51
Ali Fikri, Muamalat al Madaniyah,
(Mesir: Musthafa al Babi al-Halabi wa Auladuh, 1983). Juz II. hlm. 300.
Al-Romli, Nihayah al Muntaj ila
Syarh al-Minhaj, (Beirut: Dar al-Fkr, 1984), Juz. 4. hlm. 357.
Al-Imam Abi Husin Ibn Ahmad al
Wahidi, Marh labid Tafsir An Naw, (Syirkah Atas nama-Nur Asia,
tth). Juz II. hlm. 61.
Imam Muhammad Ismail al-Kahlani, As
Subulu as sallam, tth. hlm. 87
Undang-Undang Perwakafan RI
Ensiklopedi Islam Al kamil.
No comments:
Post a Comment