MAKALAH
Beternak
Sapi Perah
Disusun
Oleh : Kelompok 3
1. M.Paturohman
2. A.Amirudin
3. Khoirin.A
4. Carita
5. A.Irfandi
Kelas : X TSM 01
SMK ABU MANSHUR
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah kewirausahaan tentang “Sapi Perah” ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada
guru Mata pelajaran yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai peternakan
sapi perah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun
ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Cirebon,
25 Agustus 2015
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.................................................................... 1
1.2
Identifikasi Masalah............................................................ 1
1.3
Maksud dan Tujuan............................................................ 2
BAB
III PEMBAHASAN
2.1
Pemeliharaan Sapi Perah..................................................... 3
2.2
Pemeliharaan Sapi Perah Masa Kering sebelum
Melahirkan.......................................................................... 3
2.3
Kebutuhakn Konsumsi Pakan Sapi Perah Masa Kering..... 4
2.4
Kebutuhan Kondisi Kandang Sapi Perah Masa Kering...... 5
2.5
Proses Pengeringan Degan Cara Pengaturan Pemerahan.... 5
2.6
Pemeliharaan Sapi Perah Masa Kering Setelah
Melahirkan.......................................................................... 6
2.7
Model Kandang Modern Sapi Perah.................................. 7
2.8
Model Perkandang yang Cocok di Indonesia..................... 7
2.9
Pemasaran Produk............................................................... 9
2.9.1
Pemasaran Produk (Product).................................... 9
2.9.2
Pemasaran Harga (Price)........................................... 10
2.9.3
Pemasaran Tempat (Place)........................................ 10
2.9.4
Pemasaran Promosi (Promotion)............................... 11
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan......................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................ 11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Sapi perah merupakan golongan hewan
ternak ruminansia yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan
bergizi tinggi yaitu susu. Pemeliharaan sapi perah beberapa tahun terakhir ini
menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini senantiasa di
dorong oleh pemerintah agar swasembada susu tercapai secepatnya. Untuk memenuhi
kebutuhan susu secara nasional, perkembangan sapi perah perlu mendapat
pembinaan yang lebih terencana sehingga hasilnya akan meningkat dari tahun ke
tahun. Hal tersebut akan dapat terlaksana apabila peternak sapi perah dan orang
yang terkait dengan pemeliharaan sapi perah bersedia melengkapi diri dengan
pengetahuan tentang pemeliharaan sapi perah.
Dalam meningkatkan kualitas serta
kuantitas produksi sapi perah, ada beberapa faktor penting yang harus di
terapkan secara profesional yaitu perlunya penanganan manajemen pemeliharaan
sapi perah yang baik. Karena hal tersebut mempunyai peran penting dalam
peningkatan kualitas produk susu sapi perah. Salah satu aspek yang mempunyai
pengaruh penting terhadap peningkatan produksi susu sapi adalah pemeliharaan
atau penanganan sapi perah masa kering kandang.
Masa kering kering pada sapi perah
dilakukan pada waktu kira-kira delapan minggu sapi menjelang melahirkan
anaknya. Pada masa ini pemerehan di hentikan total dengan tujuan memberi
kesempatan sapi untuk beristirahat serta mengoptimalkan peran pakan ternak
meningkatkan bobot yang ideal dan tepat untuk perkembangan janin bukan untuk
produksi susu. Dengan adanya penanganan pemeliharaan sapi perah masa kering
yang baik ini di harapkan juga menghasilkan bibit sapi perah yang unggul
sehingga kebutuhan akan swasembada susu di Indonesia segera terpanuhi.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pemeliharaan sapi perah
masa kering sebelum melahirkan?
2. Bagaimanakah pemeliharaan sapi perah
masa kering setelah melahirkan ?
3. Sebutkan
hal hal yang harus di perhatikan dalam pembuatan kandang sapi perah di daerah
tropis
1.3. Maksud dan Tujuan
·
Menjelaskan
prosedur pemeliharaan sapi perah masa kering sebelum melahirkan.
·
Menjelaskan
prosedur pemeliharaan sapi perah masa kering sesudah melahirkan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pemeliharaan
Sapi Perah
Sebagai ternak ruminansia yang
menghasilkan susu, sapi perah merupakan komoditi ternak yang perlu mendapatkan
perhatian serius dalam peningkatan kualitas serta kuantitas produksinya. Dalam
pemeliharaannya, ada beberapa faktor yang mempunyai pengaruh penting terhadap
hasil produksi sapi tersebut, diantaranya suhu, kondisi kandang, sanitisi
kandang, kebutuhan pakan, kelembaban, dan kondisi lingkungan sekitar. Pada dasarnya
secara umum pemeliharaan sapi perah meliputi pemeliharaan sapi dara dan
bunting, pemeliharaan sapi laktasi, pemeliharaan sapi kering kandang, dan
pemeliharaan pedet (Blakely dan Bade, 1998).
Sapi memerlukan pemeliharaan badan
khusus, antara lain ; a) daki, lapisan kulit paling atas adalah lapisan kulit
mati sehingga kulit akan mengeluarkan peluh yang bercampur bau hingga kulit
kotor oleh daki. b) kotoran, sapi akan
membuang kotoran setiap waktu dan akan berbaring di tempat tersebut maka
kotoran harus di bersihkan. Selanjutnya untuk perwatan kulit bisa dilakukan
dengan cara memandikan dan menyikat kulit sapi tersebut dan kalau ada bulu-bulu
yang tebal dan tumbuh di daerah ambing, kaki belakang, serta lipatan paha
belakang untuk menghindarkan melekatnya kotoran yang tebal.
Tujuan dari pembersihan badan sapi
yaitu, a) menjaga kesehatan sapi agar bekteri maupun kuman-kuman tidak
berinfeksi dan juga pengaturan suhu badan serta peredaran darah tidak
terganggu, b) menjaga produksi susu agar bisa selalu stabil, c) menghindarkan
bulu-bulu sapi yang rontok ke dalam air susu yang kita perah (Muljana dalam
Adika Putra, 2009).
Selain kebersihan ternak, hal yang
harus diperhatikan dalam pemeliharaan sapi perah adalah kondisi kandang yang
cocok untuk ternak tersebut. Kandang yang ideal untuk ternak sapi perah harus
terdapat saluran pembuangan air, kelembabannya terjaga serta keadaan harus
tetap kering.
2.2 Pemeliharaan Sapi Perah Masa Kering
Sebelum Melahirkan
Masa
kering sapi perah mulai dilaksanakan kira-kira delapan minggu sebelum ternak
tersebut melahirkan. Pada kondisi ini ternak perlu mendapatkan perhatian yang
ekstra agar ternak tetap sehat sehingga
untuk produksi yang akan datang menjadi lebih baik. Tujuan di
laksanakannya masa kering pada sapi ternak yang bunting ini adalah untuk
mengembalikan kondisi tubuh atau memberi istirahat sapi dan mengisi kembali
kebutuhan vitamin serta mineral dan menjamin pertumbuhan foetus di dalam
kandang. Menurut Siregar dalam Adika Putra (2009), masa kering sapi perah yang
terlalu pendek menyebabkan produksi susu turun. Masa kering sapi perah secara
normal adalah 80 hari dan pakan terus dijaga mutunya, terutama 2-3 bulan
terakhir sebelum masa kering kandang.
Dalam
pelaksanaan masa kering sapi perah dilakukan dengan dua sistem, yaitu secara
fisiologis dan secara mekanis. Secara fisiologis dilakukan dengan cara
memperhatikan kebutuhan konsumsi pakan serta keadaan kandang yang baik untuk
sapi masa kering. Sedangkan secara mekanis adalah adanya variasi pemerahan
mulai dari pemerahan secara berselang, pemerahan secara tidak lengkap, dan
pemerahan secara tiba-tiba.
2.3 Kebutuhan Konsumsi Pakan Sapi Perah
Masa Kering
Pada
saat sapi perah dalam kondisi kering,
kebutuhan akan konsumsi pakan penting untuk di perhatikan. Hal ini di maksudkan
untuk menjaga kesehatan sapi itu sendiri serta untuk menjaga kesehatan
kandungan ternak tersebut. Pada kondisi ini komposisi ransum perlu dilakukan
perhitungan secara optimal guna untuk meminimalkan problem metabolik pada atau
setelah beranak serta untuk meningkatkan produksi susu pada masa laktasi
berikutnya.
Secara
umum pada konsisi kering ini, ternak diberikan sedikit hijauan dan pengurangan
bahkan penghentian pemberian konsentrat pada masa awal kering, sedangkan pada
akhir masa kering hijauan diberikan dalam jumlah seperti biasa dan diikuti
dengan penambahan konsentrat. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi
kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan
bobot badan. Panda kondisi ini konsumsi
BK ransum harian yang diberikan pada ternak tidak boleh melebihi dari 2% berat
badan, konsumsi hijauan minimal 1% berat badan. Setengah dari 1% BB
(konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering.
Pada masa kering, sapi perah harus di tekan jangan sampai terlalu gemuk atau
BCS nya melebihi standar untuk sapi bunting (2,5 – 3). Hal ini dimaksudkan agar
sapi tersebut tidak ada kendala dalam proses kelahiran nantinya. Komposisi hijauan kualitas rendah, seperti grass hay,
baik diberikan pada kondisi ini dengan tujuan untuk membatasi konsumsi hijauan.
Pada kondisi kering kebutuhan protein yang dikonsumsi sapi perah sebesar 12 %
sudah cukup untuk menjaga kesehatan ternak tersebut. Kebutuhan Ca dan P sapi
kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan;
kadang-kadang ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan
kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus disediakan
dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang cukup dalam
ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained
plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet. Sedikit konsentrat perlu
diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan:
·
Mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan
seluruhnya menjadi populasi campuran pencerna hijauan dan konsentrat;
·
Meminimalkan stress terhadap perubahan ransum
setelah beranak.
2.4 Kebutuhan
Kondisi Kandang Sapi Perah Masa Kering
Keberadaan kandang
untuk sapi yang akan beranak atau kandang kering kandang sangat penting. Hal
ini disebabkan sapi yang akan beranak memerlukan exercise atau
latihan persiapan melahirkan (bisa berupa jalan-jalan di dalam kandang)
untuk merangsang kelahiran normal. Di kandang ini, sapi tidak diperah susunya
selama sekitar 80 hari . Dengan demikian, pakan yang di makan hanya untuk
kebutuhan anak yang berada didalam kandungannya dan kebutuhan hidupnya
dalam mempersiapkan kelahiran. Kandang sapi
kering dapat dibuat secara koloni untuk 3 – 4 ekor sapi tanpa
disekat satu sama lain. Ukuran ideal kandang sapi kering per ekor adalah
2-2,5 x 7 x 1 m (lebar 2-2,5 m , panjang 7 m dan tinggi 1 m). Ukuran
tempat pakan sama dengan ukuran tempat pakan di kandang sapi masa produksi ,
tempat pakan ini bias ditempatkan di tengah kandang. Untuk sapi bunting masa
kering kemiringan kandang tidak boleh melebihi dari 50 hal ini
bertujuan agar ternak tersebut tidak tergelincir yang bisa menyebabkan gangguan
pada janin yang di kandung.
2.5 Proses Pengeringan Dengan Cara
Pengaturan Pemerahan
Menurut
Syarief dan Sumoprastowo (1990) dalam proses pengeringan atau menuju masa kering
sapi perah dapat dilakukan dengan cara pengaturan pemerahan, proses pemerahan
tersebut dapat di lakukan dengan 3 cara yaitu sebagai berikut :
a)
Pemerahan
berselang yaitu pengeringan yang
menggunakan cara sapi hanya diperah sekali sehari selama beberapa hari.
Selanjutnya satu hari diperah dan hari berikutnya tidak diperah. Kemudian induk
diperah 3 hari sekali hingga akhirnya tidak diperah sama sekali.
b)
Pemerahan
tidak lengkap yaitu pemerahan tetap
dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali pemerahan tidak sekali puting atau
keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu diperah secara bergantian.
Setiap kali memerah hanya 2 puting saja, dan hari berikutnya bergantian puting
lainnya. Hal ini dilakukan beberapa hari hingga akhirnya tidak diperah sama sekali.
Cara ini dilakukan pada sapi yang mempunyai kemampuan produksi tinggi
c)
Pemerahan
yang dihentikan secara mendadak yaitu pengeringan ini dilakukan dengan
tiba-tiba. Cara pengeringan semacam ini didahului dengan tidak memberikan
makanan penguat 3 hari sebelumnya, dan makanan kasar berupa hijauan pun
dikurangi tinggal seperempat bagian saja. Cara ini lebih efektif dan
memperkecil gangguan kesehatan pada ambing, bila kombinasikan dengan cara
pemerahan berselang.
Didalam persiapan laktasi mendatang,
yang penting diperhatikan adalah menjaga makanan tetap baik, terutama 2-3 bulan
terakhir sebelum masa kering. Periode kering sangat diperlukan bagi sapi perah
yang sedang laktasi agar sapi dapat menyimpan energi yang cukup untuk laktasi
berikutnya
·
Periode
kering yang ideal (6-8) minggu sebelum partus, pengeringan lebih lama akan
lebih baik dibandingkan pengeringan yang pendek
·
Periode
kering lebih dari 60 hari memberikan produksi susu pada masa laktasi berikutnya
realatif kecil, tapi untuk laktasi yang sedang berjalan cukup berpengaruh
·
Pada
saat periode pengeringan perlu diberikan perlakuan steaming-up (2-4) minggu
sebelum partus untuk persiapan kelahiran.
2.6 Pemeliharaan Sapi Perah Masa Kering
Setelah Melahirkan
Setelah
melahirkan (partus) sapi perah tidak boleh langsung diambil susunya. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kecukupan gizi anak sapi yang baru
dilahirkan. Karena pada masa sapi setelah melahirkan, susu yang di produksi
berupa colostrum yang berguna bagi anak sapi untuk menambah kekebalan tubuh
atau sebagai anti bodi pada pedet yang baru lahir. Colostrum di produksi oleh
induk sapi sekitar 7 – 10 hari .
Konsumsi
pakan yang di butuhkan pada sapi induk setelah melahirkan dengan kebutuhan
hijauan dan konsentrat yang seimbang dan diberikan secara id libitum sehingga kebutuhan nutrisi yang di butuhkan
oleh ternak tersebut dapat terpenuhi. Kebutuhan air minum pada sapi setelah
melahirkan akan meningkat dibanding dengan kondisi biasa. Hal ini di karenakan
air membantu mencerna makanan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut untuk
memproduksi susu guna untuk mencukupi kebutuhan gizi pada anak yang baru
dilahirkannya. Pada sapi setelah melahirkan kebutuhan mineral dan vitamin juga
perlu diperhatikan karena ini akan berpengaruh terhadap kualitas susu yang di hasilkan.
2.7 Model Kandang Modern Sapi Perah.
Pengembangan sistem kandang modern didorong oleh
kawanan ternak yang semakin besar, produksi per sapi yang meningkat, serta
mekanisasi dan otomatisasi dalam cara pemberian pakan dan pemerahan susu. Pemerahan
bisa berlangsung lebih praktis dan cepat dan di ruang terbuka, tidak seperti
dalam petak kandang (stall).Salah satu faktor kunci dalam peternakan modern
ialah efisiensi kerja.Ini menuntut tipe perkandangan yang kompak dan terancang
dengan baik. Beberapa faktor yang akan memengaruhi rancangan itu meliputi
ukuran, cara pemerahan, cara pemberian pakan, tenaga kerja, ruang yang
tersedia, dan seterusnya. Kandang sapi modern
berukuran panjang 24 m dan lebar 10 m , dengan 3 buah bejana terbuat
dari pasangan batu bata, masing – masing 2 buah tempat pakan di pinggir, dan
tempat minum disamping. Dengan lantai terbuat dari cor beton bertulang untuk
mempermudah pembersihan kotoran sapi, ukuran kandang sepanjang 24 m dan lebar
10 m dan dipisahkan oleh bejana air minum. Pintu kandang terbuat dari tiang
dari pipa setebal 80 mm, diberi penguat besi sling untuk perkuatan karena lebar
pintu hampir 5 m , konstruksi pagar mendatar dapat menggunakan pipa diameter 50
mm.
2.8 Model Perkandangan yang Cocok di
Indonesia (daerah Tropis)
Kebutuhan kandang sapi perah di negara iklim tropis lebih sederhana bila dibandingkan
dengan negara sub tropis yang lebih dingin, sehingga di negara tropis kandang
tetap dibutuhkan untuk melindungi ternak pada malam hari, panas terik sinar
matahari, dan hujan lebat juga
mempermudah pemeliharaan. Bangunan yang sederhana cukup dibangun kandang pedet,
sapi dara dan sapi dewasa untuk menjaga
ternak dari binatang predator. Kandang sapi perah dapat dibangun dalam skala
kecil di daerah tropis dengan pertanian intensif, sistem pemerahan yang
berkesinambungan dan persediaan pakan
ternak untuk mencukupi produksi susu dan pokok hidup sapi.
Suhu udara
di Indonesia pada umumnya tinggi yaitu antara 24 – 34oC, dan
kelembaban udara juga tinggi yaitu antara 60 - 90%. Hal ini dapat menyebabkan
proses penguapan dari tubuh sapi terhambat sehingga sapi mengalami cekaman
panas. Tingginya suhu dan kelembaban udara tersebut disebabkan oleh radiasi
matahari yang tinggi, sehingga lokasi peternakan sapi perah di Indonesia akan
lebih baik jika berada pada ketinggian di atas 800 m d.p.l. Selain radiasi,
produksi panas hewan yang berupa panas laten dan panas sensible, tinggi, luas,
bahan atap dan bukaan ventilasi yang kurang tepat merupakan penyebab naiknya suhu
dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah. Salah satu upaya untuk
menurunkan suhu dan kelembaban udara di dalam kandang yaitu dengan sistem
ventilasi agar terjadi pertukaran udara di dalam dan luar kandang dengan baik
sehingga panas dalam kandang dapat diminimalisir.Pada ventilasi alamiah,
pertukaran udara terjadi jika ada perbedaan tekanan melalui bukaan bangunan dan
angin. Luas bukaan ventilasi sangat mempengaruhi pola aliran dan distribusi
udara dalam kandang yang dapat menentukan besarnya distribusi suhu dan
kelambaban udara dalam kandang .
Untuk
memperoleh luas bukaan ventilasi (alamiah) yang menghasilkan distribusi suhu
dan kelambaban udara dalam kandang yang baik, diperlukan analisis sifat dan
pola aliran serta distribusi udara dalam kandang.Pada ventilasi alamiah,
pertukaran udara terjadi jika ada perbedaan tekanan melalui bukaan bangunan dan
angin. Luas bukaan ventilasi sangat mempengaruhi pola aliran dan distribusi
udara dalam kandang yang dapat menentukan besarnya distribusi suhu dan kelambaban
udara dalam kandang .Untuk memperoleh luas bukaan ventilasi (alamiah) yang
menghasilkan distribusi suhu dan kelambaban udara dalam kandang yang baik,
diperlukan analisis sifat dan pola aliran serta distribusi udara dalam kandang.
Tipe kandang yang dapat di gunakan di Indonesia :
a. Kandang Terbuka
Kandang Terbuka adalah kandang yang semua sisinya terbuka.
Kelebihan :
a.
Biaya pembangunan murah
b.
Biaya oprasional murah
c.
Tidak ketergantungan
dengan listrik, karena apabila listrik mati
maka sistem akan terganggu.
Kekurangan :
a.
Perlindungan terhadap
penyakit kurang baik
b.
Perlindungan terhadap
factor lingkungan kurang baik
b.
Kandang Tertutup
Tujuan membangun kandang tertutup
adalah:
1. Untuk menyediakan udara yang sehat
bagi ternak (sistem ventilasi yang baik) yaitu udara yang menghadirkan
sebanyak-banyaknya oksigen, dan mengeluarkan sesegera mungkin gas-gas berbahaya
seperti karbondioksida dan amonia.
2. Menyediakan iklim yang nyaman bagi
ternak. Untuk menyediakan iklim yang kondusif bagi ternak dapat dilakukan
dengan cara: mengeluarkan panas dari kandang yang dihasilkan dari tubuh ternak
dan lingkungan luar, menurunkan suhu udara yang masuk serta mengatur kelembaban
yang sesuai.
3. Meminimumkan tingkat stress pada
ternak.
Kelebihan
:
a.
Perlindungan ternak
terhadap penyakit dapat di maksimalkan.
b.
Tenak tidak terpengaruh
dengan lingkungan luar
Kekurangan
:
a. Biaya pembangunan mahal
b. Biaya oprasional mahal
c. Ketergantungan dengan listrik, karena apabila listrik mati
maka sistem akan terganggu.
2.9 Pemasaran
Produk
2.9.1
Pemasaran Produk (Product)
Yaitu mencakup pemilihan barang atau jasa
yang ditawarkan secara tepat. Produk utama
dalam usaha ini adalah tentunya susu. Pemilihan usaha harus dilandasi dengan
target pasar. Semakin baik kualitas susu yang dihasilkan maka semakin tinggi
penjualan produk susu ke masyarakat, tentu saja dengan harga yang terjangkau.
Susu sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan anak maupun yang sudah dewasa, selain
enak rasanya susu juga mengandung banyak gizi dan kalsium yang baik untuk
pertumbuhan tulang maupun otak. Hanya saja kesadaran masyarakat Indonesia akan
kebutuhan susu setiap hari masih kurang karena terhambat oleh perekonomian.
Jadi, bagaimana para pengusaha susu lokal untuk menghasilkan susu yang
berkualitas baik ataupun dengan harga yang dijangkau masyarakat. Hal tersebut
dapat dilakukan jika ada pengaturan harga dan pengemasan yang murah sehingga
dapat dikontrol dan ditekan harga jualnya. Terdapat produk lain, yaitu dengan cara mengolah susu tersebut menjadi
berbagai macam produk seperti susu pasteurisasi, yoghurt, keju, dan lain sebagainya. Proses pengemasan (packaging) yaitu produk yang sudah
dikemas menarik, dengan kualitas tertentu bernilai jual tinggi biasanya
dipasarkan ke supermarket terdekat, mall
atau ke pabrik pengolahan susu.
2.9.2
Pemasaran Harga (Price)
Yaitu mencakup penetapan harga jual barang
yang sesuai dengan kualitas barang dan dapat terjangkau konsumen.
Setiap hari, variasi konsumsi susu
tidak berubah banyak, tidak ada musiman, dengan harga susu dari tahun ke tahun
tidak banyak mengalami perubahan. Susu tidak ditentukan dengan hari atau
tanggal khusus karena dibutuhkan setiap harinya sehingga produksi dan penjualan
susu cenderung stabil bahkan meningkat. Peternak sapi
perah bisa memperoleh hasil dalam dua minggu atau sebulan sekali dan
berlangsung secara tetap sepanjang tahun. Hasil produksi utama sapi perah
adalah susu, harus hati-hati pula terhadap harga karena adanya saingan berupa
susu impor, sehingga harga susu dalam negeri atau lokal harus lebih murah.
Harga induk sapi perah lokal bunting 4 bulan, sekitar Rp 5.000.000- Rp
6.000.000. Berarti, kalau kita ingin memelihara sekaligus 10 induk sapi perah,
maka investasi bibit sudah mencapai Rp 50.000.000 berupa sapi perah lokal dan
90.000.000 berupa induk sapi perah impor. Dari 100 anak sapi (pedet) itu, 50
ekor berkelamin jantan hingga bisa berkontribusi sebagai sapi potong. Harga
anak sapi perah (pedet) jantan ini biasanya mengikuti harga kiloan hidup, yakni
Rp 10.500 per kg. Baik yang impor maupun yang lokal. Jadi seekor anak sapi
perah (pedet) jantan seberat 100 kg, nilainya Rp 1.050.000 Tetapi rata-rata
peternak sudah menjual anak sapi perah (pedet) jantannya dengan berat 70 kg
dengan harga Rp 735.000 per ekor. Sebenarnya hasil sampingan peternakan sapi
perah masih ada, yakni berupa pupuk kandang.
2.9.3
Pemasaran
Tempat (Place)
Yaitu cara
pendistribusian barang atau jasa sehingga sampai ke tangan konsumen. Tempat dalam
hal ini adalah sebuah toko atau pasar dimana produk didistribusikan. Memilih
tempat yang strategis mampu di akses oleh pasar, konsumen dan proses
transportasi (dalam
hal pendukung kegiatan produksi). Oleh
karena itu, tempat yang strategis mempengaruhi hasil pemasaran, dalam hal ini
tempat yang startegis berkaitan dengan produk dan olahan yang dihasilkan dari
peternakan sapi perah tersebut apabila yang dijual adalah susu murni maka di
distribusikan ke KUD atau langsung ke pabrik pengolahan susu. Tetapi jika ingin
mengolah susu murni menjadi berbagai produk lain, seperti susu pasteurisasi, yoghurt, dan keju,
maka
didistribusikan langsung ke konsumen atau pasar, mall, supermarket, dan lain sebagainya. Tentu saja dengan
pengemasan yang menarik tetapi tidak menaikkan harga dengan tinggi dan kualitasnya tetap terjaga.
Jenis transportasi yang digunakan untuk mendistribusikan ke pasar atau kosumen
biasanya menggunakan mobil box yang
memilki pendingin atau dimasukkan dahulu ke
dalam pendingin. Jika mengirimkan ke KUD atau pabrik biasanya susu dimasukkan ke dalam milk can (tangki susu) untuk menjaga
kualitas susu.
2.9.4
Pemasaran Promosi (Promotion)
Yaitu mencakup pemilihan kebijakan promosi
yang tepat dan sesuai dengan barang atau jasa yang ditawarkan. Efisiensi sapi perah dalam mengubah
pakan menjadi protein hewani dan kalori hingga saat ini belum tertandingi oleh
hewan jenis lainnya. Selain menghasilkan susu, sapi perah juga menghasilkan
pedet, dan daging pada sapi perah yang telah mengalami afkir. Syarat sapi untuk
dapat menghasilkan susu adalah bunting dan kemudian melahirkan. Dengan
demikian, sapi yang memproduksi susu pasti telah menghasilkan pedet (anak
sapi). Biasanya, jika pedetnya jantan, bisa dijual untuk sapi potong, sedangkan
jika pedetnya betina, bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu.
Usaha peternakan sapi perah menggunakan tenaga kerja yang tetap secara
terus-menerus sepanjang tahun. Tenaga kerja tidak ada waktu untuk menganggur.
Dengan demikian, peternak bisa mengangkat pekerja yang baik dan mengurangi
tingkat pengangguran. Pakan yang relatif mudah dan murah, karena sapi perah
bisa mengonsumsi berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil
pertanian, seperti jerami, jagung, dedak, serta sisa-sisa pabrik, misalnya
bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas bir, dan ampas kecap.
Dengan demikian, ketersediaan pakan tidak menjadi masalah dalam beternak sapi perah.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Pengeringan
adalah menghentikan pemerahan selama ± 80 hari
menjelang sapi melahirkan kembali pada sapai-sapi yang mengalami periode
laktasi kedua dan seterusanya. Periode yang kering, maka yang optimal bila masa
istirahat dapat diberikan kepada organ yg mengeluarkan susu dan gizi dalam
makanan dan pakan ternak dapat digunakan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan
bobot dari sapi dan tepat perkembangan janin bukan produksi susu.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
periode kering bunting pada sapi perah bunting adalah metode pengeringan, kondisi ternak.
3.
Metode/ cara pengeringan dapat dilakukan dengan
tiga cara: 1. Pemerahan berselang yaitu pengeringan yang menggunakan cara sapi
hanya diperah sekali sehari selama beberapa hari, 2. Pemerahan tidak lengkap
yaitu pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali pemerahan tidak
sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu diperah
secara bergantian, dan 3. Pemerahan yang dihentikan secara mendadak yaitu
pengeringan ini dilakukan dengan tiba-tiba.
DAFTAR
PUSTAKA
Blakely, J. dan H. Bade, D. 1994.Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah
Mada University Press.
Yogyakarta.(Diterjemahkan oleh Bambang Srigondono).
Davis, R.F. 1962. Modern Dairy Cattle Management. Prentice Hall, Inc. Amerika Serikat
Ensminger, M. E. 1971. Dairy Cattle Science.First Edition. The Inter State Printers
Publisher, Inc. Dancilles, Illionois
Putra, A. R. 2004.
Kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok Rangon,
Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi
Ternak. Fakultan Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rohmad. 2011. Pemeliharaan Sapi Perah.
http://www.rohmad.com/2011/11/ meraup-untung-dari-sapi-perah.html. Diakses pada
tanggal 20 Oktober 2014
Santosa, U. 1997. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, Soribasya, M.S. 1990. Sapi Perah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soetardi, T. 1995. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Pakan. Prosiding Seminar Nasional
Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor.
Sudarmono. 1993. Kandang
Ternak Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Frey, J.K.R., Frahm, J.V. Whitemen
J.E., Tamer & D.F. Stephen. 1972. Evaluation of Cow Type Classification
Score and Its Relationship to Cow Productivity. J. of An. Sci., 31 : 171
(Abstr)
Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo.1990.Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. (diterjemahkan oleh Bambang
Srigandono).
waw sangat bermanfaat trimkasih sudah berbagi info pertanian online,
ReplyDeletekunjungi balik Cara budidaya porang
Bermanfaat
ReplyDelete